Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Pernahkah Anda merasa kewalahan saat menerima berbagai informasi atau kabar dari grup perpesanan maupun hasil pencarian di internet? Banjir informasi ini terkadang bisa membuat kita frustasi, lalu tanpa sadar menyimpulkan jawaban berdasarkan potongan sumber informasi lain yang tidak valid.
Padahal, ada langkah-langkah mudah yang bisa kita terapkan agar membuat kita berjarak dengan hoaks. Lima langkah yang bisa kita lakukan agar tak reaktif membaca suatu kabar yang belum tentu benar.
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo
Prebunking Series (59)
5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima
PRISM dirumuskan oleh Profesor Masato Kajimoto, Lektor Kepala HKU Journalism, Universitas Hong Kong. Pada dasarnya, ia mengajak kita untuk memikirkan 5 langkah ini sebelum bereaksi:
P > Pause atau JEDA: Saya tidak boleh terburu-buru. Saya akan memeriksa semuanya terlebih dahulu.
R > Reflect atau RENUNGKAN: Apakah saya disesatkan? Apakah saya dimanipulasi secara emosional?
I > Investigate atau SELIDIKI: Apakah kontennya valid? Dari mana asalnya? Bolehkah saya memeriksa faktanya?
S > Share atau BERBAGI: Saya membagikan temuan saya. Saya menceritakan apa yang saya ketahui dan apa yang tidak saya ketahui.
M > MONITOR: Saya akan terus memantau berita. Kebenaran berkembang seiring berjalannya waktu.
Direktur sekaligus pendiri organisasi pendidikan nirlaba ANNIE (Asian Network of News & Information Educators) ini mengakui jika PRISM bukan istilah yang baru maupun unik. Sebab rumusan PRISM ini berdasarkan ide-ide yang cukup standar dan universal yang digunakan oleh banyak pendidik literasi berita dan media di penjuru dunia.
Ada banyak rumus serupa di berbagai negara dalam berbagai bahasa. Di Amerika Serikat, ada SIFT (Investigate the Source, Find Better Coverage, and Trace Claims, Quotes, and Media back to the Original Context) dan ESCAPE. Di Jepang, ada (So U Ka Na) di Jepang.
Namun sepekan belakangan, Masato menerima email respon dari koleganya. Mereka menyatakan ketertarikan pada kepanjangan 2 huruf terakhir: Share alias Berbagi dan Monitor alias Memantau. Alasannya, tidak mudah meminta orang-orang untuk menjadi pemeriksa fakta, meskipun keterampilan mengecek fakta tetap penting. Maka, tidak masalah jika kita berusaha sharing tentang upaya kita menemukan fakta dari kabar yang kita terima dengan cara menunjukkan validitas klaim, foto, video, dan lain-lain. Harapannya, cara berbagi ini dapat mengingatkan pengguna lain untuk turut mawas dan lebih memperhatikan.
Sebab, sebuah penelitian dalam ilmu kognitif menunjukkan bahwa 'kurangnya perhatian' dapat menjadi faktor utama mengapa orang-orang berbagi informasi yang tidak berdasar. Memantau perkembangan berita merupakan langkah lain yang sering terabaikan. Terlebih lagi, kebenaran terbentuk seiring berjalannya waktu. Sehingga memahami informasi yang kredibel juga memerlukan usaha dan waktu.
Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab
Cek Fakta Pilihan
Benarkah HIV menjadi Pandemi Berikutnya?
Sebuah video pendek dengan klaim bahwa HIV akan menggantikan status darurat virus Covid-19, diunggah di Instagram pada 25 Maret 2024. Video tersebut memperlihatkan seseorang menggunakan topeng dengan suara yang disamarkan dan menyampaikan narasi berikut ini: “Ini jadi perseteruan yang unik, ketika HIV menggantikan status darurat coronavirus. Perlu diketahui, vaksin yang tertanam pada tubuh Anda memiliki potensial HIV, bukan cacar monyet, juga bukan Covid.”
| Hasil Pemeriksaan fakta
Tim Cek Fakta Tempo memverifikasi dua klaim:
- Benarkah bahwa HIV menggantikan status darurat coronavirus?
- Benarkah vaksin Covid-19 memiliki potensi HIV?
Waktunya Trivia!
Benarkah Vaksin Covid-19 Sebabkan Penyakit Lambung pada Perempuan?
Sebuah akun di Facebook [arsip] mengunggah konten dengan klaim seorang pelajar yang pernah mendapatkan vaksin Covid-19 mengalami penyakit lambung. Pelajar perempuan disebut sebagai yang paling rentan mendapatkan ancaman itu. Konten itu memuat penjelasan bahwa vaksin Covid-19 dapat menyerang dan menginfeksi lambung agar penderita tidak bisa mendapatkan saripati dari makanan.
Ada Apa Pekan Ini?
Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki beragam isu. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Benarkah Video Unjuk Rasa yang Diklaim di Rumah Presiden Jokowi dan Gibran?
- Benrakah Narasi ChatGPT Versi 1.0 Tahun 2006 Mampu Prediksi Pandemi Covid?
- Benarkah Vaksin Covid-19 Sebabkan Penyakit Lambung pada Perempuan?
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.
Ikuti kami di media sosial: