TEMPO.CO, Jakarta - Halo pembaca,
Makin terkuak apa yang terjadi di balik putusan Mahkamah Konstitusi soal syarat calon presiden dan wakil presiden. Rupanya, apa yang kami tulis di edisi Skandal Mahkamah Keluarga belum sepenuhnya merangkum cerita dramatis di balik peristiwa itu. Maka edisi kali ini kami melengkapinya, seiring putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi pada 7 November 2023.
MKMK telah memutuskan Ketua MK Anwar Usman bersalah. Ia melanggar kode etik hakim. Tak hanya karena ia paman Gibran Rakabuming Raka, Anwar juga ternyata mempengaruhi hakim lain agar menerima gugatan atas Pasal 169 huruf q dalam UU Pemilu itu. Anwar membujuk para hakim agar mau menerima frase tambahan “pernah terpilih menjadi kepala daerah”.
Akibat frasa tambahan itu—yang sebetulnya kewenangan legislatif—Gibran jadi cukup syarat menjadi calon wakil presiden. Ia pun memakai putusan tersebut segera mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum menjadi pendamping Prabowo Subianto.
Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman jelas melarang hakim dilarang mengadili perkara yang berkaitan dengan keluarganya. Anwar Usman pasti tahu pasal ini. Ia penulis buku “Independensi Hakim”. Independensi hakim adalah ruh penegakan hukum. Tapi alih-alih abstain dalam sidang MK, ia aktif membujuk hakim lain agar turut dengan keinginanannya.
Wajar saja MKMK memecatnya dari kursi Ketua MK. Tapi satu anggota MKMK memintanya dipecat secara tidak hormat dari MK. Artinya, ia juga harus dipecat sebagai hakim. Sebab, pelanggarannya tak berampun dan termaafkan. Supremasi negara hukum runtuh di tangan Anwar Usman.
Putusan itu juga merusak demokrasi karena membuka jalan politik dinasti Jokowi. Dalam demokrasi, setiap peserta harus berada di posisi yang sama. Gibran tentu punya keistimewaan karena ia anak Presiden. Jokowi bisa mengerahkan alat negara untuk memenangkannya. Itu sudah terlihat dengan pelbagai surat dan aktivitas polisi yang mencopot poster kandidat lain di banyak tempat.
Anehnya, parta-partai pendukung Prabowo Subianto juga tak menyoal posisi Gibran yang bermasalah. Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, presiden ke-6, tahu bahwa putusan MK membahayakan demokrasi tapi ia tak menarik dukungan dari Prabowo-Gibran. Dukungan partai-partai itu menandakan partai kita juga sudah rusak karena hanya memburu kekuasaan, bukan berkuasa untuk memperjuangkan nilai-nilai.
Mungkin Anda Lelah membaca berita politik yang makin tak karuan hari-hari ini. Kami menyajikan banyak artikel lain di edisi ini. Ada resensi film Killers of the Flower Moon tentang kisah nyata pembunuhan Indian Osage tahun 1920-an, tentang jebakan utang Cina dalam proyek kereta cepat, hingga pencucian uang emas impor Si Manusia Banyak Harta asal Pontianak.
Selamat membaca,
Bagja Hidayat
Redaktur Eksekutif
Drama Pemecatan Anwar Usman dari Kursi Ketua Mahkamah Konstitusi
MKMK sempat bersepakat memecat Anwar Usman sebagai hakim. Benarkah ada "tanda terima kasih" setelah putusan Mahkamah Konstitusi.
Siapa Bintan Saragih yang Ingin Anwar Usman Dipecat Tidak Hormat
Bintan Saragih meminta pemeriksaan hakim konstitusi digelar tertutup. Pernah ikut menjatuhkan sanksi ringan untuk Arief Hidayat.
Bagaimana Prabowo-Gibran Meredam Isu Dinasti Politik Jokowi
Kubu Prabowo-Gibran telah memperhitungkan pemecatan Anwar Usman sebagai Ketua MK. Berupaya menepis isu dinasti Jokowi.
Perjalanan Gibran Rakabuming Raka Jadi Cawapres
Mahkamah Konstitusi meloloskan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden.
Cerita Erry Riyana Bertemu Jokowi Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi