TEMPO.CO, Jakarta - Di balik kesempitan selalu ada kesempatan. Di Indonesia, klise ini jadi mengerikan ketika terjadi dalam krisis. Wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang ternak ruminansia sejak akhir April 2022 membuat peternak di pelbagai wilayah Indonesia gulung tikar. Menjelang hari raya Iduladha yang seharusnya panen, mereka gigit jari karena ternak terinfeksi virus ini.
Indonesia sesungguhnya telah menjadi negara bebas PMK sejak 1990. Perhatian serius pada kesehatan hewan sejak 1970-an memberikan hasil kita bisa menangkal virus pada hewan ternak berkuku genap yang masuk ke Indonesia sejak 1887 ini. Tapi, regulasi yang menyelamatkan, regulasi pula yang merobohkannya.
Baca juga:
Konstelasi politik yang berubah, mengubah pula politik pangan Indonesia. Persaingan koneksi pengadaan daging membuat pemerintah Indonesia mengubah regulasi impor: dari country based menjadi zone based pada 2014. Impor daging dan ternak dari negara bebas PMK, berubah menjadi zona. Artinya, negara yang tak bebas PMK jika ia masuk zona bebas PMK, bisa mengimpor daging dan ternaknya ke Indonesia.
Perubahan ini membuat pertahanan kesehatan hewan kita jebol. Ombudsman menemukan bahwa wabah PMK sebetulnya sudah masuk ke Indonesia sejak 2015. Virus itu bercokol di sini lalu meledak tahun ini dan menyebar sangat cepat. Virus PMK bisa menular lewat benda-benda yang terpapar, bahkan bisa menginfeksi ternak lewat udara.
Pemerintah terkesan membiarkan wabah ini sejak temuan pertama di Gresik, Jawa Timur. Lalu lintas ternak tetap terbuka, tak ada karantina wilayah. Pemerintah bahkan mengampanyekan tak masalah makan daging hewan terinfeksi virus karena tak membahayakan manusia.
Centang-perenang penanganan wabah ini membuat alarm jurnalistik kami berbunyi. Kami mencium ada yang tak beres di baliknya. Seperti umumnya penanganan krisis, kami menduga ada yang memanfaatkannya. Rapat redaksi menugaskan desk Investigasi untuk menelusuri dugaan itu. Benarkah kelalaian itu untuk memberi menguntungkan importir daging? Dan seperti juga pandemi Covid-19, mungkin ada yang akan menangguk untung juga dari pengadaan vaksin.
Para reporter menyebar ke banyak daerah. Selama dua bulan mereka berkeliling untuk mengetahui dampak hebat wabah PMK kepada peternak-peternak lokal. Hasilnya, tak hanya bukti atas praduga awal, reportase di daerah juga menguak soal lain yang tak kalah gawat: upaya pemerintah mencapai swasembada daging kacau-balau. Program Seribu Desa Sapi dari Kementerian Pertanian jauh-panggang dari swasembada. Alih-alih mendorong peternak lokal, swasembada tetap memasukkan unsur ternak impor yang tak cocok dengan habitat Indonesia.
Impor memang bukan kebijakan tabu dalam memenuhi kecukupan pangan. Tapi di Indonesia, impor pangan acap jadi rebutan rente para politikus menangguk cuan. Rebutan itu jadi mengerikan ketika terjadi di masa krisis seperti wabah PMK kali ini.
Erwan Hermawan
Redaktur
Siapa Untung dari Wabah PMK
Kementerian Pertanian menunjuk lima perusahaan importir vaksin PMK tanpa tender. Perusahaan buah-buahan pun jadi penyedianya.
Panen Daging Impor
Selain importir vaksin, importir daging juga untung besar. Anjloknya daging lokal membuat pasokan daging impor melonjak.
Pengadaan Sapi Lokal Terpontal-pontal
Di tengah impor ada usaha mendorong peternak lokal. Tapi tata kelola buruk membuat program ini kisruh.
Demi Mimpi Swasembada Sapi
Tiap pemerintahan selalu bermimpi swasembada. Tak terkecuali daging. Kementerian Pertanian menggelar program Desa Korporasi Sapi.
Kementerian Pertanian Menjawab
Persatuan Dokter Hewan Indonesia menyatakan negara lalai menangkal wabah PMK. Mengapa mencari vaksin setelah wabah meluas?
OPINI
Penangguk Untung Wabah PMK
Sudah terlambat mencegah wabah, pengadaan vaksin tanpa tender pula. Mengapa manajemen pemerintah selalu melupakan akuntabilitas?