Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

CekFakta #190 Mari Membedah Isi "Otak Partisan" Para Pengikut Kelompok

image-gnews
Ilustrasi otak. medicalnews.com
Ilustrasi otak. medicalnews.com
Iklan

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Tahun Baru 2023 bakal menjadi ajang pemanasan menjelang Pemilu Presiden tahun 2024 mendatang. Belajar dari Pemilu sebelumnya, media sosial dan aplikasi perpesanan menjadi ladang pertempuran informasi valid dan kabar bohong.

Namun di sisi lain, Anda mungkin bertanya-tanya mengapa ada sekelompok orang yang begitu fanatik terhadap partai, ideologi, atau kelompok tertentu? Ada apa gerangan di balik benak mereka yang seakan menolak fakta yang bertentangan dengan keyakinan golongan yang diikuti?

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo

Prebunking Series (10)

Mari Membedah Isi “Otak Partisan” Para Pengikut Kelompok

Manusia cenderung menolak fakta yang mengancam rasa identitas. Fenomena inilah yang mendasari teori “otak partisan”, yaitu ketika identitas membentuk keyakinan. Inilah alasan mengapa orang digiring untuk mempercayai misinformasi, kebohongan, dan propaganda.

Dilansir dari DW Documentary, Profesor Jay van Bevel dari Departemen Psikologi Kognitif dan Sosial, New York University, “otak partisan” ini berkaitan dengan emosi yang menyokong keyakinan politik para pendukungnya.

Menurut Van Bavel, orang seringkali membangun identitas melalui pilihan partai politik tertentu. Identitas ini amat penting bagi mereka, sehingga ancaman terhadap kandidat idola–tanpa disadari–dianggap sebagai ancaman terhadap diri sendiri.

Fakta klaim tersebut keliru, menciptakan emosi negatif di antara para pengikutnya saat mereka dihadapkan dengan bukti yang bertentangan dengan keyakinan yang mereka pegang. Tak hanya mengancam status mereka, namun juga rasa memiliki di antara para pengikut.

Van Bevel dan Andrea Pereira menghimpun data dari survei dari para pendukung Donald Trump usai klaim jumlah pendukung saat prosesi inagurasi terbesar yang pernah terjadi di Amerika Serikat. Padahal, klaim tersebut keliru.

Ia merujuk ke studi klasik oleh psikolog sosial Leon Festinger, yang meneliti reaksi pengikut sekte hari kiamat ketika ramalan kiamat meleset. Alih-alih meninggalkan sekte, para pengikut malah melakukan yang sebaliknya. Mereka “mempertebal” keyakinan mereka dan menyebarkan keyakinan mereka dengan lebih giat lagi. 

Ini menunjukkan bahwa ketidaklogisan seseorang cenderung menimbulkan “disonansi kognitif”, yakni keadaan tidak nyaman karena merasakan dua keyakinan yang berbeda dan saling bertentangan.

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab

Cek Fakta Pilihan

Benarkah Demonstran Pro Indonesia Bakar Gedung Perdana Menteri Australia Anthony Albanese?

Sebuah video dengan klaim bahwa demonstran pro Indonesia membakar gedung Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese di Facebook pada 17 Desember 2022. Video berdurasi 8 menit 14 detik itu memperlihatkan aksi demonstrasi warga dengan membawa bendera Australia.

Video itu beredar di tengah isu tentang Pulau Pasir. Narator video mengatakan, puluhan ribu orang dari seluruh penjuru Australia melakukan unjuk rasa kepada pemerintah yang semena-mena mengklaim Pulau Pasir milik Australia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

| Hasil Pemeriksaan fakta

Hasil penelusuran Tim Cek Fakta Tempo, video di atas bukan unjuk rasa warga Australia pro Indonesia yang membakar gedung Perdana Menteri Australia karena Pulau Pasir. 

Untuk memeriksa kebenaran video tersebut, Tim Cek Fakta Tempo menggunakan InVID untuk memfragmentasi video tersebut menjadi beberapa gambar. Dari gambar-gambar tersebut kemudian ditelusuri menggunakan reverse image milik Google dan Yandex.

Baca selengkapnya

Waktunya Trivia!

Cara Membedakan Fakta dan Opini

Ilustrasi mencari barang hilang. Shutterstock

Berita bohong atau hoaks semakin banyak ditemui sehari-hari. Media sosial dan grup perpesanan Whatsapp menjadi salah satu media yang digunakan untuk menyebarkan informasi salah maupun informasi sesat.

Namun, kebenaran juga tak lepas dari fakta dan opini. Meski sering disandingkan, sebenarnya keduanya memiliki pengertian yang berbeda. Tak jarang opini juga dimanfaatkan oleh para pembuat hoaks untuk menjebak sasarannya.

| Simak pentingnya mengetahui cara membedakan fakta dan opini.

Simak caranya

Ada Apa Pekan Ini?

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.

Ikuti kami di media sosial:

Facebook

Twitter

Instagram

Telegram

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

6 hari lalu

Logo twitter, facebook dan whatsapp. Istimewa
CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

Menelisik Motivasi di Balik Akun Medsos Penyebar Hoaks Melalui Transparansi Halaman


CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

13 hari lalu

Ilustrasi internet. (abc.net.au)
CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima


Beredar Ada Gas di Wilayah IKN, Jubir Otorita Ingatkan Masyarakat Waspadai Hoaks

19 hari lalu

Juru Bicara Otorita Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Troy Pantouw di Hotel Shangri-La Jakarta pada Senin, 26 Februari 2024. TEMPO/Annisa Febiola
Beredar Ada Gas di Wilayah IKN, Jubir Otorita Ingatkan Masyarakat Waspadai Hoaks

Jubir OIKN sebut video viral soal kandungan gas di wilayah IKN adalah hoaks.


CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

20 hari lalu

Logo Google. REUTERS
CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google


CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

27 hari lalu

Ilustrasi hoaks atau fake news. Shutterstock
CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup


Kata Para Pengamat soal Kursi Ketua DPR Hanya Jadi Hak Partai Pemenang Pemilu

27 hari lalu

Kata Para Pengamat soal Kursi Ketua DPR Hanya Jadi Hak Partai Pemenang Pemilu

Usai Pileg 2024, kursi ketua DPR jadi pembahasan menarik berikutnya. Benarkah jatah kursi ketua DPR hanya hak partai pemenang pemilu?


Sumardji Pastikan Isu Hotel Timnas Indonesia Diserang Kembang Api Hoaks

31 hari lalu

Manager Timnas Indonesia, Kombes Sumardji. (foto: istimewa)
Sumardji Pastikan Isu Hotel Timnas Indonesia Diserang Kembang Api Hoaks

Ketua BTN Sumardji menduga kembang api yang muncul di dekat lokasi Timnas Indonesia latihan berasal dari pesta rakyat setempat.


CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

33 hari lalu

Logo TikTok terlihat di smartphone di depan logo ByteDance yang ditampilkan dalam ilustrasi yang diambil pada 27 November 2019. [REUTERS / Dado Ruvic / Illustration / File Photo]
CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

TikTok disorot sebagai sarang penyebaran misinformasi maupun disinformasi.


Apresiasi MK Hapus Pidana Berita Bohong, ICJR: Jaminan Hak Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat

34 hari lalu

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat memimpin Sidang Pengucapan Putusan Uji Materi Pasal-Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 21 Maret 2024. Permohonan uji materi diajukan oleh Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) terkait pasal-pasal pencemaran nama baik dan berita bohong. Pasal-pasal yang diuji materi antara lain, Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946; Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE; serta Pasal 310 KUHP. Pasal-pasal tersebut dianggap melanggar prinsip nilai negara hukum yang demokratis serta hak asasi manusia, dan seringkali disalahgunakan untuk menjerat warga sipil yang melakukan kritik terhadap kebijakan pejabat publik. TEMPO/Subekti.
Apresiasi MK Hapus Pidana Berita Bohong, ICJR: Jaminan Hak Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus pidana berita bohong.


MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

35 hari lalu

Terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti usai menjalani sidang putusan perkara dugaan pencemaran nama baik terhadap Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin 8 Januari 2024. Sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Cokorda Gede Arthana dengan hakim anggota Muhammad Djohan Arifin dan Agam Syarief Baharudin memutuskan Haris Azhar dan Fatia bebas tidak bersalah. TEMPO/Subekti.
MK Hapus Pasal Keonaran dan Berita Bohong, Fatia Maulidiyanti: Pasal Ini Hukumannya Berat

Ketua AJI Indonesia Sasmito Madrim mengatakan putusan MK yang menghapus pasal 14 dan 15 UU 1 Tahun 1946 merupakan angin segar bagi jurnalis.