Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Perang antara Hamas dan Israel sudah berlangsung lebih dari sebulan. Misinformasi dan disinformasi berupa video dan gambar terkait perang, juga masih membanjiri media sosial.
Lalu, bagaimana sebaiknya kita menyikapi hoaks di masa perang? Bolehkah kita berpihak kepada korban dengan menyebarkan informasi yang tidak akurat asalkan dengan niat baik?
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo
Prebunking Series (48)
Hindari 3 Bahaya Hoaks di Tengah Banjir Informasi Konflik Israel-Palestina
Sejak perang antara Hamas dan Israel pecah, video, gambar, dan liputan tentang serangan dan serangan balasan telah membanjiri platform media sosial. Banjir unggahan itu memberikan gambaran tertentu kepada orang-orang di seluruh dunia tentang perang tersebut.
Masalahnya, tidak semuanya benar. Sebab dalam bentuk dan dengan niat apapun, informasi yang buruk atau salah akan mengantarkan pada “pencemaran informasi”. Baik itu yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Sedikit atau banyak.
Tim Cek Fakta Tempo telah membongkar puluhan disinformasi yang berkaitan dengan perang tersebut. Sebagian berupa pencemaran informasi dengan persentase sedikit dalam bentuk menyesatkan maupun sebagian benar. Contohnya, bencana yang melanda Israel akibat serangannya ke Palestina ini atau pengiriman alutsista Amerika Serikat ke Israel ini.
Namun tak sedikit yang benar-benar berupa informasi yang 100 persen salah. Seperti narasi balita Palestina ditawan oleh tentara Israel, atau Masjid Al Aqsa yang tetap tegak berdiri meski diserang tentara Israel ini, atau kabar bohong polisi Israel mencekik anak-anak Palestina ini.
Peneliti di Pusat Filsafat dan Sejarah Ilmu Pengetahuan Universitas Boston, Lee McIntyre menegaskan bahwa “pencemaran informasi” dapat menyulitkan kita untuk membedakan mana antara fakta dan fiksi. Ini adalah bahaya pertama disinformasi yang merusak.
Kedua, selain membuat kebohongan bercampur dengan kebenaran, disinformasi bisa mencemari tingkat kepercayaan kita. “Disinformasi tidak hanya membuat Anda percaya bahwa sesuatu yang salah itu benar, tapi juga membuat Anda percaya bahwa sesuatu yang benar itu salah. Itulah racun yang disebarkan oleh disinformasi,” kata McIntyre. Artinya, disinformasi mengikis basis pengetahuan kita.
Bahaya ketiga, disinformasi juga mengikis kepercayaan kita kepada orang lain untuk mengatakan yang sebenarnya. “Karena terkadang disinformasi hadir dalam kemasan kecil yang rapi seperti teori konspirasi," ujarnya.
Perlu diingat, ada perbedaan mendasar antara kata “disinformasi” dan “misinformasi”. Disinformasi adalah kebohongan alias hoaks yang sengaja dibuat dan disebarkan, sedangkan misinformasi adalah ketidaksengajaan.
Keduanya, kata McIntyre, sering kali menjadi biang kerok dalam peristiwa-peristiwa di tengah masyarakat yang penuh ketegangan, seperti pemilihan presiden, perang, atau konflik.
Menurut McIntyre, bagian paling berbahaya dari disinformasi adalah bagaimana disinformasi dapat membuat kita sinis, karena hal ini bermain tepat di tangan para pemimpin otoriter. Aktor-aktor jahat memanfaatkan arus informasi yang membingungkan dan berbelit-belit ini untuk menggiring opini publik.
“Para otoriter senang menggunakan disinformasi karena mereka dapat meyakinkan Anda [untuk mempercayai narasi mereka]. Bahkan jika mereka tidak dapat meyakinkan Anda, para aktor jahat dan otoriter dapat menurunkan semangat dan membuat Anda merasa tidak ada gunanya melawan,” paparnya.
Maka, inilah pentingnya mengatakan suatu fakta adalah 100 persen fakta tanpa sedikitpun ternodai oleh kebohongan atau teori konspirasi.
Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab
Cek Fakta Pilihan
Benarkah Video yang Diklaim Polisi Israel Mencekik Anak Palestina?
Sebuah video beredar di platform Amazonaws dan Facebook yang diklaim menampilkan polisi Israel menginjak dan membenturkan kepala seorang anak Palestina ke lantai sebuah bangunan. Video memperlihatkan seorang polisi memegangi anak yang duduk di kursi, sementara seorang lainnya mengunci bocah lainnya di lantai. Anak yang terbaring di lantai dan lehernya dicekik itu mengucap syahadat. Narasi yang disertakan menyatakan bahwa polisi tersebut ialah polisi Israel yang mencekik anak Palestina hingga meninggal dunia. Peristiwa itu dikatakan terjadi pada hari Sabtu, saat terjadi protes di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Kota Yerusalem.
| Hasil Pemeriksaan fakta
Tempo memverifikasi klaim itu menggunakan layanan reverse image search dari mesin pencari Google dan Yandex. Ditemukan sejumlah keterangan terkait video yang memperlihatkan seorang pria berseragam mencekik seorang anak tersebut.
Video yang sama ditemukan di beberapa unggahan di internet, salah satunya di saluran YouTube media Swedia, SYDSVENSKAN, tertanggal 9 Februari 2015.
Waktunya Trivia!
Benarkah Video Penembakan Misil dari Yaman Menuju Israel?
Sebuah video dibagikan melalui akun Facebook dengan klaim rudal Yaman ditembakkan ke udara untuk menyerang Israel. Di waktu yang bersamaan, seseorang dalam video berteriak dalam bahasa Arab. Pengunggah video menuliskan keterangan sebagai berikut: ‘Serangan Yaman kepada Isra’il’.
| Bagaimana hasil pemeriksaan faktanya?
Ada Apa Pekan Ini?
Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Benarkah video jemaat gereja yang terdampak ledakan serangan Israel?
- Benarkah video yang memperlihatkan rumah sakit Al-Sadaqa di jalur Gaza dibom Israel?
- Benarkah Kedutaan Besar Palestina di Jakarta membuka rekening donasi?
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.
Ikuti kami di media sosial: