CekFakta #271 Membaca Penyebab Kecenderungan Percaya Hoaks dan Deepfake saat Pemilu

Jumat, 2 Agustus 2024 19:00 WIB

Gambar tangkapan layar video yang memperlihatkan perbedaan antara rekaman asli dengan deepfake. Credit: Kanal YouTube WatchMojo

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Pernahkah Anda terbayang bermedia sosial tanpa terpapar oleh hoaks sama sekali? Rasanya tidak mungkin grup WhatsApp atau medsos kita bersih tanpa terlewat disinformasi satu pun. Apalagi saat Pemilu.

Meski begitu, bukan berarti kabar palsu atau propaganda selama Pilpres yang lalu membuat kita terpengaruh, kan? Ada banyak penyebab mengapa kita kemudian memutuskan untuk percaya atau tidak terhadap suatu informasi. Ini soal penerimaan dan kepercayaan kita terhadap sesuatu yang lebih kompleks daripada paparan kebohongan, dan mungkin tidak kita sadari.

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo

Advertising
Advertising

Membaca Penyebab Kecenderungan Percaya Hoaks dan Deepfake saat Pemilu

Sebanyak 74 persen warga Indonesia merupakan pengguna internet (bermedia sosia) denganl rata-rata waktu untuk online selama 7 jam. Akibatnya, Indonesia menjadi ladang empuk disinformasi dan propaganda pemilu. Pada saat yang sama, Indonesia menempati peringkat teratas di dunia dalam hal penyebaran hoaks dan disinformasi.

Selama kampanye pemilu 2024 di Indonesia, muncul pula konten-konten hoaks berupa video, gambar, atau suara yang diciptakan dengan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI). Hoaks jenis itu dikenal sebagai deepfake, yang lantas viral. Di antaranya adalah rekaman audio Ketua Umum Partai Nasional Demokrat, Surya Paloh, menegur Anies Baswedan dan video Prabowo Subianto berpidato dalam bahasa Arab.

Meski deepfake bermunculan, studi terbaru Yusof Ishak Institute (ISEAS) menunjukkan bahwa pemilih Indonesia cenderung mengalami paparan selektif dan memiliki kepercayaan selektif terhadap konten deepfake. Paparan selektif (selective perspective) adalah fenomena bagaimana seseorang lebih cenderung mendengar, membaca, menonton, dan mempercayai disinformasi dan propaganda pemilu tergantung pada keyakinan partisan mereka. Bahkan, paparan dan tingkat kepercayaan mereka terhadap disinformasi dan propaganda pemilu yang tidak dihasilkan oleh AI, juga memiliki polarisasi yang sama dengan deepfake.

Akibatnya, para pendukung setia seorang calon presiden secara aktif mencari informasi yang sesuai dengan gagasan yang sudah ada di kepala tentang calon pilihannya. Mereka juga mempercayai informasi dari lingkaran mereka sendiri tanpa memperhatikan keakuratannya. Namun sebaliknya, secara sadar menghindari atau menyaring informasi yang bertentangan yang berasal dari luar circle mereka. Bahkan cenderung lebih kritis terhadap informasi itu.

Studi oleh Burhanuddin Muhtadi dan Maria Monica Wihardja ini menyebutkan adanya keyakinan selektif (selective belief) yang tergantung pada keyakinan dan kesetiaan mereka terhadap capres tertentu. Sebagai contoh, dalam survei ISEAS bersama LSI, responden ditanya apakah mereka pernah mendengar atau melihat berita bahwa putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, dipengaruhi oleh nepotisme karena hubungan kekeluargaan Gibran dengan Ketua Mahkamah Konstitusi, yang juga merupakan pamannya. Meskipun 48 persen dari mereka yang disurvei terpapar informasi tersebut, hanya 31 persen yang mempercayainya.

Temuan ini menunjukkan bahwa mereka yang memilih Anies, lebih cenderung percaya bahwa keputusan MK dipengaruhi oleh nepotisme. Sedangkan bagi mereka yang memilih Prabowo-Gibran cenderung tidak mempercayainya.

Contoh lainnya adalah ketika pemilih Anies cenderung tidak mempercayai narasi disinformasi yang mengatakan bahwa Anies terlibat dalam kasus korupsi yang melibatkan pengadaan infrastruktur BTS 4G. Pendukung Anies juga cenderung tidak mempercayai narasi propaganda pemilu yang mengatakan bahwa Anies adalah bapak politik identitas dan dekat dengan kelompok-kelompok Islam radikal yang mengancam Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika.

Di sisi lain, mereka yang lebih cenderung memilih Anies, lebih mempercayai narasi disinformasi bahwa Gibran menghabiskan Rp500 juta anggaran negara untuk mendapatkan gelar sarjana palsu di Australia. Para pendukung Anies tersebut juga lebih cenderung mempercayai narasi bahwa ada kecurangan pemilu yang masif dan terorganisir yang membantu kemenangan Prabowo-Gibran dalam satu putaran, dibandingkan dengan para pendukung Prabowo yang cenderung tidak mempercayai narasi tersebut.

Maka, kita perlu berkaca terhadap bias diri kita masing-masing. Sebab, bukan perkara teknologi deepfake-nya yang canggih sehingga membuat kita rentan terpengaruh atau terpolarisasi saat pemilu. Tapi keyakinan yang selektif akibat pilihan politik.

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab

Cek Fakta Pilihan

Benarkah Tahanan Palestina Dipenjara di Atas Gurun Pasir?

Video yang memuat narasi tahanan Palestina dikerangkeng di gurun pasir bagaikan hewan ternak oleh Israel, beredar di aplikasi perpesanan WhatsApp dan Instagram. Dinarasikan “Sebuah laporan video yang disiarkan oleh Channel 13 Israel menunjukkan tentara dan penjaga Israel mengecek tahanan Palestina yang ditahan di penjara Kejude di Guru Negok. Juga dikenal sebagai Nagap dalam bahasa Arab, angka terbaru dari masyarakat ‘Tahanan Palestina’ Menyatakan bahwa setidaknya 9.300 warga Palestina saat ini ditahan di penjara Israel.”

| Hasil Pemeriksaan fakta

Tim Cek Fakta Tempo memverifikasi video ini dengan menelusuri sumber asli menggunakan Yandex Image. Klaim dalam video ini kami analisis dengan sumber terbuka dan pemberitaan media yang kredibel.

Baca selengkapnya

Waktunya Trivia!

Benarkah Ada Kecoak di Dada dari Hasil Rontgen Pasien di Rumah Sakit India?

Sebuah postingan memperlihatkan seekor kecoa yang terlihat dari foto hasil rontgen x-ray beredar di akun sosial media X dan Facebook [arsip]. Foto rontgen tersebut diklaim milik seorang pasien di rumah sakit di India.

Mari kita cek faktanya!

Ada Apa Pekan Ini?

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki beragam isu. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.

Ikuti kami di media sosial:

WhatsApp Channel

Facebook

Twitter

Instagram

Telegram

Berita terkait

Perkuat Kemampuan SDM Awasi Pilkada 2024, Bawaslu Lakukan Ini

3 hari lalu

Perkuat Kemampuan SDM Awasi Pilkada 2024, Bawaslu Lakukan Ini

Bawaslu telah mengantisipasi maraknya kampanye hitam, hoaks, dan ujaran kebencian selama Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Bisa Diidentifikasi, Ini 5 Eror pada Gambar atau Foto Palsu Bangkitan AI

4 hari lalu

Bisa Diidentifikasi, Ini 5 Eror pada Gambar atau Foto Palsu Bangkitan AI

Sebuah studi oleh Google menemukan lonjakan pesat proporsi gambar-gambar bangkitan AI dalam klaim-klaim cek-fakta hoax sejak awal 2023 lalu.

Baca Selengkapnya

CekFakta #277 Mewaspadai Bahaya AI di Tangan Ekstremis dan Teroris

5 hari lalu

CekFakta #277 Mewaspadai Bahaya AI di Tangan Ekstremis dan Teroris

Mewaspadai Bahaya AI di Tangan Ekstremis dan Teroris

Baca Selengkapnya

7 Tips Menjaga Kesehatan Mental di Tengah Arus Deras Kampanye Negatif di Media Sosial

11 hari lalu

7 Tips Menjaga Kesehatan Mental di Tengah Arus Deras Kampanye Negatif di Media Sosial

Kampanye negatif di media sosial semakin rawan saat pilkada.

Baca Selengkapnya

CekFakta #276 Saling Jaga agar Tak Jadi Korban Perdagangan Orang

12 hari lalu

CekFakta #276 Saling Jaga agar Tak Jadi Korban Perdagangan Orang

Sampai sekarang, masih ada 44 WNI yang terjebak di wilayah konflik perbatasan Myanmar dan Thailand.

Baca Selengkapnya

CekFakta #275 Hindari Panik, Bekali Diri untuk Tangkal Hoaks Seputar Cacar Monyet

19 hari lalu

CekFakta #275 Hindari Panik, Bekali Diri untuk Tangkal Hoaks Seputar Cacar Monyet

Agustus lalu Kementerian Kesehatan mengumumkan sebanyak 88 kasus cacar monyet (Mpox) di Indonesia.

Baca Selengkapnya

CekFakta #274 Operasi Gelap Menenggelamkan Narasi #KawalPutusanMK di Twitter

26 hari lalu

CekFakta #274 Operasi Gelap Menenggelamkan Narasi #KawalPutusanMK di Twitter

Operasi Gelap Menenggelamkan Narasi #KawalPutusanMK di Twitter

Baca Selengkapnya

CekFakta #273 Hati-hati Penipuan Berkedok "Menyelesaikan Misi"

33 hari lalu

CekFakta #273 Hati-hati Penipuan Berkedok "Menyelesaikan Misi"

beragam siasat dilakukan para pelaku online scam alias penipuan daring dalam mencari mangsa. Ada yang bernama "investasi", "kemitraan", "undian".

Baca Selengkapnya

Tempo Buka Lowongan Kerja Penulis Artikel Cek Fakta

34 hari lalu

Tempo Buka Lowongan Kerja Penulis Artikel Cek Fakta

PT Tempo Inti Media Tbk atau Tempo Media Group membuka lowongan kerja untuk bergabung menjadi awak Cek Fakta Tempo. Informasi lowongan pekerjaan ini diperoleh dari akun linkedin Yenny Rositia. Ia adalah seorang recruiter di Tempo Media Group.

Baca Selengkapnya

CekFakta #272 Bagaimana Disinformasi Memecah Belah Masyarakat

40 hari lalu

CekFakta #272 Bagaimana Disinformasi Memecah Belah Masyarakat

Disinformasi punya kemampuan yang berbahaya: menebar kebencian dan memecah belah masyarakat.

Baca Selengkapnya