Halo pembaca,
Manuver politik setelah pemilihan umum 2024 makin riuh. Partai-partai pendukung calon presiden Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo bersiap mengajukan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat untuk membongkar kecurangan pemilu. Suara mereka di DPR hasil pemilu 2019 jauh lebih banyak dibanding anggota DPR dari partai pendukung Prabowo Subianto.
NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Persatuan Pembangunan menyatakan siap menggulirkan hak angket. Manuver politik ini coba diredam Presiden Joko Widodo. Ia mengundang Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh untuk tak meneruskan niat itu. Jika Jokowi berhasil menarik NasDem, gagasan hak angket tinggal angan-angan karena jumlah suara pendukungnya tak sampai separuh anggota DPR.
Jokowi sudah menemui Surya. Namun, hingga pekan lalu, Surya menyatakan masih harus menunggu penghitungan riil Komisi Pemilihan Umum. NasDem dan partai pendukung Anies masih berharap suara jagoan mereka terus naik sehingga menurunkan suara Prabowo yang kini masih bertengger lebih dari 56 persen. Jika suara Anies naik dan Prabowo turun, kesempatan pemilu babak kedua jadi terbuka.
Untuk membujuk NasDem agar tak menjadi motor hak angket, Jokowi juga mengajak partai pengusung Anies Baswedan ini bergabung dalam koalisi Prabowo setelah Oktober 2024. Jika berhasil, Prabowo akan mendapatkan suara mayoritas DPR—sama dengan koalisi Jokowi yang menguasai DPR.
Presiden Jokowi juga menugasi Prabowo menemui partai-partai yang kemungkinan mendukung hak angket. Prabowo bertemu dengan Susilo Bambang Yudhoyono, pendiri Partai Demokrat, partai yang kini dipimpin anaknya. Hasilnya, Jokowi melantik Agus Harimurti, Ketua Demokrat, masuk kabinet sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang.
Tak hanya meredam hak angket, Jokowi juga sibuk menyiapkan dan mengajukan orang-orang kepercayaannya masuk ke dalam kabinet Prabowo. Sejauh ini, tawaran itu masih belum bulat diterima lingkaran Prabowo. Politikus Gerindra, partai Prabowo, cemas Jokowi memegang kendali penuh dalam pemerintahan baru.
Agar cita-citanya terus berkuasa tercapai, Jokowi juga sedang berancang-ancang menguasai Partai Golkar. Sebagai kader PDI Perjuangan, yang berpisah jalan dalam mendukung calon presiden, Jokowi tak punya tangan partai. Kondisi ini membuatnya rentan jika ia pensiun dan tak memiliki kendaraan politik. Golkar, partai penguasa Orde Baru, salah satu partai yang paling mungkin ia kuasai.
Berhasilkah manuver-manuver Jokowi? Kami menyajikan cerita di balik lobi-lobi hak angket di edisi pekan ini. Selamat membaca.
Bagja Hidayat
Wakil Pemimpin Redaksi
Baca Selengkapnya di Majalah Tempo: