Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Kebebasan menggunakan internet dan mudahnya membuat identitas diri di media sosial menjadi celah masuknya pelaku catfishing. Pelaku catfishing juga biasa memanfaatkan keterbukaan korban dalam mengumbar data pribadi di internet.
Dalam nawala ini, Tempo telah memeriksa pula sejumlah klaim dan menayangkan hasil pemeriksaan terhadap klaim tadi di kanal Cek Fakta Tempo. Klaim yang mendominasi pekan ini adalah klaim terkait coronavirus disease 2019 (Covid-19).
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo MediaLab
Mengenal Catfishing dan Cara Menghindarinya
Kebebasan internet memungkinkan siapa saja untuk membuat identitasnya sendiri, sehingga siapa pun dapat menjadi karakter apa pun yang diinginkan secara daring. Sayangnya hal ini bisa menjadi celah penipuan terjadi. Salah satunya, catfishing.
Catfishing adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penipuan yang menggunakan identitas online palsu untuk mengelabui korban. Biasanya, penipu menggunakan foto dan informasi orang lain untuk menciptakan persona online yang dapat dipercaya. Lalu, memikat korban untuk selanjutnya korban dijebak dalam berbagai penipuan, bahkan bisa berujung pada tindakan kriminal.
Contoh catfishing yang belakangan marak terjadi antara lain, telepon atau pesan yang mengaku sebagai teman, keluarga, atau rekan kerja dan mengaku menggunakan nomor lain karena sedang dalam kondisi darurat dan membutuhkan bantuan. Setelah anda percaya, pelaku akan mulai meminta sejumlah uang.
Selain itu, risiko tinggi menjadi korban catfishing biasa ditemukan dalam aplikasi kencan daring. Sebuah studi menyatakan, 65 persen dari total 18 ribu responden di 27 negara, termasuk Indonesia, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap aplikasi kencan. Mirisnya, 15 persen dari total responden melaporkan bahwa mereka pernah mengalami penipuan dengan modus catfishing.
Aktivis Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) Bentang Febrylian menyebutkan bahwa catfishing sebetulnya bisa dikenali atau diidentifikasi lebih awal. Pasalnya, pelaku catfishing cenderung akan menolak melakukan video call atau pertemuan tatap muka.
“Perilaku seperti itu untuk melindungi identitasnya agar tidak terbongkar. Jadi, korban tidak akan tahu wajah pelaku catfishing yang sebenarnya,” ujar Bentang.
Namun, jika kita sudah terlanjur berkomunikasi secara intens dengan pelaku catfishing, penting bagi kita untuk tidak mengungkapkan informasi pribadi apapun kepadanya. Termasuk akun media sosial, karena hal itu bisa membuka jalan bagi mereka untuk dapat mengakses semua informasi tentang dirimu.
Menanggapi maraknya penipuan online catfishing menjadi perhatian Kementerian Komunikasi dan Informatika, yang kini mulai melakukan edukasi untuk melawannya melalui Gerakan Nasional Literasi Digitalisasi.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo Semuel Abrijani mengatakan, Gerakan Nasional Literasi Digital akan meningkatkan kapasitas masyarakat terkait dengan keterampilan digital. Serta memberikan pemahaman terkait rambu-rambu dan aturan di ruang digital demi menjaga keamanan diri saat beraktivitas daring.
“Supaya data pribadi kita tidak mudah dicuri orang,” kata Semuel.
Waktunya Trivia!
Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini yang mungkin luput dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.
WhatsApp Akan Izinkan Pengguna Bikin Polling dalam Obrolan Grup. Fitur ini sudah tersedia di aplikasi obrolan saingannya, Telegram, dan bahkan Twitter, yang memungkinkan pengguna membuat polling dan memungkinkan orang lain untuk memilih dan melihat hasilnya juga. Kini, tampaknya WhatsApp berencana untuk ikut meluncurkan fitur ini ke penggunanya.
YouTube Hentikan Layanan Berbayar di Rusia, PlayStation dan Nintendo Ikut Boikot. Langkah yang diambil Alphabet Inc ini merupakan tindak lanjut dari sanksi yang dikenakan negara-negara Barat terhadap Rusia karena mereka menyerang Ukraina. Beberapa waktu lalu, Google dan YouTube mengumumkan berhenti menjual iklan online di Rusia. Tidak hanya Google, sebelumnya, media sosial arus utama seperti Twitter dan Snapchat juga melakukan pembatasan akses untuk pengguna di Rusia. Sementara itu, Sony Interactive Entertainment dan Nintendo Co Ltd mengumumkan mereka menangguhkan pengiriman perangkat lunak dan keras game ke Rusia karena negara tersebut menyerang Ukraina.
Logo YouTube. (youtube.com)
Sebuah kelompok peretas yang baru-baru ini mencoba memeras Nvidia agar GPU-nya melakukan fungsi penambangan cryptocurrency lebih cepat kini membidik Samsung. Hasilnya, pelanggaran data besar-besaran yang berisi beberapa item diretas, seperti source code untuk bootloader, termasuk semua source code yang digunakan dalam mengotorisasi dan mengautentikasi akun, dan algoritma untuk semua operasi pembukaan kunci biometrik perusahaan. Setidaknya ada 190 GB file diedarkan melalui torrent. Samsung mengatakan bahwa tidak ada informasi pribadi yang hilang dalam pelanggaran data dan tidak mengharapkan pelanggan terkena dampaknya.
Media sosial disalahgunakan di arena politik Kenya. Lanskap informasi di Afrika—seperti di tempat lain di dunia—telah berkembang secara eksponensial selama dekade terakhir. Proliferasi media platform, termasuk Facebook, Twitter dan YouTube, telah berperan menciptakan ruang debat baru. Di Kenya, misalnya, media sosial telah berubah menjadi medan pertempuran baru yang kuat dalam politik elektoral. Praktik disinformasi dan misinformasi, terutama pada waktu pemilu di Kenya, kini menggunakan media sosial sebagai cara yang lebih mudah dan cepat mendistribusikannya dalam skala besar dengan memanfaatkan fasilitas anonimitas.
Sejumlah perusahaan teknologi Amerika Serikat (AS) terus memberikan bantuannya kepada Ukraina, pasca negara tersebut diinvasi oleh Rusia. Terbaru, Google resmi menggelontorkan fitur peringatan serangan udara (Air Raid Alerts) ke seluruh ponsel dengan sistem operasi (OS) Android yang ada di Ukraina. Fitur ini memungkinkan warga Ukraina untuk meningkatkan kewaspadaannya agar bisa segera menyelamatkan diri, apabila wilayah atau tempat tinggalnya menjadi target aneka serangan udara yang dilancarkan Rusia. Fitur ini juga bakal bekerja secara bersamaan dengan sistem pemantau serangan udara yang sudah dimiliki Ukraina.
Periksa Fakta Sepekan Ini
Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial kembali didominasi oleh klaim terkait vaksinasi Covid-19. Meski begitu, tetap ada klaim terkait konflik Rusia dan Ukraina seperti pekan sebelumnya. Buka tautannya ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Sebagian Benar, Video yang Diklaim perang Rusia Ukraina
- Keliru, Klaim Laporan Palsu Televisi Ukraina soal Kematian akibat Invasi Rusia
- Menyesatkan, FDA sembunyikan dokumen vaksin Covid-19 Pfizer hingga 75 tahun
- Keliru, Surat Edaran BNPB Cabut Status Pandemi Covid-19
- Keliru, Video Dinkes Banten Kesulitan Vaksinasi Covid-19 Terhadap Anak Baduy Luar Karena Dibekali Ilmu Kebal
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini.
Ikuti kami di media sosial: