CekFakta #172 Mencegah dengan Prebunking: Bisakah Kita Kebal Terhadap Hoaks?

Senin, 5 September 2022 11:56 WIB

Ilustrasi Anti-Hoax

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Jika dalam urusan kesehatan, kita sering mendengar pepatah “lebih baik mencegah daripada mengobati”, maka ada baiknya prinsip bijak dari dunia kesehatan itu juga diadopsi dalam hal menangkal hoaks. Sebuah studi menyebutkan bahwa mencegah adalah cara yang lebih efektif daripada mengobati untuk memerangi informasi yang salah.

Dalam nawala ini, Tempo telah memeriksa pula sejumlah klaim dan menayangkan hasil pemeriksaan terhadap berbagai klaim tadi di kanal Cek Fakta Tempo. Pekan ini, aneka klaim yang beredar memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan. Namun, klaim seputar Ferdy Sambo lebih mendominasi.

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo

Advertising
Advertising

Mencegah dengan Prebunking: Bisakah Kita Kebal Terhadap Hoaks?

Tak dipungkiri, publikasi hasil pengecekan fakta tidak menjangkau orang sebanyak dan secepat hoaks. Sehingga, ada baiknya mengambil prinsip bijak dari dunia kesehatan; mencegah adalah cara yang lebih efektif daripada mengobati untuk memerangi informasi yang salah.

Contohnya, baru-baru ini, perkembangan penanganan kasus pembunuhan Brigadir J mencuri perhatian publik sejak Juli 2022 hingga kini. Tak hanya update proses penegakan hukum yang tersaji di masyarakat namun media sosial pun mendadak dipenuhi unggahan dan video berisi bermacam-macam klaim. Mulai rekaman suara saat pembunuhan terjadi, spekulasi soal motif di balik tindakan tersangka Ferdy Sambo, hingga hasil vonis persidangan.

Persebaran hoaks dan misinformasi seringkali lebih cepat daripada kerja aparat, bahkan daripada karya jurnalis yang meliput.

Serupa dengan vaksin, proses membongkar kebohongan, taktik, atau sumber informasi sebelum tersebar—yang disebut prebunking—sangat penting.

Pada dasarnya, prebunking dilakukan dengan ‘menyuntikkan informasi palsu atau menyesatkan’ kepada orang-orang agar mereka tahu contoh-contoh informasi yang salah. Dengan begitu, mereka akan lebih siap untuk mengenalinya dan mempertanyakannya.

Ini sama halnya seperti vaksin yang melatih respons kekebalan kita terhadap virus hoaks yang berbahaya. Mengetahui lebih banyak tentang informasi yang salah dapat membantu kita untuk lebih mudah mengenali, mengabaikan, kemudian tidak menyebarkannya.

Sebuah studi dari jurnal Science Advances yang dirilis 24 Agustus 2022, menunjukkan bahwa “prebunking” adalah cara yang efektif untuk melawan teknik propaganda di pusaran misinformasi dan disinformasi. Para peneliti Cambridge yang bermitra dengan Jigsaw, cabang studi Google, menemukan bahwa pengecekan fakta menyerupai pengobatan gejala penyakit. Sedangkan prebunking mirip dengan vaksinasi.

Membangun Imunitas dari Hoaks dengan Bermain Gim

Salah satu pendekatan yang dinilai efektif membangun imunitas terhadap hoaks adalah dengan bermain gim. Sejak tahun 2021, para peneliti di Social Decision Lab Universitas Cambridge alias Lab Pengambilan Keputusan Sosial, telah mengembangkan serangkaian permainan online gratis yang menempatkan para pemain agar dapat belajar tentang berbagai teknik manipulasi.

Para peneliti menyatakan alasan pembuatan game ini ialah untuk membekali pemain dengan keterampilan mengidentifikasi, membantah, dan mencegah misinformasi yang berbahaya menjadi viral.

Bekerja sama dengan DROG dan Gusmanson Design, para peneliti Cambridge meluncurkan 3 online game dengan tema berbeda: Bad News, Harmony Square, dan Go Viral! Permainan Go Viral! misalnya, menempatkan pemain sebagai penyebar misinformasi tentang cornavirus disease 2019 (Covid-19). Sedangkan Bad News yang memposisikan pemain sebagai calon penebar kabar hoaks yang ulung.

Penelitian pun menunjukkan bahwa metode bermain gim ini berhasil meningkatkan imunitas terhadap hoaks. Misalnya, lima menit bermain game “Go Viral!” dapat mengurangi kerentanan terhadap informasi yang salah hingga tiga bulan. Sedangkan mereka yang memainkan Bad News, jadi lebih mampu untuk menemukan apa saja teknik manipulasi yang beredar di postingan media sosial. Alhasil, kedua permainan itu juga mengurangi keinginan pemain untuk berbagi konten manipulatif kepada orang-orang di sekitarnya.

Sedangkan di Indonesia, sebuah platform bernama Literata.id dikembangkan oleh University of Notre Dame, IREX, GeoPoll dan Moonshot CVE, bekerja sama dengan Mafindo/CekFakta. Platform ini bertujuan untuk memberikan edukasi dan informasi mengenai literasi media. Di antara kursus virtual yang ditawarkan, ada opsi permainan “Gali Fakta” yang memposisikan kita untuk menyelamatkan menyelamatkan keluarga dari bahaya hoaks dan misinformasi.

Nah, sudah siapkah Anda memperkuat kekebalan diri dari hoaks yang bertebaran lewat jemari yang berselancar di dunia maya?

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab

Waktunya Trivia!

Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini yang mungkin luput dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.

YouTube menemukan solusi untuk mengantisipasi sebaran misinformasi. Dalam studi terbarunya, YouTube menguji lima video pendek yang “mempermalukan” penonton untuk melindungi mereka dari tipuan dan manipulasi yang biasa dibuat untuk menyesatkan orang. Melalui video ini, YouTube ingin meningkatkan kemampuan pengguna platformnya untuk mengenali informasi yang salah.

Peneliti Keamanan Menemukan Bahwa Peramban TikTok Melacak Keystrokes. Menanggapi laporan tersebut, TikTok mengonfirmasi bahwa kemampuan itu ada di dalam kode aplikasi. Tetapi kemampuan itu tidak aktif dan hanya digunakan secara internal untuk tujuan debugging dan pengujian. Namun, Peneliti Keamanan Data Felix Krause mencatat bahwa aplikasi dengan kemampuan tersebut adalah hal yang sangat tidak biasa. Pasalnya, kemampuan tersebut biasanya hanya dimiliki oleh malware dan spyware.

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa, selama beberapa tahun terakhir, ada peningkatan yang cukup besar dalam liputan media tentang misinformasi dan teori konspirasi dalam politik Amerika. Contohnya, mantan Presiden Donald Trump secara salah mengklaim pemilu 2020 telah dicuri, dan rapat umum “Stop the Steal” pada 6 Januari membuat beberapa pendukung menyerang US Capitol. Kemudian, Anggota Kongres, termasuk Rep. Marjorie Taylor Greene (R-Ga.) dan Rep. Lauren Boebert (R-Colo.), telah berulang kali membagikan informasi yang salah tentang Covid-19 dan menganut teori konspirasi QAnon. Dan lebih dari 100 kandidat Partai Republik di paruh waktu 2022 terus mempromosikan klaim penipuan pemilu Trump.

Periksa Fakta Sepekan Ini

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan. Namun, klaim seputar Ferdy Sambo dan Brigadir J lebih mendominasi. Buka tautannya ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Terkait Ferdy Sambo dan Brigadir J:

Pemeriksaan lainnya:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.

Ikuti kami di media sosial:

Facebook

Twitter

Instagram

Telegram

Berita terkait

CekFakta #257 Hoaks Deepfake Menipu Konsumen dan Mengancam Bisnis

2 hari lalu

CekFakta #257 Hoaks Deepfake Menipu Konsumen dan Mengancam Bisnis

Deepfake, kini semakin mudah dibuat dan semakin sulit dikenali. Dampak yang ditimbulkan oleh penipuan deepfake pun, tidak main-main.

Baca Selengkapnya

CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

9 hari lalu

CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

Menelisik Motivasi di Balik Akun Medsos Penyebar Hoaks Melalui Transparansi Halaman

Baca Selengkapnya

CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

16 hari lalu

CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

Baca Selengkapnya

Beredar Ada Gas di Wilayah IKN, Jubir Otorita Ingatkan Masyarakat Waspadai Hoaks

22 hari lalu

Beredar Ada Gas di Wilayah IKN, Jubir Otorita Ingatkan Masyarakat Waspadai Hoaks

Jubir OIKN sebut video viral soal kandungan gas di wilayah IKN adalah hoaks.

Baca Selengkapnya

CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

23 hari lalu

CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

Baca Selengkapnya

CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

30 hari lalu

CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

Baca Selengkapnya

Sumardji Pastikan Isu Hotel Timnas Indonesia Diserang Kembang Api Hoaks

34 hari lalu

Sumardji Pastikan Isu Hotel Timnas Indonesia Diserang Kembang Api Hoaks

Ketua BTN Sumardji menduga kembang api yang muncul di dekat lokasi Timnas Indonesia latihan berasal dari pesta rakyat setempat.

Baca Selengkapnya

CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

36 hari lalu

CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

TikTok disorot sebagai sarang penyebaran misinformasi maupun disinformasi.

Baca Selengkapnya

Apresiasi MK Hapus Pidana Berita Bohong, ICJR: Jaminan Hak Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat

37 hari lalu

Apresiasi MK Hapus Pidana Berita Bohong, ICJR: Jaminan Hak Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus pidana berita bohong.

Baca Selengkapnya

MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

38 hari lalu

MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrim mengatakan putusan MK yang menghapus pasal 14 dan 15 UU 1 Tahun 1946 merupakan angin segar bagi jurnalis.

Baca Selengkapnya