Pembaca,
Bagi para politikus, Indonesia adalah sebuah proyek besar. Bukan untuk nilai-nilai kebangsaan, melainkan dikeruk sampai habis. Setelah ruang udara, perut bumi, perairan, kini dasar laut pun akan dikeruk untuk diperdagangkan. Presiden Joko Widodo menyebut pengerukan dalam aturan yang ia tandatangani itu bukan pasir laut, melainkan sedimen.
Pernyataan itu manipulatif dan berbau pembohongan publik. Pasir laut adalah sedimen, meski bercampur lumpur. Jika ia dikeruk laut akan rusak, biota akan tumpas, ekosistem perairan akan merana. Ujung-ujungnya, laut yang rusak akan menyebabkan bencana. Sebab, laut menyerap 25 persen emisi karbon yang diproduksi di daratan. Emisi karbon adalah sumber utama pemanasan global ketika berubah menjadi gas rumah kaca yang tak terserap ekosistem bumi.
Akibat dampak yang tak terperikan itu, kebijakan mengeruk sedimentasi laut sejak 1970-an itu dikurangi di era Presiden Megawati Soekarnoputri lalu dihentikan secara total di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Di era Jokowi, setelah ulang-alik dibahas selama dua tahun, pengerukan dan ekspor pasir laut kembali dibuka.
Tak jelas apa tujuannya. Namun, sejumlah analisis menyebutkan, pembukaan ekspor pasir laut itu sebagai “tukar-guling” dengan keinginan Singapura yang terus mereklamasi pantainya untuk meluaskan daratan. Negara pulau ini butuh ruang lebih luas untuk menampung investasi jasa yang datang ke sana. Perkantoran butuh daratan yang kian penuh akibat populasi manusia yang bertambah.
Presiden Jokowi berhasrat segera mewujudkan mimpinya membangun ibu kota baru di Kalimantan Timur. Sangat sedikit investor yang berminat menanamkan uangnya di sana karena tak jelas pembangunan dan masa depannya. Selain jumlah penduduk yang sedikit—sehingga tak ekonomis secara bisnis—Penajam-Paser juga bukan sentra industri yang menjanjikan perniagaan.
Maka, ekspor pasir laut dibuka agar Singapura mau mengucurkan uangnya ke sana. Dari hukum ekonomi, mungkin cara ini masuk akal. Masalahnya, ketika aturan ekspor pasir laut ini dibuka, para politikus di sekitar kekuasaan segera melahapnya.
Liputan kami pekan ini mengungkap siapa saja politikus-cum-pengusaha yang bersiap menangguk untung ekspor pasir laut. Mereka adalah politisi di sekitar kekuasaan, baik parlemen maupun eksekutif. Mereka mendirikan perusahaan yang siap masuk bisnis penambangan pasir dan mengekspornya.
Orkes ekspor pasir laut juga dijalankan dengan mulus oleh dua menteri Jokowi yang berperan menggodok aturan penambangan pasir laut ini. Mereka berdalih akan mengutamakan kepentingan dalam negeri sebelum menjualnya ke luar negeri. Tapi siapa yang butuh pasir laut di dalam negeri?
Akal-akalan ini makin terasa memualkan. Ketika ekonomi gagal, ketika pengangguran bertambah, ketika peta jalan pembangunan malah merusak lingkungan, para politisi tak henti-henti berbuat lancung memperkaya diri dan kroninya. Selamat membaca.
Bagja Hidayat
Wakil Pemimpin Redaksi
Para Bohir Ekspor Pasir Laut Indonesia
Sebaran Lokasi Sedimentasi Pasir Laut Indonesia
Persaingan Dua Menteri Jokowi Pembukaan Ekspor Pasir Laut
Hitung-hitungan Singapura Membeli Pasir Laut Indonesia
Untung-Rugi Ekspor Pasir Laut bagi Indonesia
Saling Dongkel Pucuk Nahdliyin Akibat Konflik PKB dengan PBNU
Indonesia Masuk Perangkap Negara Berpendapatan Menengah. Kenapa?