Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

CekFakta #268 Ketika Akun Palsu dan Hoaks Sengaja Dibudidayakan

image-gnews
Ilustrasi hoaks atau fake news. Shutterstock
Ilustrasi hoaks atau fake news. Shutterstock
Iklan

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Dalam beberapa tahun belakangan, Anda tentu merasakan fenomena berbagai akun janggal. Aneka akun ini kerap muncul di unggahan media atau jenama yang sedang viral, berkomentar dengan narasi yang mirip.

Tak jarang pula linimasa kita disuguhkan rekomendasi akun produk yang sama sekali bukan preferensi kita. Bahkan Anda mungkin masih ingat, bagaimana akun-akun palsu kompak memuja atau menjelek-jelekkan pasangan capres tertentu saat Pilpres 2024 silam.

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo

Peternakan Klik: Ketika Akun Palsu dan Hoaks Sengaja Dibudidayakan

Dilansir CNN, fenomena click farm alias peternakan klik ini sudah ada sejak meledaknya popularitas platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram sekitar 2000-an. Kebutuhan untuk menjadi populer di medsos, memunculkan pasar jual-beli pengikut (follower), suka (like), maupun views. Penjual follower dan like ini berbasis di negara-negara Asia seperti Indonesia, Filipina, Bangladesh, dan India, sedangkan pembelinya paling banyak berasal dari Amerika Utara dan Eropa.

Salah satu ladang peternakan klik terbesar ada di Vietnam. Di pinggiran Hanoi, fotografer Jack Latham mengabadikan peternakan klik, di balik bengkel-bengkel yang beroperasi dari dalam properti residensial dan hotel. Beberapa tampak memiliki setup jadul dengan ratusan ponsel yang dioperasikan secara manual, sementara yang lain menggunakan metode baru yang lebih ringkas dan modern, disebut “box farming”.

Gambaran mengenai peternakan klik terpotret dengan jelas dalam buku foto karya Jack Latham berjudul “Beggar’s Honey”. Mirip perusahaan teknologi sungguhan, kebanyakan pekerjanya berusia 20-an dan 30-an. “Mereka semua tampak seperti startup Silicon Valley,” katanya. 

Sayangnya, regulasi di negara-negara berkembang tersebut tidak ketat. Praktik ini terus berkembang di seluruh benua, terutama di tempat-tempat dengan biaya tenaga kerja dan listrik yang rendah. Padahal di Cina, Asosiasi Periklanan Cina mencoba menindak operasi peternakan klik ini dengan melarang penggunaan click farm untuk keuntungan komersial pada 2020.

Tak hanya demi urusan like dan follower suatu produk, peternakan klik juga digunakan untuk mengamplifikasi pesan politik dan menyebarkan disinformasi selama pemilihan umum. Misalnya pada 2016, perdana menteri Kamboja saat itu, Hun Sen, dituduh membeli friend dan like di Facebook. Begitu pula operasi bayangan di Makedonia Utara, yang banyak menyebarkan posting dan artikel pro-Donald Trump selama pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun itu.

Di Indonesia, selama Pilpres 2024 silam, peternakan klik ini juga digunakan melalui akun-akun yang tampak otentik, atau biasa disebut buzzer. Akun-akun buzzer kompak memuji atau mendukung pasangan capres tertentu dengan narasi yang mirip dan dimodifikasi. 

Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) menyebut bahwa buzzer eksis di Indonesia pada tahun 2009 bersamaan dengan penggunaan Twitter oleh masyarakat luas. Awalnya, buzzer berfungsi membantu perusahaan menjalankan strategi pemasaran. Namun pada pilkada DKI Jakarta tahun 2012, buzzer mulai merambah ke ranah politik.

Mengingat Pilkada sudah di depan mata, maka sebaiknya kita turut waspada agar tak terperdaya buzzer dan peternak klik ini.

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab

Cek Fakta Pilihan

Benarkah Pemenggalan Penyelundup Narkoba di Arab Saudi pada 20 April 2023?

AD_4nXeQ7ysDRs-PL48chf2Wu-llXFp9IKyXXsNMXwZRBIGyvoHrEGLj53tWDFd7ELc8vV1bMsmYF6AsYct7NpF7qL7gQSL8qBlzbWeWjMWUWb5e6G1XoU0RppWQUxU6LID8v_vUoYzvzAl59qEBuORxZg.png

Sebuah video beredar di WhatsApp dan Facebook [arsip] yang diklaim memperlihatkan pemenggalan terhadap penyelundup narkoba berkebangsaan Nigeria yang tertangkap otoritas Arab Saudi. Video itu memperlihatkan tiga orang yang berlutut di tanah yang dipenggal menggunakan pedang satu per satu. Mereka mengenakan pakaian terusan putih dan sorban merah di kepala. Narasi dalam konten itu menyebut bahwa eksekusi warga Nigeria dilakukan di depan umum setelah adanya putusan hakim Arab Saudi pada 20 April 2023. 

| Hasil Pemeriksaan fakta

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tempo memverifikasi unggahan itu menggunakan layanan reverse image search dari mesin pencari Google dan TinEye. Ditemukan sejumlah berita yang membahas asal mula video tersebut. 

Baca selengkapnya

Waktunya Trivia!

Benarkah Video yang Diklaim Mamalia Berkepala Sapi yang Dikaitkan Tanda Akhir Zaman?

AD_4nXc50O0FAEFQcyOFp3cyBI5bjekfd8f5zky2iLAPFSXsXFDUymHJdKbWeKlkQFLevNJHgw1KHhHYkgWQe-dhxXjIXea6tFFpEPOPadBJNO_R1sTkyCTGXUEefLoV1_9cyfbkL-nY29q3DIvMkS2bOA.png

Video berdurasi 14 detik yang memperlihatkan seekor mamalia berkepala sapi ramai beredar di media sosial Instagram. Video yang diunggah pada 10 Juli 2024 lalu dinarasikan sebagai tanda dunia semakin tua.

Mari kita cek faktanya!

Ada Apa Pekan Ini?

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki beragam isu. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.

Ikuti kami di media sosial:

WhatsApp Channel

Facebook

Twitter

Instagram 

Telegram

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Awasi Ujaran Kebencian di Pilkada 2024, Bawaslu Gandeng TikTok hingga Google

13 jam lalu

Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja ditemui usai mengikuti Rapat Pleno Terbuka Penetapan Hasil Pemilu Tahun 2024 secara Nasional di Kantor KPU, Jakarta Pusat, pada Rabu, 20 Maret 2024. Tempo/Yohanes Maharso Joharsoyo
Awasi Ujaran Kebencian di Pilkada 2024, Bawaslu Gandeng TikTok hingga Google

Bawaslu menggandeng berbagai pihak dalam melakukan pengawasan ujaran kebencian dan misinformasi pada Pilkada 2024.


Pakar Soroti Mudahnya Masyarakat Termakan Hoaks, Termasuk soal BPA

2 hari lalu

Ilustrasi label lolos uji keamanan pangan pada kemasan air minum dalam kemasan.
Pakar Soroti Mudahnya Masyarakat Termakan Hoaks, Termasuk soal BPA

Pakar memberikan pemahaman yang lebih jelas mengenai BPA dan dampaknya terhadap kesehatan reproduksi agar orang tak mudah termakan hoaks.


Jangan Sampai Kecanduan, Pentingnya Pahami Dampak Positif dan Negatif Media Sosial

3 hari lalu

Foto ilustrasi sosial media. Dok. Freepik
Jangan Sampai Kecanduan, Pentingnya Pahami Dampak Positif dan Negatif Media Sosial

Penting bagi pengguna untuk bijak menggunakan media sosial agar dapat terhindar dari dampak negatif yang timbul, seperti kecanduan, penyebaran hoaks.


CekFakta #281 Siasat Industri Gim Menghadapi Skandal

6 hari lalu

Industri gim di Indonesia memiliki perkembangan signifikan setiap tahun nya. Ketahui informasi lebih lengkap tentang industri gim dan peluangnya. Foto: Canva
CekFakta #281 Siasat Industri Gim Menghadapi Skandal

Siasat Industri Gim Menghadapi Skandal Seksisme dan Sensor Pemerintah Cina


Apa Saja yang Bisa Masuk Kategori Black Campaign dalam Kampanye Pilkada?

7 hari lalu

Ilustrasi kampanye hitam
Apa Saja yang Bisa Masuk Kategori Black Campaign dalam Kampanye Pilkada?

Black campaign libatkan penyebaran informasi negatif disertai berita bohon atau fitnah untuk merugikan pesaing di pilkada. Apa ciri lainnya?


Rawan Terjadi Saat Pilkada, Berikut Beda Black Campaign dan Kampanye Negatif

8 hari lalu

Simpatisan Gerakan Pemuda Islam Indonesia menggelar aksi deklarasi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 Damai di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, 25 Maret 2018. Aksi yang diisi dengan penggalanan tanda tangan dari masyarakat tersebut bertujuan untuk mendukung Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 yang damai dengan menolak segala kampanye hitam, ujaran kebencian, informasi
Rawan Terjadi Saat Pilkada, Berikut Beda Black Campaign dan Kampanye Negatif

Banyak orang yang masih bingung dengan istilah black campaign dan kampanye negatif yang kerap ditemui saat masa pemilu dan pilkada. Ini beda keduanya.


Setahun Perang Gaza: Bagaimana Hoaks Israel tentang Hamas Menyebar?

10 hari lalu

Wisatawan mengunjungi lokasi festival Nova, di mana orang-orang dibunuh dan diculik dalam serangan 7 Oktober oleh Hamas di Reim, Israel selatan, 23 Januari 2024. REUTERS/Alexandre Meneghini
Setahun Perang Gaza: Bagaimana Hoaks Israel tentang Hamas Menyebar?

Aksi brutal Israel di Gaza awalnya direstui banyak negara karena beredar hoaks tentang kekejaman Hamas yang disebarkan oleh Israel.


CekFakta #280 Kacamata Pintar, Inovasi Teknologi yang Rawan Langgar Privasi

13 hari lalu

kacamata pintar Ray-Ban Meta (Dok. Web Meta)
CekFakta #280 Kacamata Pintar, Inovasi Teknologi yang Rawan Langgar Privasi

Kacamata Pintar, Inovasi Teknologi yang Rawan Langgar Privasi


CekFakta #279 Mengenal "Halusinasi" AI Generatif

20 hari lalu

Ilustrasi Kecerdasan Buatan (Yandex)
CekFakta #279 Mengenal "Halusinasi" AI Generatif

Mengenal "Halusinasi" AI Generatif, Ketika Kecerdasan Buatan 'Gagal Paham'


Artis Mahalini Laporkan Sebuah Akun TikTok ke Polisi karena Sebarkan Hoaks Perselingkuhan

24 hari lalu

Mahalini Raharja. Foto: Instagram/@mahaliniraharja
Artis Mahalini Laporkan Sebuah Akun TikTok ke Polisi karena Sebarkan Hoaks Perselingkuhan

Mahalini melaporkan sebuah akun media sosial TikTok ke Polda Metro Jaya karena menyebarkan hoaks soal perselingkuhannya.