Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Sadarkah Anda bahwa manusia memiliki kemampuan otak yang ‘unik’; merasa tahu banyak hal tapi punya sederet bias di dalam benak sehingga merusak penilaiannya sendiri?
Padahal bias kognitif atau prasikap kognitif mempengaruhi cara seseorang memandang, berinteraksi, bertindak, dan memahami dunia. Termasuk mempengaruhi cara kita memahami suatu informasi yang bisa jadi merupakan kabar bohong alias hoaks.
Dalam nawala ini pula, Tempo telah memeriksa pula sejumlah klaim dan menayangkan hasil pemeriksaan terhadap berbagai klaim tadi di kanal Cek Fakta Tempo. Pekan ini, aneka klaim yang beredar memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan.
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo
Prebunking Series (5)
Menyadari Bias Kognitif Agar Tak Asal Berpikir Cepat
Bias kognitif adalah pola pemikiran berulang yang dapat menyebabkan kesimpulan yang tak akurat atau tak masuk akal. Dilansir dari Psychology Today, bias kognitif dapat membantu orang membuat keputusan lebih cepat, tetapi keputusan tersebut tidak selalu akurat.
Ada beberapa penyebabnya; mulai ingatan yang cacat, kurangnya fokus, keterbatasan alami seperti kemampuan otak untuk memproses informasi, input emosional, tekanan sosial, bahkan penuaan.
Jika otak manusia diibaratkan sebagai sebuah komputer, bias kognitif adalah kesalahan dalam penulisan kode. Kesalahan input ini membuat kita memahaminya secara berbeda atau menghasilkan keluaran (output) yang tidak logis. Kesalahan sistematis dalam proses kognitif (seperti berpikir, memahami, dan ingatan) yang menyimpang dari rasionalitas tentu dapat mempengaruhi penilaian.
Saat menerima informasi apapun, amat penting untuk menyadari adanya bias kognitif ini dan berusaha melawan efeknya.
Beberapa di antaranya ialah Fundamental Attribution Error (menilai orang lain berdasarkan kepribadian/karakter mereka), In-Group Favoritism (lebih memilih orang-orang yang satu kelompok daripada di luar kelompok), dan Bandwagon Effect (menganggap keyakinan, ide, sebagai kebenaran apabila semakin banyak yang mengadopsinya).
Bias kognitif lainnya adalah Groupthink (membuat keputusan yang tidak rasional supaya diakui, mengurangi konflik, dan menciptakan harmoni dalam kelompok) dan Just-World Hypothesis (cenderung percaya bahwa dunia ini adil, maka jika ada ketidakadilan di dunia, itu memang pantas terjadi), serta masih banyak lagi.
Dari sekitar 50 jenis bias kognitif yang bisa kita alami, manakah yang Anda sadari dan lawan agar tidak mudah tertipu hoaks?
Bagian ini ditulis oleh Safira Amni Rahma dari Magang Merdeka Cek Fakta Tempo
Waspadai Hoaks Pascagempa
Hoaks kerap kali muncul seusai peristiwa bencana besar. Ketakutan yang dialami masyarakat ketika menghadapi musibah dimanfaatkan oleh oknum tidak bertanggung jawab dalam melancarkan aksinya. Pola ini dapat dilihat, misalnya, hoaks pascagempa di Pangandaran 2020 lalu yang mengabarkan kemunculan tsunami setelah bencana itu terjadi.
Kemudian, sempat beredar pula postingan di media sosial mengenai Tugu Monas bergoyang karena diguncang gempa Banten pada 2019. Video tersebut memperlihatkan Tugu Monas bergoyang ke kiri dan kanan yang disertai suara jeritan orang-orang.
Pada umumnya, hoaks yang muncul akan berkaitan dengan bencana pula. Bentuknya seperti jumlah korban yang dilebih-lebihkan, potret bencana yang disadur dari bencana lain yang lebih parah, hingga ramalan bencana susulan.
Baru-baru ini, gempa yang terjadi di Cianjur juga tak terhindarkan dari terkaman informasi palsu dan hoaks. Berikut contoh-contoh hoaks beredar pascagempa di Cianjur yang telah di-debunk oleh tim Cek Fakta Tempo :
- Keliru, Klaim Video Dampak Gempa Cianjur pada 21 November 2022
- Keliru, Informasi BMKG Tentang Pergeseran Tanah Lempengan di Bendungan Cirata, Purwakarta
Adapun pola hoaks pascabencana adalah dengan menyebarkan video atau foto tentang bencana yang sudah lampau tetapi diklaim bahwa itu merupakan kejadian dari bencana yang sedang terjadi. Kemudian, ada pula yang mengutip pernyataan ahli, tetapi dimuat kembali dengan mengubah konteksnya seakan-akan menjadi sebuah ancaman. Maka, perlu berhati-hati dan ketelitian lebih ketika menerima informasi terkait bencana.
Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab
Waktunya Trivia!
Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini yang mungkin luput dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.
Platform Meta telah memecat atau mendisiplinkan lebih dari dua lusin karyawan dan kontraktor selama setahun terakhir karena diduga membajak dan mengambil alih akun milik pengguna. Orang dalam yang dipecat salah satunya justru yang bekerja pada bagian keamanan. Kontraktor yang bekerja sebagai penjaga keamanan di fasilitas perusahaan media sosial itu memang diberi akses ke alat internal yang memungkinkan karyawan membantu pengguna yang mereka kenal mendapatkan akses ke akun setelah lupa kata sandi, atau akun mereka dikunci.
Siluet pengguna ponsel terlihat di samping layar proyeksi logo Facebook dalam ilustrasi gambar yang diambil 28 Maret 2018. [REUTERS / Dado Ruvic / Ilustrasi]
Elon Musk membuat polling baru di Twitter. Musk bertanya kepada para pengguna platform microblogging itu apakah dia seharusnya memberikan amnesti atau membiarkan seluruh akun yang sedang dibekukan kembali aktif di media sosial burung biru itu. “Should Twitter offer a general amnesty to suspended accounts, provided that they have not broken the law or engaged in egregious spam?” bunyi polling yang dibuatnya itu. Dibuat pada Rabu, 23 November 2022, waktu setempat, Elon Musk memberi kesempatan para pengguna memberikan suaranya dalam 24 jam ke depan. Dan suara ‘ya’ langsung melejit dengan perbedaan yang cukup besar.
Periksa Fakta Sepekan Ini
Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Benarkah Pesawat Timnas Jerman yang Bergambar Atribut LGBT Dilarang Mendarat di Qatar?
- Benarkah Ribuan Militer Turki Dikerahkan Libas Australia di Zona Perang?
- Benarkah Video dan Narasi Bharada E Dibebaskan?
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.
Ikuti kami di media sosial: