CekFakta #198 Mengenal Enam Tingkat Manipulasi Agar Kebal Hoaks di Dunia Maya

Jumat, 3 Maret 2023 18:11 WIB

Ilustrasi fake news. shutterstock.com

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Diakui atau tidak, kita semua rentan terhadap manipulasi dan kabar bohong, terutama di dunia maya. Oknum-oknum jahat kerap mencoba memanfaatkan kemampuan otak manusia yang terbatas dalam membedakan fakta dari fiksi. Terutama di media sosial yang bergerak amat cepat.

Terdapat enam tingkat manipulasi yang menjadikannya mampu menyesatkan orang. Dengan mempelajarinya, diharapkan kita bisa lebih imun terhadap mis/disinformasi.

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo

Advertising
Advertising

Prebunking Series (16):

Mengenal Enam Tingkat Manipulasi Agar Kebal Hoaks di Dunia Maya

Peneliti psikologi sosial dari Universitas Cambridge, Sander van der Linden, merumuskan 6 tingkat manipulasi ini dalam buku terbarunya, “Foolproof: Why We Fall for Misinformation and How to Build Immunity”. Dikutip dari Psychology Today, berikut ringkasannya:

  1. Emosi

Oknum jahat akan mempengaruhi kita dengan menyebarkan ketakutan, menciptakan kemarahan, dan memikat kita dengan konten emosional. Kata-kata moral-emosional seperti “benci” dan ”jahat” lebih menarik perhatian visual kita daripada bahasa netral. Itulah mengapa pada tahun 1800-an, orang-orang takut akan berubah menjadi manusia-sapi hibrida saat divaksin cacar! Jadi, jangan biarkan Anda dipengaruhi oleh oknum yang berusaha memanipulasi perasaan.

  1. Identitas tiruan

Teknik meniru identitas tokoh ini bisa dibilang klasik. Pembuat hoaks mendandani seseorang yang tidak memiliki keahlian yang relevan, sebagai seorang pakar lalu menggunakan kredensial yang tidak terkait untuk menjajakan informasi yang salah. Agar tampak valid, mereka meminjam kredibilitas dari organisasi terkemuka dan mencuri template mereka untuk makin meyakinkan. Alhasil, banyak orang tertipu. Salah satu contohnya bisa kita lihat setelah Rusia menginvasi Ukraina, banyak video yang dimanipulasi dirilis di media sosial untuk membuat narasi yang menyesatkan tentang perang tersebut.

  1. Polarisasi

Teknik ini hanya memiliki satu tujuan: memecah belah masyarakat. Ketika polarisasi politik semakin tinggi, ketegangan antar masyarakat bakal memberi celah sempurna bagi aktor jahat untuk mengaduk-aduk lebih parah. Caranya adalah melalui “amplifikasi palsu” atau mengaduk-aduk perdebatan di kedua kelompok. Misalnya, bot Rusia mencuit tentang bagaimana vaksin adalah “racun yang mematikan”. Tapi juga merekam bahwa “Anda tidak dapat memperbaiki kebodohan, biarkan mereka mati”, menuding kepada mereka yang tidak mau divaksinasi. Jangan biarkan teknik polarisasi meracuni debat online Anda.

  1. Trolling

Taktik trolling ini ibaratnya umpan pancing, yang dengan sengaja menggunakan materi yang menghasut untuk memanipulasi persepsi publik di ranah online. Bedanya dengan akun bot, troll adalah akun yang dioperasikan manusia yang mencoba membuat orang agar berpikir mereka terlibat secara politik. Misalnya, troll akan mengomentari apa saja. Mulai dari konten pro-Putin, menyerang nilai-nilai Eropa, sampai Pemilu Amerika Serikat. Pabrik troll mampu membuat ribuan orang memposting ke media sosial, dari siang hingga malam. Jadi, jangan terpancing memberi makan troll.

  1. Konspirasi

Teori konspirasi sengaja dirancang agar menarik secara psikologis. Pembuat hoaks akan menawarkan penjelasan sebab-akibat sederhana dan memanfaatkan keinginan otak untuk menghubungkannya. Tentu, beberapa konspirasi benar-benar terjadi, dan mempertahankan tingkat skeptisisme yang sehat itu baik. Tetapi itu tidak membuat sesuatu menjadi konspirasi! Fitur utama dari pemikiran konspirasi adalah bahwa ia beroperasi seperti skema pemasaran berjenjang: beberapa orang di atas membuat narasi palsu dan orang lain kemudian menyebarkannya lebih jauh.

  1. Mendiskreditkan

Melabeli “berita palsu” sering menjadi sarana untuk mendiskreditkan sudut pandang pihak-pihak yang dianggap tidak menyenangkan. Contoh nyata upaya mendiskreditkan ini bisa dilihat dari mantan Presiden AS, Donald Trump. Ia mengklaim bahwa media arus utama adalah “berita palsu” dan “musuh rakyat Amerika”. Klaim ini merupakan upaya untuk mendiskreditkan media arus utama yang mengkritik perilakunya. Akibatnya, masyarakat terbawa oleh opini pendiskreditan presidennya.

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab

Cek Fakta Pilihan

Benarkah Yenny Wahid Desak Polisi Tangkap Megawati?

Sebuah akun Facebook membagikan video berisi klaim bahwa Yenny Wahid mendesak Polri mengadili putri presiden pertama RI Soekarno, Megawati Soekarnoputri. Narator video itu mengatakan Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, kembali menjadi sorotan setelah berbicara mengenai ibu-ibu di Indonesia yang suka mengikuti pengajian sehingga lupa mengurus rumah tangga dan anaknya. Pernyataan tersebut disampaikan Megawati ketika ia mengisi acara kick off Pancasila dalam tindakan semesta berencana menjaga stunting, kekerasan seksual pada anak dan perempuan, KDRT dan bencana alam oleh BPIB, BKKBN dan BRIN pada Kamis, 16 Februari 2023.

| Hasil Pemeriksaan fakta

Verifikasi Tempo menunjukkan, potongan video Yenny Wahid yang ada pada awal unggahan itu bukan bicara tentang mendesak polisi menangkap Megawati Soekarnoputri. Melainkan, saat pembacaan deklarasi dukungan kepada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo - Ma’ruf Amin pada Pemilihan Umum 2019.

Untuk memeriksa kebenaran klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo memfragmentasi video tersebut menjadi gambar menggunakan Keyframe dan menelusurinya pakai Yandex Image Search.

Baca selengkapnya

Waktunya Trivia!

Yuk Belajar Membedakan Fakta dan Opini!

Dalam membaca informasi yang Anda terima, sebaiknya libatkan nalar dan perhatikan kata khusus yang tertulis. Kalimat yang bersifat subjektif biasanya menggunakan kata-kata opini atau prediksi. Lalu apa saja sih ciri-ciri fakta, dan apa pula ciri-ciri opini? Mari kita cek faktanya!

Dalam membaca informasi yang Anda terima, sebaiknya libatkan nalar dan perhatikan kata khusus yang tertulis. Kalimat yang bersifat subjektif biasanya menggunakan kata-kata opini atau prediksi.

| Lalu apa saja sih ciri-ciri fakta, dan apa pula ciri-ciri opini?

Mari kita cek faktanya!

Ada Apa Pekan Ini?

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.

Ikuti kami di media sosial:

Facebook

Twitter

Instagram

Telegram

Berita terkait

AJI Gelar Indonesia Fact Checking Summit dan Press Freedom Conference

1 hari lalu

AJI Gelar Indonesia Fact Checking Summit dan Press Freedom Conference

AJI menilai kedua acara ini jadi momentum awal bagi jurnalis di Indonesia dan regional untuk mempererat solidaritas.

Baca Selengkapnya

CekFakta #257 Hoaks Deepfake Menipu Konsumen dan Mengancam Bisnis

6 hari lalu

CekFakta #257 Hoaks Deepfake Menipu Konsumen dan Mengancam Bisnis

Deepfake, kini semakin mudah dibuat dan semakin sulit dikenali. Dampak yang ditimbulkan oleh penipuan deepfake pun, tidak main-main.

Baca Selengkapnya

CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

13 hari lalu

CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

Menelisik Motivasi di Balik Akun Medsos Penyebar Hoaks Melalui Transparansi Halaman

Baca Selengkapnya

CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

20 hari lalu

CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

Baca Selengkapnya

CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

27 hari lalu

CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

Baca Selengkapnya

CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

34 hari lalu

CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

Baca Selengkapnya

CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

41 hari lalu

CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

TikTok disorot sebagai sarang penyebaran misinformasi maupun disinformasi.

Baca Selengkapnya

Dituduh Bikin Sepatu Bergambar Bendera Israel, Ini Kata Nike

47 hari lalu

Dituduh Bikin Sepatu Bergambar Bendera Israel, Ini Kata Nike

Sebuah video memperlihatkan sepasang sepatu Nike bergambar bendera Israel menjadi viral disertai seruan untuk memboikot produsen alat olahraga itu.

Baca Selengkapnya

CekFakta #251 Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi

48 hari lalu

CekFakta #251 Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi

Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi

Baca Selengkapnya

Cekfakta #250 Ujaran Kebencian Menyangkut SARA Meningkat Selama Pemilu 2024

54 hari lalu

Cekfakta #250 Ujaran Kebencian Menyangkut SARA Meningkat Selama Pemilu 2024

Ujaran kebencian ini meningkat ketika hari pemungutan suara. Bahkan hoaks berbau etnis kembali mewarnai, mendaur ulang pola kebohongan.

Baca Selengkapnya