TEMPO.CO, Jakarta - Ada gejala umum di Indonesia: ketika penegak hukum mengusut sebuah perkara, mereka yang terlibat segera kasak-kusuk coba meredamnya. Alih-alih bersiap menangkal pengusutan dengan fakta-fakta untuk bersama-sama mengungkap kebenaran, para terduga sebuah tindak kejahatan coba menghentikan penyelidikan dengan segala cara. Bahkan dengan suap dan lobi-lobi kekuasaan atau istana.
Itu yang terjadi dengan dugaan korupsi BTS Kominfo atau Kementerian Komunikasi dan Informatika. Proyek pengadaan senilai Rp 28,3 triliun itu diduga diselewengkan. Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan menemukan banyak menara BTS tak ada di lapangan padahal anggarannya sudah cair. BPKP menghitung kerugiannya lebih dari Rp 8 triliun.
Kejaksaan Agung mulai menelisik perkara ini pada pertengahan tahun lalu. Dari beberapa saksi yang diperiksa, dugaan korupsi tercium tajam dan melibatkan banyak orang penting di parpol, bahkan mereka yang wara-wiri di dekat para penguasa.
Pucuk dicita ulam pun tiba. Kasus ini menandai pertarungan politik menjelang pemilihan presiden 2024. Partai NasDem paling awal mendeklarasikan calon presiden. Partai yang dipimpin taipan media Surya Paloh ini mengusung mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sejak awal, Anies tak mendapat dukungan Presiden Joko Widodo yang berhasrat menentukan siapa penggantinya setelah 2024.
Jadilah kasus menara BTS ini diusut karena Menteri Komunikasi berasal dari Partai NasDem. Tapi, apa lacur, orang yang terlibat tak hanya dari NasDem. Seperti diulas dalam laporan utama pekan ini, mereka yang terlibat dalam pembangunan menara BTS di daerah terpencil berasal dari multipartai. Beragam-ragam. Bahkan perusahaan Happy Hapsoro, suami Ketua DPR Puan Maharani dari PDI Perjuangan, turut serta.
Pengusutan dugaan korupsi menara BTS ini mungkin seperti membunuh nyamuk dengan raket listrik. Sekali melayang banyak nyamuk yang terjaring. Meski dari PDI Perjuangan, Presiden Jokowi makin condong mendukung mantan rival yang jadi menterinya, Prabowo Subianto dari Gerindra, bukan koleganya satu partai, Ganjar Pranowo.
Aspek politik di balik pengusutan dugaan korupsi menara BTS tak bisa diabaikan. Sebagai pembayar pajak Anda pasti senang jika para politikus bergelut dan saling buka borok masing-masing. Saling buka-bukaan penting untuk mengingatkan kita punya pekerjaan rumah besar memberantas korupsi yang menghambat Indonesia menjadi negara maju. Apalagi, gejalanya kini makin kronis: mereka yang terlibat korupsi coba menutupnya dengan suap. Korupsi ditutup dengan korupsi.
Semoga akhir pekan Anda tetap menyenangkan kendati Indonesia makin terlihat suram.
Salam hangat,
Bagja Hidayat
Redaktur Eksekutif
Lapis Kejahatan Korupsi Menara BTS