Selamat memasuki tahun 2022.
Akhir November lalu dunia dikejutkan oleh munculnya varian baru Covid-19. Dalam waktu singkat, galur bernama Omicron (baca: ah-muh-kraan, abjad ke-15 Yunani) itu menyebar ke berbagai penjuru. Indonesia pun tak luput dari serangan tersebut. Hingga 1 Januari 2022, tercatat 136 kasus infeksi Omicron.
Kami menerima informasi bahwa penyebab merebaknya Omicron karena karantina yang longgar. Ini mengkonfirmasi apa yang kami cemaskan dalam liputan edisi 18 Desember 2021 yang mengungkap katebelece Satgas Covid-19 kepada pejabat, pesohor, dan mereka yang bisa menyuap agar tak perlu karantina sepulang dari luar negeri.
Pemerintah lalu memperketat dispensasi karantina mandiri untuk para pejabat. Pintunya hanya satu: Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Pandjaitan. Menteri Luhut mencoret sejumlah nama yang dianggap tidak layak mendapat keistimewaan. Tapi kita tidak tahu siapa yang diloloskan.
Varian Omicron memang tak mengakibatkan gejala separah delta, meski mutasinya 4-5 kali lipat. Infeksi dan vaksinasi yang membuat Omicron tak mematikan. Survei serologi Kementerian Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri 31 Desember 2021 menunjukkan lebih dari 85 persen penduduk berusia 1 tahun ke atas telah memiliki antibodi SARS-CoV-2.
Studi-studi ilmiah, misalnya peneliti Universitas Cape Town Afrika Selatan, juga menunjukkan antibodi dari infeksi dan vaksinasi membuat sel T bekerja lebih optimal. Sel T adalah kekuatan antibodi yang diproduksi organ tulang dada. Infeksi pada SARS pertama 2003 bahkan masih bisa mengenali varian Omicron.
Tapi naiknya antibodi tak berkaitan dengan manajemen pandemi. Pemerintah tetap saja pontang-panting mengantisipasi penularan Omicron meski sudah siap sejak varian ini ditemukan akhir November di Botswana dan Afrika Selatan.
Manajemen yang amburadul itu, misalnya, ditunjukkan oleh kurangnya peralatan dan reagen untuk tes PCR. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyambangi sejumlah negara untuk mendapatkan peralatan dan reagen yang diperebutkan oleh banyak negara.
Kami juga menurunkan laporan soal kelabakannya Rumah Sakit Darurat Penanganan Covid-19 Wisma Atlet menghadapi Omicron. Wisma Atlet sempat lock down setelah kasus pertama Omicron terdeteksi di sana. Kondisi itu mendorong pengelola Wisma Atlet memperbaiki prosedur untuk mencegah penularan Omicron.
Pada edisi kali ini, kami juga mereportasekan geliat mantan narapidana terorisme menghapus stigma dan memperbaiki ekonomi keluarga. Ada yang mampu membuka kafe. Ada pula yang berjualan di dalam penjara.
Desk hukum menurunkan laporan soal tarik-ulur rancangan peraturan pemerintah soal keamanan laut. Ada tarik menarik kepentingan dalam patroli laut. Sentralisasi koordinasi ini ditujukan untuk mencegah kebocoran pajak akibat pungli di laut yang mencapai Rp 5,5 triliun setahun.
Kami juga menurunkan laporan soal maraknya kasus bunuh diri di kalangan remaja. Fenomena apa?
Selamat membaca.
Stefanus Pramono
Redaktur Pelaksana
LAPORAN UTAMA
Mengapa Pemerintah Kewalahan Mencegah Omicron
Alat tes dan reagen mendeteksi Omicron tidak siap. Kendati tak mematikan, Omicron tetap perlu diwaspadai. Mengapa kacau terus?
Cara Mendeteksi Omicron
Gen S dalam SARS-Cov-2 Omicron tak terdeteksi. Perlu mengurutkan seluruh genom.
Kalang Kabut Omicron
Bagaimana pemerintah tak siap sejak Omicron pertama terdeteksi masuk ke Indonesia. Apa yang disiapkan?
Wawancara Menteri Kesehatan
Apa yang dia siapkan? Apa strategi pemerintah menangkal penyebaran Omicron?
Awal Mula Omicron
Bagaimana pemerintah meloloskan pejabat dan pesohor dari kewajiban karantina sehingga Omicron meledak.
ARTIKEL LAIN
Kisah Napi Terorisme
Setelah insaf mereka bersiap kembali ke masyarakat. Cerita bagaimana mereka hidup kembali normal.
Tarik Ulur Mengamankan Laut
Pemerintah hendak memusatkan pengamanan laut di Bakamla. Ada tarik-menarik kepentingan.
Bunuh Diri Remaja
Mengapa marak? Apa yang terjadi pada anak-anak dan remaja kita?
Gurihnya Bisnis Karantina
Pemerintah mempertegas karantina dari luar negeri. Jadi bisnis gurih.