Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengeluarkan hasil riset tentang persebaran hoaks. Isinya, dalam rentang waktu Januari 2020 hingga November 2021, persebaran hoaks paling banyak di media sosial Facebook.
Dalam nawala ini pula, Tempo telah memeriksa sejumlah klaim dan menayangkan hasil pemeriksaan terhadap klaim tadi di kanal Cek Fakta Tempo. Salah satu klaim yang diperiksa adalah klaim tentang ribuan orang di Indonesia meninggal usai divaksin Covid-19.
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
______________________________________________________________________
Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo MediaLab
Facebook Jadi Media Sosial dengan Hoaks Terbanyak
Aplikasi Facebook menjadi media sosial dengan persebaran hoaks terbanyak menurut hasil riset Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). Riset ini berlangsung pada rentang waktu Januari 2020 hingga November 2021. Hasilnya, terdapat 4.432 konten hoaks tersebar di Facebook dalam periode tersebut. Sementara unggahan hoaks pada Twitter ditemukan sebanyak 572 konten, Youtube 55 konten, Instagram 47 konten dan Tiktok 25 konten.
Seorang perempuan melihat logo Facebook di iPad dalam ilustrasi foto yang diambil 3 Juni 2018. [REUTERS / Regis Duvignau / Ilustrasi]
Sebagian besar konten hoaks yang tersebar terkait dengan Covid-19. Juru Bicara Kemenkominfo Dedy Permadi mencontohkan, terkait pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), terdapat 48 isu pada 1.167 unggahan media sosial, dengan persebaran terbanyak pada Facebook yakni 1.149 unggahan. Dari kasus tersebut, memutus akses untuk 1.003 unggahan, sementara 164 lainnya sedang ditindaklanjuti.
“Hoaks yang beredar ini menjadi lebih parah karena mengakibatkan orang Indonesia tidak percaya Covid-19 atau menganggapnya sebagai teori konspirasi belaka,” kata Deddy dalam jumpa pers virtual, Kamis, 18 Agustus 2021.
Riset akademisi Universitas New York dan Universite Grenoble Alpes Prancis juga menunjukkan konten disinformasi atau berita bohong di Facebook enam kali lebih banyak diakses daripada konten fakta. Bahkan likes dan share juga lebih banyak enam kali dibandingkan dengan berita-berita yang bersifat fakta.
Ironisnya studi terbaru mengungkapkan bahwa akun yang sudah terverifikasi atau bercentang biru justru menjadi salah satu yang paling banyak menyebarkan hoaks.
Studi ini dilakukan oleh Min-Seok Pang, Associate Profesor Sistem Informasi Manajemen, dan Milton F. Stauffer, Peneliti dari Fox School of Business, Temple University, Philadelphia. Pang mengatakan platform media sosial harus lebih berhati-hati dalam memberikan akun terverifikasi.
Temuan lain dari studi ini mengungkap konten hoaks berbentuk video lebih banyak tersebar dibanding konten hoaks lain seperti tulisan atau foto. “Hoaks atau informasi palsu adalah masalah besar saat ini, bahkan menjadi masalah hidup dan mati. Selain itu hoaks juga bisa mengikis kepercayaan dan rasa hormat antar masyarakat,” ujar Pang dilansir dari News Temple.
Waktunya Trivia!
Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini yang mungkin luput dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.
Diretas, Server FBI Sebar 100 Ribu Email Peringatan Palsu. Platform Bleeping Computer melaporkan bahwa peretas atau hacker menargetkan server email Biro Investigasi Federal (FBI), Amerika Serikat. Bahkan penjahat siber telah berhasil mengirim ribuan pesan palsu yang mengatakan bahwa penerimanya telah menjadi korban serangan berantai yang kompleks.
Ilustrasi proses peretasan di era teknologi digital. (Shutterstock)
Peretas mengklaim telah membocorkan data milik Kepolisian Republik Indonesia atau Polri. Klaim diberikan akun @son1x666 di Twitter dan diunggah Kamis sore, 17 November 2021. “POLRI-Indonesian National Police Hacked,”serunya. Dalam salah satu link yang disertakannya, data yang dibocorkan memuat sejumlah besar nama dan identitas anggota Polri beserta jenis pelanggaran yang dilakukan. Ada dua tautan lain yang disertakan, yang masing-masing harus diunduh sebesar 10,27 MB.
Tidak Diinginkan, Clearview AI Terpaksa Hapus Data Pengenalan Wajah di Australia. Komisioner privasi Australia telah memutuskan bahwa Clearview AI telah melanggar privasi penduduk negara itu. Clearview AI pun dipaksa untuk menghapus cache dari data pengenalan wajah mereka.
Robinhood, platform perdagangan berbasis aplikasi paling populer untuk investor non-profesional, telah mengkonfirmasi mengalami peretasan data minggu lalu. Peretasan itu berpotensi membahayakan jutaan nama dan alamat email. Peretasan data tadi memiliki sejumlah kesamaan dengan peretasan Twitter tahun 2020, yaitu dimulai dengan penggunaan rekayasa sosial untuk meyakinkan karyawan Robinhood untuk menyediakan akses ke sistem layanan pelanggan.
Periksa Fakta Sepekan Ini
Dalam sepekan terakhir, klaim-klaim seputar politik paling mendominasi. Selain itu, ada pula klaim keliru sebuah video yang dikaitkan dengan kecelakaan yang menimpa artis Vanessa Angel. Buka tautannya ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Keliru, Video Detik-detik Lahirnya 17 Anak Kembar
- Keliru, Pernyataan Valentino Rossi soal Dana Bansos di Indonesia Dicolong
- Menyesatkan, Pisang Asal Somalia Mengandung Cacing Helicobacter
- Keliru, Rencana Pandemi Covid-19 Dibuat Rockefeller pada 2010
- Keliru, Foto-foto Makam di Jepang Telah Diberi Penanda Kode Batang
- Keliru, Bocah di Amerika Serikat Diadili karena Merampok Toko dan Hakim Mendenda Pengunjung Pengadilan
- Keliru, Mahkamah Agung Amerika Serikat Membatalkan Vaksinasi Universal
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini.
Ikuti kami di media sosial: