Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

CekFakta #327 Membedakan Kampanye Hitam dan Kampanye Negatif

image-gnews
Ilustrasi kampanye hitam
Ilustrasi kampanye hitam
Iklan

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Kampanye Pemilihan Umum Presiden alias Pilpres 2024, sudah dimulai. Para juru kampanye, anggota tim sukses, maupun pendukung turut meramaikan kampanye dengan memperkenalkan program maupun janji-janji kandidat unggulannya.

Namun, tak hanya kampanye visi-misi berbasis data dan fakta saja yang ditebarkan. Saling serang di media sosial juga kerap kita temui. Pengerahan pasukan siber yang menebar disinformasi alias hoaks pada Pemilu 2019 silam, sudah bukan rahasia lagi. Lalu, bagaimana menyikapi kampanye Pilpres 2024 kali ini?

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sKini untuk berlangganan.

Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo

Prebunking Series (52)
Membedakan Kampanye Hitam dan Kampanye Negatif

Idealnya, berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum, para calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) beradu keunggulan visi, misi, dan citra diri sesuai aturan Pemilu. Namun, kita tidak bisa menutup mata terhadap keberadaan pasukan siber (cyber troops) yang sengaja membuat dan menyebarkan informasi palsu untuk menipu banyak orang.

Hasil riset dari Oxford Internet Institute (OII) tentang disinformasi menunjukkan bahwa di Indonesia, ada partai politik dan politikus serta kontraktor swasta membentuk pasukan siber untuk memanipulasi informasi di ruang media sosial. Propaganda ini banyak dilakukan oleh pendengung (buzzer) terutama untuk kepentingan pemilihan umum.

Maka, kita perlu cerdik mengamati kecenderungan kerja-kerja pasukan siber ini di Pemilu ini. Selain menaruh perhatian pada materi kampanye positif dari tiap pasangan capres-cawapres, kita perlu teliti apakah ada yang mulai mengarah kepada kampanye negatif maupun kampanye hitam (black campaign).

Dikutip dari Rumah Pemilu, Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Indonesia, Topo Santoso, menjelaskan beda kampanye negatif dengan kampanye hitam atau black campaign. Kampanye negatif dilakukan dengan menunjukkan kelemahan dan kesalahan pihak lawan politik.

“Kampanye negatif ini aspek hukumnya sah saja. Bahkan, itu berguna membantu pemilih membuat keputusannya,” jelas Topo pada seminar “Politik Transaksional, Korupsi Politik, dan Kampanye Hitam pada Pemilu 2019 dalam Tinjauan Hukum Pidana” di gedung Fakultas Hukum UI, Depok, Jawa Barat.

Artikel ilmiah yang ditulis oleh Richard R Lau dan Ivy Brown Boner berjudul “Negative Campaigning”, juga menyebutkan bahwa kampanye negatif berguna untuk membantu pemilih membuat keputusannya. Sebab, dilakukan dengan menunjukkan kelemahan dan kesalahan pihak lawan politik melalui data riil yang ditampilkan. 

Lalu, bagaimana dengan black campaign? Kampanye hitam dilakukan dengan menuduh pihak lawan menggunakan tuduhan palsu atau belum terbukti, atau melalui hal-hal yang tidak relevan terkait kapasitasnya sebagai pemimpin. 

Contohnya, kampanye negatif dalam kontes pemilihan presiden (pilpres) dilakukan dengan mengungkap data utang luar negeri petahana capres oleh pihak lawan. Sebaliknya, kampanye hitam, dilakukan dengan menuduh seseorang tidak pantas menjadi pemimpin karena agama atau rasnya. Dengan kata lain, kampanye hitam lebih berfokus menumbangkan lawan lewat penyebaran berita bohong. 

Ditinjau dari aspek hukum, kampanye hitam dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana tertuang di dalam Pasal 280 ayat (1) huruf c dan Pasal 521. Pada Pasal 280 ayat (1) huruf c berbunyi, “menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain.” Pasal 521, “Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja melanggar larangan dalam Pasal 280 ayat (1) huruf a,b,c,d,e,f,g,h,i, atau j, dipidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak 24 juta rupiah.”

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab

Cek Fakta Pilihan

Benarkah Video Berisi Klaim Ratusan Kuda Tiba-Tiba Datang Bantu Palestina?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Video yang memperlihatkan ratusan kuda berlarian diklaim sebagai bala bantuan pasukan untuk membantu Palestina, beredar di reels Facebook. Video dengan narasi “Tentara utusan Allah masuk Palestina, Ratusan Kuda entah dari mana datangnya” setidaknya telah 7 ribu kali dibagikan dan direspon 94 ribu kali suka. Lantas, benarkah video ratusan kuda yang beredar tersebut merupakan bala bantuan Pasukan untuk Palestina?

| Hasil Pemeriksaan fakta

Tempo, mula-mula menelusuri sumber video tersebut dengan terlebih dahulu memfragmentasi menjadi gambar menggunakan tools InVID, lalu gambar hasil fragmentasi ditelusuri dengan menggunakan tools Google Image dan Bing Image. Hasilnya, video ratusan kuda yang berlarian tersebut bukanlah bala bantuan pasukan yang datang untuk membantu Palestina. Video itu adalah tradisi berkuda Kok-Boru atau dikenal dengan Buzkashi yang diselenggarakan di Kota Bishkek, Republik Kyrgyzstan.

Baca selengkapnya

Waktunya Trivia!

Benarkah Presiden Joko Widodo Bebaskan Pajak Perusahaan Cina Selama 30 Tahun?

Sebuah video beredar di TikTok dan Facebook yang berisi narasi bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi membebaskan pajak perusahaan Cina di Indonesia selama 30 tahun. Video itu menampilkan foto Presiden Jokowi yang disertai tulisan bahwa Cina dibebaskan pajaknya 30 persen, sementara warga negara Indonesia (WNI) tetap diharuskan membayarnya. Berikut kalimat selengkapnya: “China dibebaskan bayar pajak 30 thn Pribumi diharuskan bayar pajak Kaya gini ko minta pemilu ditunda.” Sementara di Facebook, klaim itu dikaitkan dengan perusahaan pengolah nikel Cina. Namun, benarkah Presiden Jokowi membebaskan pajak perusahaan Cina selama 30 tahun?

| Bagaimana hasil pemeriksaan faktanya?

Mari kita cek faktanya!

Ada Apa Pekan Ini?

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.

Ikuti kami di media sosial:

Facebook

Twitter

Instagram

Telegram

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


CekFakta #257 Hoaks Deepfake Menipu Konsumen dan Mengancam Bisnis

1 hari lalu

CekFakta #257 Hoaks Deepfake Menipu Konsumen dan Mengancam Bisnis

Deepfake, kini semakin mudah dibuat dan semakin sulit dikenali. Dampak yang ditimbulkan oleh penipuan deepfake pun, tidak main-main.


CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

9 hari lalu

Logo twitter, facebook dan whatsapp. Istimewa
CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

Menelisik Motivasi di Balik Akun Medsos Penyebar Hoaks Melalui Transparansi Halaman


CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

15 hari lalu

Ilustrasi internet. (abc.net.au)
CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima


CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

22 hari lalu

Logo Google. REUTERS
CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google


CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

29 hari lalu

Ilustrasi hoaks atau fake news. Shutterstock
CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup


CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

36 hari lalu

Logo TikTok terlihat di smartphone di depan logo ByteDance yang ditampilkan dalam ilustrasi yang diambil pada 27 November 2019. [REUTERS / Dado Ruvic / Illustration / File Photo]
CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

TikTok disorot sebagai sarang penyebaran misinformasi maupun disinformasi.


Dituduh Bikin Sepatu Bergambar Bendera Israel, Ini Kata Nike

43 hari lalu

Foto tangkapan layar video hoaks tentang sepatu Nike buat sepatu bergambar bendera Israel, 15 Maret 2024. (Reuters)
Dituduh Bikin Sepatu Bergambar Bendera Israel, Ini Kata Nike

Sebuah video memperlihatkan sepasang sepatu Nike bergambar bendera Israel menjadi viral disertai seruan untuk memboikot produsen alat olahraga itu.


CekFakta #251 Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi

44 hari lalu

Ilustrasi wanita sedang browsing internet. Pixabay.com
CekFakta #251 Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi

Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi


Cekfakta #250 Ujaran Kebencian Menyangkut SARA Meningkat Selama Pemilu 2024

50 hari lalu

Ilustrasi Ujaran Kebencian. shutterstock.com
Cekfakta #250 Ujaran Kebencian Menyangkut SARA Meningkat Selama Pemilu 2024

Ujaran kebencian ini meningkat ketika hari pemungutan suara. Bahkan hoaks berbau etnis kembali mewarnai, mendaur ulang pola kebohongan.


CekFakta #249 Situs-situs Abal-abal Buatan AI Menyebar Hoaks dalam Berbagai Bahasa

57 hari lalu

Ilustrasi wanita sedang browsing internet. Pixabay.com
CekFakta #249 Situs-situs Abal-abal Buatan AI Menyebar Hoaks dalam Berbagai Bahasa

Situs-situs Abal-abal Buatan AI Menyebar Hoaks dalam Berbagai Bahasa