Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

CekFakta #63 Deepfake dan Ancaman Kekacauan Siber

image-gnews
Gambar tangkapan layar video yang memperlihatkan perbedaan antara rekaman asli dengan deepfake. Credit: Kanal YouTube WatchMojo
Gambar tangkapan layar video yang memperlihatkan perbedaan antara rekaman asli dengan deepfake. Credit: Kanal YouTube WatchMojo
Iklan
  • Riset perusahaan keamanan siber menemukan potensi munculnya pemanfaatan deepfake oleh hacker untuk memeras seseorang. Hal ini terlihat dari meningkatnya minat anggota forum di dark web untuk memonetisasi deepfake. Laporan tersebut menemukan pengguna forum bawah tanah itu kerap membahas bagaimana kecerdasan buatan digunakan untuk pemerasan seksual.
  • Pada 3 Juni 2020, Majelis Hakim PTUN Jakarta memutuskan Presiden Jokowi serta Menkominfo bersalah terkait pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat sepanjang Agustus-September 2019. YLBHI menilai pemerintah tetap perlu meminta maaf terkait pemblokiran itu meskipun, dalam putusannya, majelis hakim hanya mewajibkan pemerintah membayar biaya perkara.

Halo, pembaca Nawala CekFakta Tempo! Dalam risetnya yang diterbitkan awal Juni 2020 lalu, Trend Micro memprediksi dalam waktu dekat bakal muncul pemerasan dengan memanfaatkan deepfake atau konten manipulasi yang diciptakan dengan teknologi kecerdasan buatan. Bahkan, deepfake diramalkan bisa mendistorsi wacana demokrasi, memanipulasi pemilu, mengikis kepercayaan terhadap institusi, dan memperburuk perpecahan sosial.

Apakah Anda menerima nawala edisi 12 Juni 2020 ini dari teman dan bukan dari email Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Nawala edisi ini ditulis oleh Angelina Anjar Sawitri dari Tempo Media Lab.

DEEPFAKE DAN ANCAMAN KEKACAUAN SIBER  

Konten manipulasi yang diciptakan dengan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) alias deepfake semakin menjadi primadona di dunia maya, tak terkecuali bagi pengguna forum bawah tanah. Semakin besarnya ketertarikan terhadap deepfake—umumnya berupa video atau foto—oleh pengguna forum yang kebanyakan adalah hacker ini memicu kekhawatiran bahwa deepfake bakal dipakai sebagai modus baru pemerasan berbasis serangan ransomware.

Hal itu tentu tidak mengherankan. Dalam beberapa tahun terakhir, deepfake memang telah digunakan terutama dalam penyebaran berita palsu atau pembuatan konten pornografi tiruan. Namun, kini, video atau foto yang dihasilkan oleh AI yang pada dasarnya mentransplantasikan wajah seseorang ke dalam sebuah adegan tersebut semakin meyakinkan. Juga invasif, karena si pencipta mengambil alih secara penuh kendali korban atas wajahnya dan memakainya untuk sesuatu yang tidak pernah dia inginkan.

Karena itu, menurut laporan perusahaan keamanan siber Trend Micro, tidak lama lagi kita bakal melihat munculnya deepfake ransomware atau pemanfaatan deepfake untuk memeras seseorang agar membocorkan informasi sensitif ataupun membayar tebusan dalam jumlah tertentu. Istilah ini berbeda dengan ransomware yang pada umumnya menggunakan malware atau perangkat lunak jahat untuk memeras korbannya. 

Berdasarkan laporan investigasi Trend Micro yang diterbitkan pada 1 Juni 2020, minat anggota forum-forum di dark web terhadap kemampuan untuk memonetisasi deepfake meningkat. Laporan itu menemukan pengguna forum bawah tanah tersebut kerap membahas bagaimana AI dapat digunakan untuk “eWhoring” atau pemerasan seksual (sextortion), serta untuk menghindari otentikasi ID wajah, terutama di situs-situs kencan.

Saat ini, sextortion masih bergantung pada teknik rekayasa sosial untuk memanipulasi korban agar membayar tebusan dalam bentuk mata uang kripto. Trend Micro khawatir meningkatnya kecanggihan deepfake membuat praktik sextortion semakin meluas. “Video atau foto asli tidak diperlukan. Pemerasan secara virtual lebih efisien karena penjahat siber tidak perlu melakukan rekayasa sosial terhadap seseorang yang bisa menempatkannya pada posisi yang berbahaya,” demikian penjelasan dalam laporan Trend Micro.

Laporan itu pun mencontohkan bahwa pelaku bisa memulai aksinya hanya dengan mengumpulkan video-video yang berisi wajah korban serta sampel-sampel suara korban dari akun media sosialnya. Video dan audio itu lalu dibuat menjadi deepfake dan diunggah ke sebuah situs. Kemudian, pelaku bisa memulai hitung mundur dan mengancam bakal mengirim tautan video palsu itu ke semua nomor ponsel di buku kontak korban jika tidak membayar tebusan hingga batas waktu yang ditentukan.

Ancaman deepfake tidak berhenti sampai di situ saja. Bayangkan jika di media sosial beredar video palsu yang memperlihatkan politikus melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak, atau tentara melakukan kekejaman terhadap warga sipil, atau Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan peluncuran senjata nuklir ke arah Korea Utara. Sudah pasti timbul kekacauan karena adanya ketidakpastian apakah rekaman itu otentik.

Dalam laporan terbarunya, The Brookings Institution bahkan menyatakan bahwa deepfake dapat menimbulkan berbagai ancaman politik dan sosial, mulai dari mendistorsi wacana demokrasi, memanipulasi pemilu, mengikis kepercayaan terhadap institusi, memperlemah jurnalisme, memperdalam perpecahan sosial, membahayakan keselamatan publik, hingga merusak reputasi tokoh-tokoh terkemuka, termasuk pejabat yang sudah terpilih maupun kandidat pemilu.

Lalu, apa yang mesti dilakukan untuk membendung efek negatif dari teknologi ini? Tahun lalu, pemerintah negara bagian California, Amerika, mengeluarkan undang-undang yang menyatakan pembuatan dan penyebaran deepfake politik dalam waktu 60 hari sebelum pemilu sebagai tindakan ilegal. Tapi larangan ini menemui tantangan dari sisi praktik maupun konstitusional. Amandemen Pertama Konstitusi Amerika menjamin kebebasan berekspresi. Selain itu, larangan ini sulit ditegakkan karena sifat internet yang anonim dan tanpa batas.

Bagaimana dengan perusahaan-perusahaan teknologi, seperti Facebook, Google, dan Twitter? Kita tentu berharap mereka secara sukarela mengambil tindakan yang lebih keras untuk menangkal penyebaran deepfake. Menurut pakar hukum Bobby Chesney dan Danielle Citron, kebijakan berbagai platform tersebut merupakan satu-satunya dokumen terpenting saat ini yang bisa mengatur pernyataan seseorang di internet. Karena itu, kebijakan ini menjadi mekanisme respons yang paling mungkin terhadap deepfake.

Tapi, solusi tunggal tidaklah cukup. Solusi yang paling fundamental untuk membendung bahaya deepfake adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang ancaman teknologi tersebut. Edukasi publik merupakan pertahanan ampuh terhadap penyebaran informasi palsu, termasuk deepfake yang berpotensi besar melanggengkan praktik ini.

KEMENANGAN GUGATAN INTERNET PAPUA   

Masih ingat pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada 2019 lalu? Kala itu, pemerintah memutus internet di Papua dan Papua Barat dengan dalih kondisi yang “sudah tidak kondusif” dan “atas nama keamanan”. Hal ini merujuk pada aksi pembakaran gedung dan kendaraan di Fakfak, Sorong, serta Manokwari oleh massa yang memprotes penangkapan dan ucapan rasial terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur. Pemblokiran internet itu pun digugat ke pengadilan. Pada 3 Juni 2020, Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Jakarta memutuskan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi serta Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) bersalah.

- Dalam pembacaan pertimbangan, majelis hakim menyatakan pemblokiran internet di Papua melanggar undang-undang tentang keadaan berbahaya. Apalagi, sebelum pemblokiran, tidak pernah ada pengumuman bahwa sedang terjadi keadaan berbahaya. “Karena tidak pernah ada pengumuman tersebut, hal ini juga melanggar hak atas informasi dan hak lainnya, menunjukkan tidak adanya good governance. Juga menghalangi tugas-tugas jurnalis dan pemerintah,” kata kuasa hukum penggugat, Muhammad Isnur, mengutip putusan majelis hakim.

- Dalam putusannya, majelis hakim pun menyatakan bahwa internet bersifat netral. Artinya, internet bisa digunakan untuk hal yang positif maupun hal yang negatif. “Namun, apabila ada konten yang melanggar hukum, maka yang seharusnya dibatasi adalah konten tersebut,” kata majelis hakim. Majelis hakim pun menganalogikannya dengan penanganan konten pornografi, di mana yang dibatasi dan ditutup aksesnya hanyalah konten atau penyedia layanan tersebut, bukan memadamkan internet secara keseluruhan. “Sebab, hal ini bisa menutup konten positif,” ujar majelis hakim.

- Juru bicara presiden bidang hukum, Dini Purnomo, mengatakan pemerintah menghormati putusan itu. Dini juga menuturkan pemerintah butuh waktu guna menentukan langkah hukum dalam menindaklanjuti putusan tersebut. Menurut dia, langkah hukum pemerintah akan dibahas lebih lanjut dengan jaksa pengacara negara. “Masih ada waktu 14 hari sejak putusan PTUN untuk berkekuatan hukum tetap,” kata Dini. Tanggapan serupa disampaikan oleh Menkominfo Johnny Plate. “Kami menghargai putusan pengadilan, tapi kami juga mencadangkan hak hukum sebagai tergugat,” ujarnya. 

- Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai pemerintah tetap perlu meminta maaf terkait pemblokiran internet di Papua meskipun, dalam putusannya, majelis hakim hanya mewajibkan pemerintah membayar biaya perkara. Menurut YLBHI, putusan itu membuktikan bahwa pemerintah mengambil kebijakan tanpa dasar hukum yang jelas dan mengikat. “Padahal, di konstitusi, Indonesia negara hukum. Pemerintah sudah disumpah untuk taat konstitusi. Jadi, kalau presiden melanggar hukum, sama saja dia declare melanggar konstitusi,” ujar Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Muhammad Isnur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

- Menurut riset Top10VPN.com, Indonesia termasuk dalam tujuh negara yang merugi paling besar akibat pemblokiran internet selama 2019. Total kerugian Indonesia karena pemblokiran ini mencapai Rp 2,6 triliun. Selain Indonesia, negara yang masuk dalam tujuh besar itu adalah negara yang sedang dalam konflik, seperti Sudan, Irak, dan Venezuela. Menurut Bhima Yudistira, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), statistik ini membuat investor, terutama yang ingin mengembangkan teknologi digital di Indonesia, bakal mempertimbangkan kembali investasinya.

- Bos Bahaso, Tyovan Ari Widagdo, mengatakan bisnis teknologi pendidikan yang menjadi fokus perusahaannya merugi puluhan hingga ratusan juta akibat pemerintah memblokir internet saat terjadinya kerusuhan di depan gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada pertengahan 2019 selama tiga hari. Begitu juga ketika pemerintah memblokir internet di Papua. “Akhirnya, pelanggan Bahaso tidak bisa mengakses layanan kami. Jadi, kami rugi. Kami tentu sangat bergantung pada infrastruktur digital, terutama koneksi internet,” ujar Tyovan.

WAKTUNYA TRIVIA! 

Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini, yang mungkin terselip dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.

- Facebook membatasi pencarian dengan kata kunci “boogaloo”. Pembatasan ini dilakukan karena istilah tersebut terkait dengan adanya potensi perang sipil di Amerika Serikat atau keruntuhan peradaban. Pembatasan juga dilakukan dengan tidak menyediakan rekomendasi grup terkait “boogaloo”. Pada Mei 2020, Facebook telah melarang penggunaan kata tersebut dan istilah lain yang beredar bersama gambar senjata serta ajakan aksi. Pada April lalu, Tech Transparency Project menemukan bahwa para pengikut teori konspirasi “boogaloo” berencana menggunakan senjata ketika berunjuk rasa menentang lockdown akibat pandemi Covid-19.

- Twitter menghapus video yang diunggah oleh tim kampanye Presiden AS Donald Trump yang didedikasikan kepada George Floyd, pria Afrika-Amerika yang tewas setelah lehernya ditindih oleh polisi. Menurut juru bicara Twitter, langkah itu diambil usai menerima keluhan soal pelanggaran hak cipta dalam video tersebut. Selain Twitter, Facebook dan Instagram juga menghapus video itu karena keluhan yang sama. Keputusan ini semakin menambah ketegangan hubungan Trump dengan perusahaan media sosial, terutama Twitter.

- Google mengungkap upaya peretasan terhadap akun email pribadi staf kampanye Joe Biden dan Donald Trump. Pelaku terdeteksi berasal dari Cina dan Iran dengan jenis serangan berupa phising, mirip seperti yang pernah dialami oleh ketua kampanye Hillary Clinton saat Pemilu AS pada 2016. Menurut Google, upaya peretasan itu terkonfirmasi oleh Threat Analysis Group.Tapi, mereka menyatakan tidak ada bukti bahwa upaya yang diklaim berasal dari kelompok APT31 dan APT35 tersebut berhasil.

- Pada 10 Juni 2020, sebuah fitur baru diluncurkan di Google Maps yang memungkinkan pengguna mendapatkan informasi tentang pembatasan perjalanan terkait Covid-19. Dengan fitur ini, pengguna bisa memeriksa seberapa ramai stasiun kereta pada waktu tertentu. Pengguna juga bisa memeriksa jadwal terbatas bus pada rute tertentu. Fitur ini baru tersedia di Argentina, AS, Belanda, India, Inggris, dan Prancis. Peluncuran di negara-negara lain bakal menyusul.

- Sidang pertama terkait kasus kebocoran data pengguna Tokopedia digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 10 Juni 2020 lalu. Penggugat kasus ini adalah Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) yang mengajukan enam tuntutan kepada Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) selaku Tergugat I dan Tokopedia selaku Tergugat II. Salah satu tuntutan KKI adalah meminta Menkominfo menghukum Tokopedia dengan membayar denda administratif sebesar Rp 100 miliar. Tokopedia pun dituntut untuk meminta maaf atas seluruh kerugian yang timbul terkait kasus tersebut.

- Microsoft mengganti puluhan jurnalis kontraknya dengan sistem kecerdasan buatan. Langkah ini bertujuan untuk menghemat biaya dan merampingkan tim kurasi konten. Meskipun begitu, hal ini bisa menyebabkan konten yang kurang berkualitas muncul di situs Microsoft. Sebelumnya, raksasa teknologi ini mempekerjakan staf penuh waktu serta jurnalis kontrak untuk membantu membuat dan mengedit berita yang akan dimuat di platform Microsoft News dan browser Microsoft Edge. Kini, Microsoft berencana mempertahankan staf penuh waktunya, sementara sekitar 50 jurnalis tidak akan diperpanjang kontraknya pada akhir Mei 2020.

PERIKSA FAKTA SEPEKAN INI

Pada awal Juni 2020 lalu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan bahwa Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dan Presiden Joko Widodo atau Jokowi melanggar hukum terkait pemblokiran internet di Papua dan Papua Barat pada Agustus-September 2019. Merespons putusan itu, Menkominfo Johnny Plate menyatakan, “Secara teknis tidak mungkin Kominfo melakukan pemutusan atau pelambatan internet yang tata kelolanya ada pada manajemen operator seluler,” ujarnya. Dia juga menuturkan belum menemukan dokumen yang menyebut operator seluler membuat kebijakan pelambatan internet di Papua dan Papua Barat maupun dokumen tentang keputusan pemerintah untuk memblokir internet di kedua provinsi tersebut.

Berdasarkan verifikasi oleh Tim CekFakta Tempo, pernyataan bahwa Kominfo tidak mungkin melakukan pelambatan atau pemblokiran internet adalah pernyataan yang keliru. Faktanya, Kominfo memang melakukan pelambatan dan pemblokiran internet di sejumlah daerah di Papua dan Papua Barat pada 19 Agustus-10 September 2019. Hal ini dinyatakan sendiri oleh Kominfo melalui 10 siaran pers yang hingga saat ini masih ditampilkan di situs resmi Kominfo. Terkait gangguan internet yang diklaim bisa saja terjadi karena adanya perusakan infrastruktur, pada 29 Agustus 2019, Kominfo memang mengumumkan adanya pemotongan kabel utama jaringan optik Telkom di Jayapura. Akan tetapi, kebijakan pembatasan internet di Papua dan Papua Barat telah diumumkan sejak 19 Agustus 2019, sementara kebijakan pemblokiran internet telah diumumkan sejak 21 Agustus 2019.

Selain artikel di atas, kami juga melakukan pemeriksaan fakta terhadap beberapa hoaks yang beredar. Buka tautan ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini.

Ikuti kami di media sosial:

Facebook

Twitter

Instagram

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pegawai Kementerian Komdigi Amankan Situs-situs Judi Online Agar Tidak Diblokir, 11 Orang Jadi Tersangka

16 jam lalu

Anggota kepolisian berpakaian sipil menggeledah ruang kerja yang diduga menjadi kantor pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang terlibat judi online di ruko Galaxy, Jaka Setia, Bekasi, Jawa Barat, Jumat, 1 November 2024. Pada penggeledahan tersebut polisi memeriksa alat operasional para pekerja dan telah menetapkan 11 orang tersangka terkait kasus judi online. ANTARA/ Fakhri Hermansyah
Pegawai Kementerian Komdigi Amankan Situs-situs Judi Online Agar Tidak Diblokir, 11 Orang Jadi Tersangka

Pegawai Kementerian Komdigi dahulu bernama Kementerian Kominfo bisa mengatur agar situs-situs judi online lolos dari blokir.


Pemkab Buton Tengah Menggelar Sosialisasi Forum Satu Data

1 hari lalu

Sekretaris Daerah (Sekda) Buton Tengah Samsuddin Pamone (kedua kiri) dalam acara Sosialisasi Forum Satu Data Buton Tengah menuju Satu Data Indonesia (SDI), yang di laksanakan di aula Kyjula, kantor Bupati Buton Tengah. Dok. Pemkab Buton Tengah
Pemkab Buton Tengah Menggelar Sosialisasi Forum Satu Data

Pemerintah Kabupaten Buton Tengah melalui Dinas Kominfo Statistik dan Persandian menggelar Sosialisasi Forum Satu Data Buton Tengah menuju Satu Data Indonesia (SDI), Kantor Bupati, pada Selasa, 17 September 2024.


Persiapan Pilkada 2024 Masuk Program Prioritas 100 Hari Pertama, Kemenko Polkam Lakukan Ini

2 hari lalu

Wamenko Polkam Lodewijk Freidrich Paulus bersama jajarannya usai menggelar rapat koordinasi di Kemenko Polkam, Rabu 30 Oktober 2024. ANTARA/Ho-Humas Menko Polkam
Persiapan Pilkada 2024 Masuk Program Prioritas 100 Hari Pertama, Kemenko Polkam Lakukan Ini

Kemenko Polkam memetakan wilayah rawan pada Pilkada 2024.


Komnas HAM: Ada Lima Pelanggaran HAM dalam Penembakan 3 Warga Papua oleh Militer

2 hari lalu

Komisionar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Uli Parulian Sihombing Sihombing (tengah), dan Anis Hidayah (satu dari kiri), serta tim kuasa hukum Vina Dewi Arsita, memberi pernyataan kepada awak media, di kantor Komnas HAM, pada Senin, 27 Mei 2024, soal pengaduan terkait kelompok rentan perempuan dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon pada Agustus 2016 silam. TEMPO/Advist Khoirunikmah.
Komnas HAM: Ada Lima Pelanggaran HAM dalam Penembakan 3 Warga Papua oleh Militer

Komnas HAM menyatakan tiga warga Papua yang tewas ditembak TNI pada Juli lalu tidak memiliki catatan kriminal


Ini Kata Peneliti BRIN soal Pentingnya Pelestarian Motif Megalitik Tutari Papua

2 hari lalu

Mahasiswa ISBI Tanah Papua bersiap menari di Situs Megalitik Tutari, Papua. Dok. Hari Suroto
Ini Kata Peneliti BRIN soal Pentingnya Pelestarian Motif Megalitik Tutari Papua

Peneliti BRIN menekankan pentingnya pelestarian motif Megalitik Tutari sebagai sumber inspirasi seni kontemporer Papua.


Prabowo Ingin Tingkatkan Pembangunan di Papua, Menteri Transmigrasi: Tidak Harus Mendatangkan Orang dari Luar

3 hari lalu

Iftitah Sulaiman. ANTARA/Hafidz Mubarak A
Prabowo Ingin Tingkatkan Pembangunan di Papua, Menteri Transmigrasi: Tidak Harus Mendatangkan Orang dari Luar

Prabowo ingin tingkatkan pembangunan Papua. Menteri Transmigrasi Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanegara: Tidak harus datangkan orang dari luar.


Prabowo Sebut Judi Online Rugikan Negara Rp 900 Triliun Per Tahun: Sasar Warga Berpenghasilan Rendah

5 hari lalu

Prabowo Subianto berstatus lajang saat dilantik sebagai Presiden RI ke-8 pada 20 Oktober 2024. Namun, sosok TitiekSoeharto kerap dikait-kaitkan bakal menjadi ibu negara yang akan mendampingi Prabowo Subianto sebagai presiden. Titiek sendiri merupakan mantan istri Prabowo yang dinikahi pada 1983 silam dan berpisah pada 1998. TEMPO/Subekti
Prabowo Sebut Judi Online Rugikan Negara Rp 900 Triliun Per Tahun: Sasar Warga Berpenghasilan Rendah

Presiden Prabowo Subianto mengatakan aktivitas judi online telah mengakibatkan negara kehilangan dana hingga ratusan triliun rupiah. Janji akan berantas.


Terpopuler: Prabowo Perintahkan Menperin, Menkeu, BUMN, dan Menaker Selamatkan Sritex; Ekonom Kritik Proyek Food Estate Seluas 2 Juta Hektare di Papua

7 hari lalu

Pada 1994, Sritex pernah menjadi produsen seragam militer NATO dan Tentara Jerman. PT Sritex sendiri memiliki lebih dari 300 ribu desain kain, termasuk enam desain pakaian militer yang telah dipatenkan di Dirjen HAKI. Kapasitas produksi Sritex tidak hanya terbatas pada seragam militer, tetapi juga mencakup perlengkapan militer untuk berbagai negara di seluruh dunia. Sebagian besar ekspor Sritex dilakukan ke Amerika Serikat dengan nilai total mencapai US$ 300 juta per tahun, diikuti oleh kawasan Eropa dengan nilai mencapai US$ 200 juta per tahun. TEMPO/Andry Prasetyo
Terpopuler: Prabowo Perintahkan Menperin, Menkeu, BUMN, dan Menaker Selamatkan Sritex; Ekonom Kritik Proyek Food Estate Seluas 2 Juta Hektare di Papua

Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pemerintah segera mengambil langkah untuk menyelamatkan karyawan PT Sri Rejeki Isman (Sritex).


Ekonom Kritik Proyek Food Estate Seluas 2 Juta Hektare di Papua, Disebut Mirip Eksploitasi era Kolonial

9 hari lalu

Bukaan lahan tebu di Distrik Tanah Miring, Papua Selatan, 4 September 2024. TEMPO/George William Piri
Ekonom Kritik Proyek Food Estate Seluas 2 Juta Hektare di Papua, Disebut Mirip Eksploitasi era Kolonial

Ekonom UPN mengkritik proyek food estate sawah 2 juta hektare yang dirancang di Papua. Dikhawatirkan mengulangi dampak ekstrativisme kolonial.


Ini Alasan Kominfo Diganti Nama Jadi Komdigi

10 hari lalu

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menerima buket bunga saat tiba di kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta, Senin, 21 Oktober 2024. Pada Kabinet Indonesia Maju, Presiden Prabowo mengganti nama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menjadi Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). TEMPO/Ilham Balindra
Ini Alasan Kominfo Diganti Nama Jadi Komdigi

Langkah perubahan nomenklatur Kominfo menjadi Komdigi itu disebut menjadi bagian dari visi besar pemerintahan Prabowo-Gibran