Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Masa kampanye Pemilu 2024 segera dimulai, tepatnya pada 28 November. Mis/disinformasi alias hoaks, biasanya juga semakin bertebaran lantaran para kandidat berlomba-lomba meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program, dan citra dirinya.
Tahukah Anda, bahwa hoaks akan menjelma dan menyesuaikan narasinya sesuai fase-fase dalam Pemilu? Apa saja fase-fase Pemilu dan jenis hoaks pada setiap fase itu?
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo
Prebunking Series (50)
Masa Kampanye Dimulai, Kenali Tipe-tipe Hoaks Selama Pemilu
Pemilu 2024 sudah di ujung mata. Kita tentu tidak ingin mengulang friksi atau memelihara residu kebencian yang disebarkan selama Pemilu 2019 silam. Satu hal yang bisa kita upayakan dalam meredam laju mis/disinformasi adalah mengenalinya dengan baik, agar kita tidak sampai terperdaya lagi.
Dalam buku “Gangguan Informasi, Pemilu, dan Demokrasi” oleh AJI Indonesia, topik hoaks bisa menjadi berbeda-beda berdasarkan fase Pemilu yang sedang berjalan. Terdapat tiga fase dalam Pemilu, yaitu Fase Kampanye, Fase Hari Pemungutan Suara, dan Fase Pasca-Pemungutan Suara. Fase-fase ini membawa ciri khas topik pantauan yang berbeda-beda pula.
Selama Fase Kampanye, narasi yang biasanya beredar adalah narasi yang cenderung mendiskreditkan lawan dan bermuatan ujaran kebencian. Contohnya saat Pemilu 2019 lalu, hoaks soal server KPU yang diatur demi kemenangan salah satu kandidat, beredar di media sosial.
Unggahan yang dibagikan oleh akun Aras Mytha, 3 April 2019, tentang KPU yang diatur memenangkan Joko Widodo.
Informasi-informasi salah selama masa kampanye, juga sengaja dibuat untuk membingungkan pemilih. Misalnya, hoaks menyasar informasi seputar syarat-syarat mencoblos, yang kemudian dibumbui dengan narasi lain seperti pengerahan Tenaga Kerja Asing (TKA) dari Cina untuk mencoblos dan memenangkan kandidat tertentu.
Apapun fasenya, mis/disinformasi selalu menggunakan senjata 3 basis narasi yang didaur ulang. Pertama, Anda akan menemukan hoaks yang berbasis paham/ideologi. Aktor jahat sangat memahami kebiasaan masyarakat Indonesia yang mudah tersulut emosi dengan narasi Komunisme atau isu kebangkitan PKI. Kedua, Anda juga akan menemui hoaks menggunakan basis rasisme yang menyinggung suatu etnis. Termasuk ketiga, hoaks berbasis agama/keyakinan.
Makanya, jangan heran dan tergesa percaya jika mendapati informasi suatu kandidat–siapapun itu–yang dilabeli “keturunan etnis X”, “aslinya berkewarganegaraan Y”, atau “aslinya beragama/kepercayaan Z”. Karena narasi-narasi seperti itu, sengaja didaur ulang menyesuaikan kepentingan si aktor jahat.
Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab
Cek Fakta Pilihan
Benarkah Pemberantasan Demam Berdarah Dengue dengan Metode Wolbachia adalah Upaya Genosida?
Sebuah video beredar di WhatsApp dan Facebook [arsip] yang disertai klaim bahwa program pemberantasan demam berdarah dengue (DBD) dengan metode Wolbachia adalah upaya genosida. Narasi itu disertai video yang menampilkan seorang pria yang disebut bernama Prof. Richard Claproth. Pria itu mengatakan pengendalian demam berdarah dengan metode Wolbachia di Bali adalah bagian dari upaya depopulasi manusia. Dia mengklaim program tersebut akan menimbulkan berbagai penyakit, sementara vaksinnya baru akan tersedia tahun 2025, sehingga banyak orang akan menjadi korban.
| Hasil Pemeriksaan fakta
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan Wolbachia adalah bakteri simbiosis yang terjadi secara alami pada banyak serangga. Meskipun Wolbachia tidak ditemukan secara alami pada aedes aegypti, namun telah berhasil ditransfer ke dalam jenis nyamuk tersebut dan terbukti mengurangi penularan berbagai virus termasuk demam berdarah, Zika, chikungunya, dan demam kuning. Sejumlah negara telah menyatakan metode Wolbachia aman.
Waktunya Trivia!
Benarkah Pernyataan CEO Pfizer tentang Agenda Depopulasi Dunia?
Potongan video berdurasi 24 detik menampilkan CEO Pfizer Albert Bourla menyebut agenda mengurangi populasi (depopulasi) dunia hingga 50 persen pada 2023, menyebar di Twitter atau X. Dalam klip itu, Albert Bourla tengah berbicara di World Economic Forum (WEF). Video yang diunggah pada 16 November 2023 itu memuat narasi: “Agenda depopulasi adalah hoax/teory konspirasi? Penjelasan Dirut Pfizer di WEF dalam video. Rezim Indonesia menjalankan agenda ini, Anies adalah capres yang paling dekat sama WEF”.
| Bagaimana hasil pemeriksaan faktanya?
Ada Apa Pekan Ini?
Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Benarkah melunakkan daging bisa menggunakan pil Bodrex?
- Benarkah Australia serang Indonesia karena bantu Palestina?
- Benarkah Badan Kriptozologi dibentuk dan pantau seluruh aktivitas ponsel?
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.
Ikuti kami di media sosial: