- Riset terbaru sebuah kelompok hak asasi manusia menemukan sekelompok kecil orang di Facebook memegang peran kunci dalam peredaran narasi hoaks seputar Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2020. Sebanyak 25 akun teratas yang menyebarkan misinformasi menyumbang sekitar 28 persen dari 77 juta interaksi yang didapatkan oleh misinformasi tersebut. Akun yang menduduki puncak daftar adalah Presiden Donald Trump.
- Kementerian Kesehatan baru saja menggelar survei tentang penerimaan vaksin Covid-19 oleh masyarakat Indonesia. Menurut survei itu, dua pertiga responden bersedia menerima vaksin Covid-19. Namun, kelompok yang cenderung menerima vaksin Covid-19 adalah yang menerima lebih banyak informasi tentang vaksin. Artinya, pemerintah perlu lebih giat dan masif menyebarkan informasi terkait vaksin Covid-19.
Halo pembaca nawala CekFakta Tempo! Pilpres AS 2020 memang sudah berakhir. Tapi, di media sosial, masih ramai beredar klaim-klaim palsu yang menuduh terjadinya kecurangan dalam pilpres tersebut. Menurut sebuah riset terbaru oleh Avaaz, kelompok hak asasi manusia global, aktor yang berperan penting dalam penyebaran hoaks soal Pemilu AS adalah calon petahana, Presiden Donald Trump. Anak Trump serta para tokoh konservatif juga masuk dalam daftar pengedar misinformasi seputar pemilu tersebut.
Apakah Anda menerima nawala edisi 27 November 2020 ini dari teman dan bukan dari email Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Nawala edisi ini ditulis oleh Angelina Anjar Sawitri dari Tempo Media Lab.
LINGKARAN TRUMP DALAM HOAKS PEMILU AS
Penelitian terbaru Avaaz, kelompok hak asasi manusia internasional, menunjukkan sekelompok kecil orang, dengan pengaruh yang besar di media sosial, berperan sentral dalam penyebaran narasi soal kecurangan Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2020. Kelompok ini, menurut laporan The New York Times, adalah superspreader misinformasi seputar pemilu, mulai dari masuknya warga yang telah meninggal dalam daftar pemilih, gangguan teknis pada mesin pemungutan suara, hingga penghitungan surat suara yang tidak dilakukan dengan benar.
“Karena bantuan algoritma Facebook, superspreader ini mampu mengarahkan wacana,” kata direktur Avaaz, Fadi Quran. “Sering kali, ada anggapan bahwa misinformasi atau rumor menyebar begitu saja. Superspreader ini menunjukkan bahwa ada upaya yang disengaja untuk mendefinisikan ulang narasi publik,” ujar Quran menambahkan.
Avaaz menemukan 25 akun Facebook yang paling banyak menyebarkan misinformasi Pemilu AS bertanggung jawab atas 28 persen dari sekitar 77 juta interaksi yang didapatkan oleh seluruh misinformasi pemilu tersebut. Akun yang menduduki puncak daftar itu adalah Presiden Trump, disusul oleh tokoh-tokoh sayap kanan, yakni Dan Bongino, Mark Levin, Diamond and Silk, dan David J. Harris Jr.
Menurut riset Avaaz, unggahan publik di Facebook yang berisi narasi “Hentikan Pencurian (dalam Pemilu)” juga mendapatkan sekitar 3,5 juta interaksi, termasuk likes, shares, dan komentar, selama seminggu setelah 3 November, tanggal digelarnya Pilpres AS 2020. Dari angka itu, akun Eric Trump, anak ketiga Donald Trump, serta akun milik tokoh-tokoh konservatif, Brandon Straka dan Diamond and Silk, menyumbang interaksi yang tinggi, sekitar 6 persen atau 200 ribu interaksi.
Menanggapi riset Avaaz, juru bicara Facebook mengatakan bahwa perusahaannya telah memberikan label terhadap unggahan yang salah mengartikan proses pemilu dan mengarahkan pengguna ke pusat informasi pemungutan suara. Tapi Facebook belum mengomentari mengapa akun yang berulang kali membagikan hoaks, seperti akun milik Straka dan Diamond and Silk, belum dihukum. Terkait akun Trump dan pejabat lainnya, Facebook sebelumnya menyatakan bahwa akun-akun itu diberikan status khusus dan tidak akan dicek faktanya.
Menurut laporan Newsweek, Facebook dan Twitter memang terus menyematkan label misinformasi pada unggahan Trump. Namun, interaksi atas unggahan Trump tetap berkembang pesat. Bahkan, sebuah unggahan Trump pekan ini menarik lebih dari 1 juta interaksi. Data peneliti disinformasi di organisasi advokasi MoveOn, Natalie Martinez, menunjukkan interaksi unggahan Trump meroket antara akhir Oktober dan awal November, yang puncaknya terjadi pada 8-14 November dengan rata-rata lebih dari 430 ribu interaksi per unggahan.
Kepala Biro Associated Press Washington, Julie Pace, menulis serangan Trump lewat klaim palsu seputar Pilpres AS memungkinkan dirinya menebarkan ketidakpuasan dan keraguan di antara para pendukungnya serta menciptakan kesan palsu bahwa ia merupakan korban pemilu yang curang. “Ini tidak akan membuat Trump tetap menjabat. Tapi ini bisa merusak upaya Presiden AS yang baru, Joe Biden, untuk menyatukan bangsa. Ini juga menguntungkan langkah Trump selanjutnya,” kata Pace.
Menurut Pace, kekacauan dan kebingungan yang terjadi bukanlah produk sampingan dari strategi Trump setelah kekalahannya dari Biden. Kekacauan dan kebingungan adalah strateginya. Efek dari strategi Trump itu sudah mulai terlihat. Jajak pendapat Monmouth University pada 18 November menunjukkan 77 persen pendukung Trump menganggap kemenangan Biden disebabkan oleh penipuan, meskipun banyak bukti yang menunjukkan sebaliknya.
Pemilu AS memang sudah berakhir. Tapi daya pikat teori konspirasi, video yang menyesatkan, dan kebohongan online akan terus bertahan. Para ahli menyatakan penyebar misinformasi akan terus berkembang bahkan ketika perusahaan media sosial mengambil langkah-langkah yang lebih agresif terhadap mereka. “Misinformasi akan tetap kuat dalam politik Amerika,” kata Josh Pasek, profesor University of Michigan sekaligus pakar misinformasi dan komunikasi politik.
Salah satu alasan utamanya, dengan turunnya Trump dari kekuasaan, banyak pendukungnya yang bakal semakin bersemangat untuk menyebarkan konten yang melemahkan Biden. “Kekuatan yang membuat misinformasi Trump menjadi strategi yang efektif baginya tidak akan hilang,” ujar Brendan Nyhan, ilmuwan politik Dartmouth College. “Insentif yang sama akan dinikmati oleh politikus, jaringan berita kabel, dan situs partisan untuk menciptakan misinformasi. Mereka akan memiliki audiens yang lebih reseptif karena informasi negatif tentang pemerintahan Biden akan menjadi lebih menarik.”
MENGENAL VAKSIN COVID-19
Bagian ini ditulis oleh Siti Aisah, peserta Health Fellowship Tempo yang didukung oleh Facebook.
Kementerian Kesehatan dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) menggelar survei nasional tentang penerimaan vaksin Covid-19 terhadap lebih dari 115 ribu responden di 34 provinsi pada 19-30 September 2020. Hasil survei menunjukkan dua pertiga responden bersedia menerima vaksin Covid-19. Namun, kelompok yang cenderung akan menerima vaksin Covid-19 merupakan kelompok yang menerima lebih banyak informasi tentang vaksin. Ini menunjukkan bahwa dibutuhkan penyebaran informasi yang lebih masif dan akurat tentang vaksin Covid-19. Adapun dari tujuh persen responden yang menolak, faktor keamanan, efektivitas, serta kehalalan menjadi pertimbangan mereka.
- Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporannya yang berjudul “Landscape on Covid-19 Vaccine” pada 12 November 2020, saat ini, terdapat 48 kandidat vaksin Covid-19 yang berada dalam tahap uji klinis. Dari 48 kandidat itu, sebanyak 11 kandidat sudah memasuki tahap uji klinis fase 3 atau fase terakhir dari proses pengembangan vaksin. Kesebelas kandidat vaksin Covid-19 itu di antaranya adalah Sinovac, CanSino Biological Inc./Beijing Institute of Biotechnology, dan Moderna/NIAID.
- Vaksin Sinovac sedang dalam proses uji klinis fase 3 di lima negara, termasuk Indonesia. Mengingat kebutuhan vaksin yang mendesak, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memberikan fleksibilitas terkait penerbitan izin edar vaksin Covid-19 dengan mengeluarkan izin penggunaan vaksin dalam kondisi darurat atau Emergency Use Authorization (EUA). Syarat pemberian EUA adalah vaksin harus sudah memiliki data uji klinis fase 1 dan uji klinis fase 2 secara lengkap, serta data analisis interim uji klinis fase 3 untuk menunjukkan khasiat dan keamanannya.
- Data awal perusahaan Amerika Serikat Moderna menunjukkan efektivitas vaksin Covid-19 buatannya mencapai hampir 95 persen. Moderna berharap sebanyak 1 miliar dosis vaksin bakal tersedia tahun depan. Pada 17 November 2020, Inggris mengumumkan, mulai musim semi, mereka akan memiliki 5 juta dosis vaksin Moderna. Efek seperti kelelahan, sakit kepala, dan nyeri dilaporkan terjadi pada beberapa penerima vaksin. “Ini adalah efek normal vaksin yang sedang bekerja untuk memicu respon kekebalan yang baik," kata Peter Openhaw, profesor Imperial College London.
- Pada 16 November, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom mengatakan vaksin tidak akan mengakhiri pandemi Covid-19. Menurut ahli, menjaga jarak dan menggelar tes Covid-19 perlu dilanjutkan dalam beberapa waktu ke depan. WHO pun khawatir bahwa vaksin bakal sulit dikelola atau disimpan di negara-negara miskin. Vaksin Pfizer misalnya, butuh wadah penyimpanan bersuhu -70 derajat Celcius atau lebih rendah agar tetap efektif. Sementara vaksin Moderna dapat dibekukan pada suhu -20 derajat Celcius hingga 6 bulan. Vaksin Moderna ini dianggap akan lebih cocok untuk negara-negara miskin.
- Dengan adanya satu atau lebih vaksin Covid-19 yang tersedia sebelum akhir tahun, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) bekerja sama dengan Departemen Kesehatan untuk menyusun rencana vaksinasi dengan memperhatikan beberapa hal, di antaranya: keamanan vaksin Covid-19 menjadi prioritas utama; vaksin Covid-19 dapat digunakan di bawah EUA dari Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA); dan, jika pasokan terbatas, beberapa kelompok akan direkomendasikan untuk mendapatkan vaksin Covid-19 terlebih dahulu.
- Jenderal Gustave Perna, pemimpin Operation Warp Speed untuk pendistribusian vaksin Covid-19 ke seluruh AS, mengatakan vaksin akan segera didistribusikan ke masyarakat dalam waktu 24 jam setelah FDA memberikan izin. Pekan lalu, Pfizer mengajukan permohonan otorisasi dari FDA, dan sidang untuk membahas permohonan otorisasi vaksin tersebut dijadwalkan pada 10 Desember. Perna meyakini FDA akan memberikan otorisasi antara 10-14 Desember.
WAKTUNYA TRIVIA!
Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini, yang mungkin terselip dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.
- Facebook, YouTube, dan Twitter akan bekerja sama untuk melawan misinformasi tentang vaksin Covid-19 yang mulai beredar. Mereka akan bermitra dengan organisasi pemeriksa fakta, peneliti, dan pemerintah untuk mencoba menemukan cara baru menangani misinformasi. Organisasi pemeriksa fakta Full Fact akan mengkoordinasikan kolaborasi tersebut. Kerangka kerja awal bakal diluncurkan pada Januari 2021, yang berisi penetapan standar baru untuk menangani misinformasi dan serangkaian tujuan tentang cara terbaik untuk menanggapi misinformasi.
- Twitter kembali merilis fitur baru untuk mengerem peredaran hoaks di platformnya. Fitur tersebut berupa notifikasi yang berisi peringatan ketika pengguna mencoba menyukai cuitan yang telah diberi label “menyesatkan”. Sebelumnya, notifikasi tersebut berlaku bagi pengguna yang mencoba me-retweet kicauan yang berpotensi menyesatkan. Nantinya, ketika pengguna menekan “like” pada cuitan misleading, Twitter akan menanyakan apakah informasi dalam cuitan tersebut relevan untuk dibagikan.
- Kepada Reuters, pejabat senior Facebook mengatakan bahwa Vietnam mengancam akan memblokir Facebook jika tidak bersedia menghapus lebih banyak unggahan yang mengkritik pemerintah. Pada April, Facebook menyetujui permintaan Vietnam untuk menghapus beberapa unggahan yang berisi kritik terhadap pemerintah. Tapi pada Agustus, Vietnam meminta Facebook untuk melangkah lebih jauh. “Kami telah menyatakan tidak. Permintaan itu datang dengan beberapa ancaman jika kami tidak melakukannya,” kata pejabat tersebut.
- Kepulauan Solomon kemungkinan bakal memblokir Facebook setelah warganya menggunakan platform itu untuk mengkritik pemerintah. Menurut mereka, pemerintah gagal membelanjakan dana yang telah dianggarkan untuk memulihkan ekonomi pasca pandemi Covid-19. Niat tersebut ditentang oleh masyarakat Kepulauan Solomon setelah diumumkan pekan lalu. Menurut pemerintah, langkah itu ditujukan untuk mengatasi perisakan siber (cyberbullying) dan fitnah di dunia maya.
- Menurut laporan Vice, lusinan dokumen internal Amazon yang bocor mengungkapkan ketergantungan perusahaan jual-beli daring tersebut pada agen detektif Pinkerton untuk memata-matai pekerja gudang serta memantau serikat buruh, aktivis lingkungan, dan gerakan sosial lainnya secara ekstensif. Perusahaan juga mengawasi dengan cermat unggahan para aktivis di media sosial. Laporan itu ditulis pada 2019 oleh analis intelijen Amazon yang bekerja di Pusat Operasi Keamanan Global, divisi keamanan perusahaan yang bertugas melindungi karyawan, vendor, dan aset Amazon.
- Pelobi Apple dilaporkan berusaha melemahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang akan menghukum perusahaan AS yang menggunakan pekerja paksa dari Xinjiang, wilayah di Cina yang mayoritas penduduknya adalah muslim. Belum jelas pasal apa yang ingin diubah oleh Apple. Namun, RUU yang bernama Uyghur Labor Prevention Act itu dimaksudkan untuk melindungi minoritas Uighur Cina. RUU ini akan mewajibkan perusahaan AS tidak menggunakan pekerja paksa dari Xinjiang.
PERIKSA FAKTA SEPEKAN INI
Di tengah beredarnya isu bahwa pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab terkena Covid-19, beredar foto yang memperlihatkan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tengah menjenguk seorang pria mirip dengan Rizieq di rumah sakit. Dalam foto itu, di sebelah pria yang mirip dengan Rizieq tersebut, berdiri dua tenaga kesehatan yang mengenakan alat pelindung diri (APD).
Berdasarkan pemeriksaan fakta Tempo, foto tersebut merupakan hasil suntingan, yang menggabungkan sedikitnya empat foto berbeda, yang tiga di antaranya pernah beredar sebelumnya di internet. Foto pertama, foto dua tenaga kesehatan yang memakai APD, diambil dari situs stok foto Shutter Stock. Foto kedua diambil ketika Anies menjenguk penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan, yang merupakan sepupunya, di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta, pada 11 April 2017. Adapun foto ketiga adalah foto Ketua Umum Persatuan Alumni (PA) 212 Slamet Ma’arif.
Selain artikel di atas, kami juga melakukan pemeriksaan fakta terhadap beberapa hoaks yang beredar. Buka tautan ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Keliru, foto bekas luka di punggung warga Zimbabwe yang diklaim akibat vaksin Cina
- Keliru, video yang sebut Presiden Jokowi copot Menkopolhukam Mahfud MD
- Foto Tommy Soeharto dengan klaim yang ganggu FPI akan berhadapan dengan keluarga Cendana menyesatkan
- Tidak benar Mahathir sebut anak Indonesia akan tertinggal dalam sains karena sibuk hafal ayat dan doa
- Klaim ini video pengusiran FPI Semarang di tengah penolakan safari Rizieq Shihab menyesatkan
- Tidak benar perempuan yang naik panser TNI di dekat markas FPI wartawan Detikcom dan Ahoker
- Tidak benar Arab Saudi tutup kembali visa umrah karena 13 jemaah asal Jabar positif Covid-19
- Joe Biden tak pernah sebut orang Kristen langgar hak LGBT hanya dengan mereka ada
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini.
Ikuti kami di media sosial: