TEMPO.CO, Jakarta - PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) merampungkan pembelian saham perusahaan pesaingnya, PT Jembatan Nusantara, pada akhir Februari lalu. Nilainya Rp 1,3 triliun, menurut data Kementerian Badan Usaha Milik Negara. Dengan begitu, ASDP menguasai 100 persen saham Jembatan Nusantara berikut 53 kapal yang mereka kelola.
Dengan akuisisi ini, jumlah kapal feri ASDP menjadi 219 unit. Ini perusahaan dengan armada kapal terbanyak di kalangan pelaku industri jasa penyeberangan nasional. ASDP pun mengoperasikan sejumlah trayek strategis di Jawa, Bali, hingga ke kawasan Indonesia timur.
Persoalannya akuisisi saham ini bisa merepotkan ASDP di kemudian hari. Tak hanya mendapatkan kapal, ASDP juga harus menanggung utang Jembatan Nusantara sebesar Rp 116,2 miliar yang bakal jatuh tempo pada Desember tahun ini. Beban ini belum termasuk utang Rp 83 miliar yang harus dibayarkan dari hasil pembelian saham perusahaan itu.
Masalah lain adalah kapal-kapal Jembatan Nusantara yang tidak sepenuhnya prima. Dari 53 kapal, hampir semuanya berusia di atas 20 tahun. Bahkan ada 30 kapal yang tak bisa berlayar karena rusak atau izin trayeknya kedaluwarsa. Dengan kondisi itu, harga pembelian ASDP diduga kemahalan.
Pertanyaannya, mengapa proses akuisisi ini lolos dari pengawasan Kementerian BUMN? Apalagi utang Jembatan Nusantara berasal dari BRI, bank BUMN juga. Kami mengulasnya pekan ini. Selamat membaca
Fery Firmansyah
Redaktur Utama
Borong Kapal Raja Lintasan
ASDP membeli saham perusahaan jasa penyeberangan pesaingnya, PT Jembatan Nusantara. Ada dugaan harganya kemahalan.
Angkat Sauh ke Lintasan Jarak Jauh
Bagaimana ASDP meluaskan sayap bisnis di bisnis jasa penyebarang laut.
OPINI
Restu Ganjil Akuisisi Perusahaan Limbung
Selain ASDP, perusahaan negara juga pernah membeli saham perusahaan lain yang performanya tidak bagus. Untuk apa ASDP membeli saham Jembatan Nusantara?
SINYAL APASAR
Petuah Powell di Jackson Hole
Pemerintah akhirnya menaikkan harga BBM bersubsidi. Bagaimana agar inflasi terjaga?