CekFakta #175 Tantangan Mengantisipasi Hoaks di Tahun Politik

Jumat, 23 September 2022 16:10 WIB

Salah satu acara diskusi panel di hari kedua Trusted Media Summit APAC 2022 yang digelar AJI dan Google News Initiative di Bali, 21 September 2022. ANDRE YURIS/TEMPO

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Pekan lalu, para jurnalis, pemeriksa fakta, pendidik, peneliti, aktivis hingga pembuat kebijakan yang memerangi mis/disinformasi di seluruh kawasan Asia-Pasifik berkumpul di Trusted Media Summit APAC 2022. Pertemuan ini untuk membahas pelbagai tantangan media di era digital dan menemukan solusi-solusinya. Bagaimana para pemangku kepentingan media ini menghadapi tantangan era digital?

Dalam nawala ini, Tempo telah memeriksa pula sejumlah klaim dan menayangkan hasil pemeriksaan terhadap berbagai klaim tadi di kanal Cek Fakta Tempo. Pekan ini, aneka klaim yang beredar memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan.

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo

Advertising
Advertising

Tantangan Mengantisipasi Hoaks di Tahun Politik

Trusted Media Summit APAC 2022 Sesi Indonesia berfokus pada upaya membaca tren disinformasi politik dan masa depan jurnalisme. Selain unsur pemerintah, Dewan Pers, asosiasi jurnalis, platform media sosial, akademisi, pers mahasiswa, pengelola media, komunitas dan NGO turut hadir.

Mereka membahas sejumlah topik krusial mulai trend disinformasi politik yang melibatkan influencer, buzzer, bagaimana memulihkan kepercayaan publik terhadap media, hingga membincang masa depan jurnalisme dan media alternatif.

Salah satu acara diskusi panel di hari kedua Trusted Media Summit APAC 2022 yang digelar AJI dan Google News Initiative di Bali, 21 September 2022. ANDRE YURIS/TEMPO

Untuk memerangi misinformasi dan disinformasi, AJI Indonesia sejak 2018 telah mendorong ekosistem pemeriksaan fakta melalui training cek fakta dan literasi digital terhadap 30 ribu jurnalis, persma dan akademisi; mengembangkan modul literasi digital untuk perguruan tinggi, dan saat ini berupaya memperkuat kolaborasi dan perlindungan pemeriksa fakta dalam menghadapi Pemilu 2024.

Namun AJI melihat perkembangan disinformasi politik saat ini telah digunakan sebagai alat untuk mendelegitimasi kerja-kerja jurnalistik dan pembela hak asasi manusia. Termasuk memanipulasi percakapan di media sosial untuk mempengaruhi opini publik. “Perlu ada upaya lebih besar dari pemangku media untuk menjawab tren disinformasi ini kedepannya,” tutur Sekretaris Jenderal AJI Indonesia, Ika Ningtyas.

Irene Jay Liu, News Lab Lead, Google Asia Pacific, mengatakan perlunya kerja sama, berbagi praktik baik, dan berkolaborasi untuk bersiap-siap pada momen kritis di masa yang akan datang. Sebab, Asia-Pasifik memasuki beberapa periode pemilu yang sibuk selama beberapa tahun ke depan. Dari pemilu nasional Pakistan dan Malaysia pada tahun 2023, hingga India dan Indonesia pada tahun 2024.

“Setiap orang, tidak peduli bagaimana mereka mengakses atau mengonsumsi berita, harus memiliki akses ke keterampilan yang tepat untuk menilai informasi yang mereka temui secara kritis,” kata Irene.

Tantangan media untuk menarik minat publik terhadap berita

Urgensi kolaborasi menghadapi tahun politik 2024 ini terlihat dari hasil penelitian yang dilansir Reuters Institute. Dalam Reuters Institute Digital News Report 2022, secara umum terdapat penurunan kepercayaan masyarakat pada berita.

Tingkat kepercayaan relatif lebih rendah di 21 dari 46 pasar kami, yakni rata-rata sebesar 42 persen. Angka ini juga sedikit lebih rendah dari tahun lalu, termasuk kepercayaan pada masing-masing citra media yang mengalami penurunan tren di sebagian besar negara.

Di Asia, peningkatan kepercayaan masyarakat terjadi di Filipina (+5) dan Jepang (+2), tetapi turun di Malaysia (-5) dan Taiwan (-4). Sementara di Indonesia, secara umum tingkat kepercayaan publik terhadap berita masih di bawah rata-rata, yakni 39 persen.

Turunnya kepercayaan masyarakat terhadap berita dan media ini, dipengaruhi oleh perilaku menghindari pemberitaan yang meningkat tajam di berbagai negara. Banyak responden mengatakan bahwa mereka merasa terganggu oleh pengulangan agenda berita, terutama seputar politik dan Covid-19 (43 persen).

Sumber: Reuters Digital News Report 2022, halaman 13.

Ada pula yang menyatakan sering merasa lelah dengan berita (29 persen). Sebagian besar mengatakan mereka menghindari berita karena mereka menganggap berita tersebut tidak dapat dipercaya (29 persen). Sekitar sepertiga (36 persen), terutama mereka yang berusia di bawah 35 tahun, mengatakan bahwa berita menurunkan mood mereka.

Yang lain mengatakan berita itu mengarah pada argumen yang lebih mereka hindari (17 persen), atau mengarah pada perasaan tidak berdaya (16 persen). Sebagian kecil mengatakan mereka tidak punya cukup waktu untuk berita (14 persen) atau terlalu sulit untuk dipahami (8 persen).

Satu poin data penting lainnya berkaitan dengan kesulitan yang dialami banyak audiens muda, dan kelompok yang kurang berpendidikan. Mereka merasa sulit untuk mengikuti berita, yang bisa jadi lantaran kompleksitas bahasa atau pengetahuan dalam sajian laporan berita.

Namun, bisa jadi ini dipengaruhi perbedaan kebiasaan kaum muda yang mengkonsumsi berita melalui media sosial atau dari mulut ke mulut melalui teman dan keluarga. Berita sering diakses oleh anak muda dengan cara yang lebih terfragmentasi.

Tantangan media di era digital kini semakin kompleks; antara menghadapi masifnya misinformasi dan disinformasi, mencari model bisnis yang tepat untuk bertahan, kepercayaan publik yang menurun dibandingkan media sosial, serta masalah etik dan kualitas jurnalisme.

Tak hanya itu, media dan jurnalis harus menghadapi tekanan dan represi dalam bentuk regulasi seperti UU ITE, Permenkominfo 5/2022 dan rencana pengesahan RKUHP. Belum lagi kekerasan fisik, psikis, digital dan pelecehan seksual yang belum berakhir.

“Tantangan internal dan eksternal ini harus menjadi perhatian bersama. Tanpa perlindungan terhadap kerja-kerja media dan jurnalis, demokrasi akan mati,” kata Ika Ningtyas.

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab

Waktunya Trivia!

Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini yang mungkin luput dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.

Sebuah penelitian menemukan bahwa politisi dari partai arus utama di Inggris dan Jerman lebih sedikit mencuit tautan dari situs yang tak dapat dipercaya ke Twitter sejak 2016. Sedangkan, politisi AS mencuit konten tak bisa dipercaya lebih banyak. Bahkan makin meningkat sejak 2020. Namun, media sosial bukan satu-satunya sumber masalah misinformasi. Donald Trump membuat lebih dari 30.000 klaim palsu atau menyesatkan selama masa kepresidenannya dan ada pemimpin politik di Eropa yang memiliki rekam jejak yang buruk.

Pembaruan di Telegram Bisa Bikin Status Pakai Animasi Emoji. Telegram mengumumkan pembaruan terkini untuk beberapa dari fiturnya yang terkait dengan reaksi pesan dalam chat, status emoji, dan perbaikan UI di perangkat iOS dan Android. Sayangnya sebagian eksklusif untuk pengguna Premium alias berbayar.

Emoji Statuses. Dok.Telegram

Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) telah mendakwa tiga peretas Iran untuk kampanye serangan sejak tahun 2020. Para peretas mencapai target di seluruh AS serta di negara lain, serta mengejar berbagai organisasi termasuk perusahaan infrastruktur penting dan instansi pemerintah. DOJ mencatat bahwa peretas Iran tampaknya tidak terkait dengan Korps Pengawal Revolusi Islam, tetapi menuduh Iran mengadopsi posisi yang mirip dengan Rusia dalam mengabaikan tindakan peretas kriminalnya selama mereka tetap menyerang musuh atau saingan.

Google dan Meta masing-masing menghadapi denda puluhan juta dari pemerintah Korea Selatan atas pelanggaran hukum privasi, dalam kedua kasus tersebut karena mekanisme persetujuan yang tidak memadai untuk program periklanan yang ditargetkan dan kurangnya kejelasan dalam mengkomunikasikan informasi penting kepada konsumen. Adapun, Korea Selatan telah memiliki undang-undang privasi digital nasional (UU Perlindungan Informasi Pribadi) sejak 2011, tetapi serangkaian amandemen tahun 2020 memperketat persyaratan izin pengguna dan situasi di mana data yang dikumpulkan harus diberi nama samaran.

Periksa Fakta Sepekan Ini

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan. Buka tautannya ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.

Ikuti kami di media sosial:

Facebook

Twitter

Instagram

Telegram

Berita terkait

CekFakta #258 Energi Positif yang Palsu selama Pilpres 2024

1 hari lalu

CekFakta #258 Energi Positif yang Palsu selama Pilpres 2024

Toxic Positivity; Energi Positif yang Palsu selama Pilpres 2024

Baca Selengkapnya

CekFakta #257 Hoaks Deepfake Menipu Konsumen dan Mengancam Bisnis

7 hari lalu

CekFakta #257 Hoaks Deepfake Menipu Konsumen dan Mengancam Bisnis

Deepfake, kini semakin mudah dibuat dan semakin sulit dikenali. Dampak yang ditimbulkan oleh penipuan deepfake pun, tidak main-main.

Baca Selengkapnya

CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

15 hari lalu

CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

Menelisik Motivasi di Balik Akun Medsos Penyebar Hoaks Melalui Transparansi Halaman

Baca Selengkapnya

CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

21 hari lalu

CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

Baca Selengkapnya

Beredar Ada Gas di Wilayah IKN, Jubir Otorita Ingatkan Masyarakat Waspadai Hoaks

28 hari lalu

Beredar Ada Gas di Wilayah IKN, Jubir Otorita Ingatkan Masyarakat Waspadai Hoaks

Jubir OIKN sebut video viral soal kandungan gas di wilayah IKN adalah hoaks.

Baca Selengkapnya

CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

28 hari lalu

CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

Baca Selengkapnya

Tim Hukum AMIN Sebut Politisasi Bansos Pengaruhi Kemenangan Prabowo-Gibran, Apa Kata Pengamat dan Jokowi?

33 hari lalu

Tim Hukum AMIN Sebut Politisasi Bansos Pengaruhi Kemenangan Prabowo-Gibran, Apa Kata Pengamat dan Jokowi?

Dugaan guyuran bansos menjelang Pemilu 2024 beri dampak kemenangan pasangan Prabowo-Gibran. Ini kata tim hukum AMIN, pengamat, hingga Jokowi.

Baca Selengkapnya

CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

35 hari lalu

CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

Baca Selengkapnya

Sumardji Pastikan Isu Hotel Timnas Indonesia Diserang Kembang Api Hoaks

40 hari lalu

Sumardji Pastikan Isu Hotel Timnas Indonesia Diserang Kembang Api Hoaks

Ketua BTN Sumardji menduga kembang api yang muncul di dekat lokasi Timnas Indonesia latihan berasal dari pesta rakyat setempat.

Baca Selengkapnya

CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

42 hari lalu

CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

TikTok disorot sebagai sarang penyebaran misinformasi maupun disinformasi.

Baca Selengkapnya