Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Dalam beberapa tahun belakangan, Anda tentu merasakan fenomena berbagai akun janggal. Aneka akun ini kerap muncul di unggahan media atau jenama yang sedang viral, berkomentar dengan narasi yang mirip.
Tak jarang pula linimasa kita disuguhkan rekomendasi akun produk yang sama sekali bukan preferensi kita. Bahkan Anda mungkin masih ingat, bagaimana akun-akun palsu kompak memuja atau menjelek-jelekkan pasangan capres tertentu saat Pilpres 2024 silam.
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo
Peternakan Klik: Ketika Akun Palsu dan Hoaks Sengaja Dibudidayakan
Dilansir CNN, fenomena click farm alias peternakan klik ini sudah ada sejak meledaknya popularitas platform media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram sekitar 2000-an. Kebutuhan untuk menjadi populer di medsos, memunculkan pasar jual-beli pengikut (follower), suka (like), maupun views. Penjual follower dan like ini berbasis di negara-negara Asia seperti Indonesia, Filipina, Bangladesh, dan India, sedangkan pembelinya paling banyak berasal dari Amerika Utara dan Eropa.
Salah satu ladang peternakan klik terbesar ada di Vietnam. Di pinggiran Hanoi, fotografer Jack Latham mengabadikan peternakan klik, di balik bengkel-bengkel yang beroperasi dari dalam properti residensial dan hotel. Beberapa tampak memiliki setup jadul dengan ratusan ponsel yang dioperasikan secara manual, sementara yang lain menggunakan metode baru yang lebih ringkas dan modern, disebut “box farming”.
Gambaran mengenai peternakan klik terpotret dengan jelas dalam buku foto karya Jack Latham berjudul “Beggar’s Honey”. Mirip perusahaan teknologi sungguhan, kebanyakan pekerjanya berusia 20-an dan 30-an. “Mereka semua tampak seperti startup Silicon Valley,” katanya.
Sayangnya, regulasi di negara-negara berkembang tersebut tidak ketat. Praktik ini terus berkembang di seluruh benua, terutama di tempat-tempat dengan biaya tenaga kerja dan listrik yang rendah. Padahal di Cina, Asosiasi Periklanan Cina mencoba menindak operasi peternakan klik ini dengan melarang penggunaan click farm untuk keuntungan komersial pada 2020.
Tak hanya demi urusan like dan follower suatu produk, peternakan klik juga digunakan untuk mengamplifikasi pesan politik dan menyebarkan disinformasi selama pemilihan umum. Misalnya pada 2016, perdana menteri Kamboja saat itu, Hun Sen, dituduh membeli friend dan like di Facebook. Begitu pula operasi bayangan di Makedonia Utara, yang banyak menyebarkan posting dan artikel pro-Donald Trump selama pemilihan presiden Amerika Serikat pada tahun itu.
Di Indonesia, selama Pilpres 2024 silam, peternakan klik ini juga digunakan melalui akun-akun yang tampak otentik, atau biasa disebut buzzer. Akun-akun buzzer kompak memuji atau mendukung pasangan capres tertentu dengan narasi yang mirip dan dimodifikasi.
Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG) menyebut bahwa buzzer eksis di Indonesia pada tahun 2009 bersamaan dengan penggunaan Twitter oleh masyarakat luas. Awalnya, buzzer berfungsi membantu perusahaan menjalankan strategi pemasaran. Namun pada pilkada DKI Jakarta tahun 2012, buzzer mulai merambah ke ranah politik.
Mengingat Pilkada sudah di depan mata, maka sebaiknya kita turut waspada agar tak terperdaya buzzer dan peternak klik ini.
Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab
Cek Fakta Pilihan
Benarkah Pemenggalan Penyelundup Narkoba di Arab Saudi pada 20 April 2023?
Sebuah video beredar di WhatsApp dan Facebook [arsip] yang diklaim memperlihatkan pemenggalan terhadap penyelundup narkoba berkebangsaan Nigeria yang tertangkap otoritas Arab Saudi. Video itu memperlihatkan tiga orang yang berlutut di tanah yang dipenggal menggunakan pedang satu per satu. Mereka mengenakan pakaian terusan putih dan sorban merah di kepala. Narasi dalam konten itu menyebut bahwa eksekusi warga Nigeria dilakukan di depan umum setelah adanya putusan hakim Arab Saudi pada 20 April 2023.
| Hasil Pemeriksaan fakta
Tempo memverifikasi unggahan itu menggunakan layanan reverse image search dari mesin pencari Google dan TinEye. Ditemukan sejumlah berita yang membahas asal mula video tersebut.
Waktunya Trivia!
Benarkah Video yang Diklaim Mamalia Berkepala Sapi yang Dikaitkan Tanda Akhir Zaman?
Video berdurasi 14 detik yang memperlihatkan seekor mamalia berkepala sapi ramai beredar di media sosial Instagram. Video yang diunggah pada 10 Juli 2024 lalu dinarasikan sebagai tanda dunia semakin tua.
Ada Apa Pekan Ini?
Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki beragam isu. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Benarkah Najwa Shihab dan Dokter Isman Firdaus Promosikan Metode Menetralisir Hipertensi?
- Benarkah Tempo Memberitakan Agenda Persatuan Komunis Cina?
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.
Ikuti kami di media sosial: