CekFakta #269 Di Balik Sikap Tidak Percaya Orang Indonesia Terhadap Perubahan Iklim

Jumat, 19 Juli 2024 19:19 WIB

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Sebagai salah satu negara dengan hutan hujan tropis terluas di dunia, kita patut khawatir dengan ancaman perubahan iklim. Sebab sejak tahun 1990, seluas 25 persen hutan tua di Indonesia lenyap. Tak hanya deforestasi, bahaya berbagai bencana alam sudah nyata terjadi.

Sayangnya, masih banyak orang yang belum sadar urgensi perubahan iklim ini. Berdasarkan survei tahun 2021 oleh Development Dialogue Asia, mayoritas orang Indonesia belum memandang perubahan iklim sebagai akibat dari ulah manusia. Alih-alih percaya perubahan iklim, mereka malah menganggap ini semua dikendalikan oleh elit global.

Kondisi ini diperparah dengan banyaknya misinformasi seputar perubahan iklim.

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Advertising
Advertising

Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo

Di Balik Sikap Tidak Percaya Orang Indonesia Terhadap Perubahan Iklim

Center for Digital Society (CfDS) Universitas Gadjah Mada menyebutkan, umumnya kelompok penentang krisis iklim berpendapat bahwa krisis iklim terjadi karena hukum alam, bukan sebagai dampak dari aktivitas manusia. Banyak narasi yang beredar justru mengaitkan perubahan iklim dengan unsur politik, kepercayaan, dan agama, dibanding sains.

CfDS melakukan survei terhadap 2.401 responden tentang tiga aspek, yakni pemahaman dan kesadaran tentang krisis iklim, pola konsumsi informasi, dan kemampuan literasi digital. Hasilnya, sebanyak 21,5% responden setuju dan 11% sangat setuju bahwa krisis iklim disebabkan oleh semakin banyaknya manusia yang melakukan maksiat dan tidak mematuhi agamanya. Termasuk 25% responden yang setuju bahwa ilmuwan yang meneliti krisis iklim dikendalikan oleh kaum elit global.

“Kelompok penentang ini tidak hanya memproduksi konten-konten menyangkal krisis iklim, tapi juga terus berusaha mempengaruhi opini publik melalui konten tersebut,” kata peneliti dan dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM, Dr. Novi Kurnia, M.Si., MA.

Menurut penelitian dalam Jurnal “Environmental Communication”, misinformasi perubahan iklim di berbagai platform media sosial umumnya berbicara dalam 3 jenis narasi utama. Pertama, menolak keberadaan perubahan iklim alias existence denial. Produsen hoaks menggunakan taktik ini untuk mempertanyakan terjadinya perubahan iklim, dengan menegaskan bahwa hal itu tidak terjadi secara signifikan.

Kedua, menolak menyebut perubahan iklim terjadi akibat aktivitas manusia. Bahkan turut memperdebatkan apakah manusia benar-benar menyebabkan perubahan iklim. Ketiga, hoaks dalam bentuk meremehkan potensi dampak buruk perubahan iklim terhadap manusia dan lingkungan.

Namun jika ditilik dari aspek budaya, penolakan terhadap perubahan iklim di Asia, khususnya Cina, berbeda dengan narasi yang lazim beredar di negara-negara Barat. Di Barat, perubahan iklim seringkali disebut sebagai agenda aktor jahat yang ingin membatasi kebebasan warga. “Sedangkan di Cina, perubahan iklim digambarkan sebagai sebuah teori konspirasi yang ingin menghambat pembangunan Cina oleh pihak Barat,” tulis Liang Chen, peneliti Sekolah Jurnalisme dan Komunikasi, Universitas Tsinghua itu.

Meski begitu, ada faktor lain yang menyebabkan masyarakat Indonesia tersesat di tengah gempuran hoaks soal perubahan iklim ini. Informasi yang menyesatkan juga dipengaruhi banyaknya kepentingan politik global. Substansi informasi dan pemahaman yang menyesatkan itu dirancang untuk memahami sesuatu yang salah, agar mendapat dukungan politik dalam pembicaraan iklim secara global.

Contohnya, negara-negara industri mengalami perdebatan yang tajam dengan negara selatan, termasuk Indonesia. Perubahan iklim ini diakibatkan dua emisi terbesar, satu emisi industri dan emisi deforestasi. “Nah, negara industri mengakui bahwa kegiatan industri mereka melepas banyak emisi karbon, tapi mereka menyangkal solusi dari krisis iklim ini adalah menurunkan emisi dari industri mereka,” ujar Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Zenzi Suhadi.

Maka, kesadaran kita tentang hoaks perubahan iklim ini sangat penting agar tetap peduli terhadap lingkungan, bukan malah skeptis dan menolak. Sebab tanpa kepedulian bersama, kenaikan suhu global yang terus-menerus dapat menimbulkan kerusakan besar bagi bumi kita.

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab

Cek Fakta Pilihan

Benarkah Tinta Tak Kasat Mata Dimasukkan ke Vaksin?

Sebuah video pendek diunggah di Instagram tentang tinta tak terlihat dapat mengungkap status vaksin seseorang. Video tersebut memperlihatkan sebuah magnet kecil ditempelkan pada lengan seseorang yang telah divaksin. Video juga diberi narasi yang mengklaim bahwa tinta tak kasat mata sudah dimasukkan pula pada vaksin Covid-19 untuk anak-anak. Pekerjaan ini didanai oleh Bill and Melinda Gates Foundation karena permintaan langsung dari pendiri Microsoft dan filantropis Bill Gates.

| Hasil Pemeriksaan fakta

Tim Cek Fakta Tempo memverifikasi klaim di atas dengan mewawancarai epidemiolog Indonesia dari Universitas Griffith, Australia, Dicky Budiman. Menurutnya, narasi-narasi tersebut sudah lama beredar yang disebarkan oleh kelompok penganut teori konspirasi. Video yang melihatkan seseorang menempelkan magnet pada lengan yang disuntik vaksin menunjukan bahwa ada chip yang dimasukan ke dalam tubuh adalah tidak benar. Tidak ada komponen magnetik dalam vaksin.

Baca selengkapnya

Waktunya Trivia!

Benarkah Ilustrasi Perbedaan Pikiran Perempuan dan Laki-laki?

Sebuah ilustrasi kerangka otak manusia diklaim merupakan perbedaan pikiran antara laki-laki dan perempuan beredar di Threads. Dalam ilustrasi digambarkan pikiran perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan yang cukup mencolok seperti perempuan berfikir lebih banyak terkait seks sementara laki-laki cenderung berpikir bekerja dan mencari uang.

Mari kita cek faktanya!


Ada Apa Pekan Ini?

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki beragam isu. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.

Ikuti kami di media sosial:

WhatsApp Channel

Facebook

Twitter

Instagram

Telegram

Berita terkait

Bisa Diidentifikasi, Ini 5 Eror pada Gambar atau Foto Palsu Bangkitan AI

2 hari lalu

Bisa Diidentifikasi, Ini 5 Eror pada Gambar atau Foto Palsu Bangkitan AI

Sebuah studi oleh Google menemukan lonjakan pesat proporsi gambar-gambar bangkitan AI dalam klaim-klaim cek-fakta hoax sejak awal 2023 lalu.

Baca Selengkapnya

BNPB Tekankan Pentingnya Penanggulangan Bencana yang Berkelanjutan

2 hari lalu

BNPB Tekankan Pentingnya Penanggulangan Bencana yang Berkelanjutan

BNPB menekankan pentingnya diversifikasi dan upaya penanggulanan bencana yang berkelanjutan.

Baca Selengkapnya

CekFakta #277 Mewaspadai Bahaya AI di Tangan Ekstremis dan Teroris

3 hari lalu

CekFakta #277 Mewaspadai Bahaya AI di Tangan Ekstremis dan Teroris

Mewaspadai Bahaya AI di Tangan Ekstremis dan Teroris

Baca Selengkapnya

Paus Fransiskus Akhiri Perjalanan ke Asia Tenggara dan Oseania

3 hari lalu

Paus Fransiskus Akhiri Perjalanan ke Asia Tenggara dan Oseania

Paus Fransiskus mengakhiri lawatan ke Asia Tenggara dan Oseania selama 12 hari.

Baca Selengkapnya

Sebanyak 120 Ribu Mangrove Akan Ditanam di Pesisir Pantai Sulawesi Barat

8 hari lalu

Sebanyak 120 Ribu Mangrove Akan Ditanam di Pesisir Pantai Sulawesi Barat

Selain menjadi bagian peringatan hari jadi Sulawesi Barat ke-20, kegiatan penanaman mangrove ini untuk menyokong wisata dan gerakan perubahan iklim.

Baca Selengkapnya

Ketika Sri Mulyani Cemas Perubahan Iklim Gerus PDB sampai 10 Persen Tahun Depan

8 hari lalu

Ketika Sri Mulyani Cemas Perubahan Iklim Gerus PDB sampai 10 Persen Tahun Depan

Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perubahan iklim dapat menyebabkan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga 10 persen pada 2025.

Baca Selengkapnya

CekFakta #276 Saling Jaga agar Tak Jadi Korban Perdagangan Orang

10 hari lalu

CekFakta #276 Saling Jaga agar Tak Jadi Korban Perdagangan Orang

Sampai sekarang, masih ada 44 WNI yang terjebak di wilayah konflik perbatasan Myanmar dan Thailand.

Baca Selengkapnya

Menhan Singapura: Perlu Tindakan Korektif untuk Hadapi Perubahan Iklim

10 hari lalu

Menhan Singapura: Perlu Tindakan Korektif untuk Hadapi Perubahan Iklim

Menhan Singapura menilai untuk menghadapi perubahan iklim diperlukan tindakan kolektif dan konsisten dari semua pemangku kepentingan

Baca Selengkapnya

Jokowi Sebut Masalah Iklim Tak Akan Selesai

11 hari lalu

Jokowi Sebut Masalah Iklim Tak Akan Selesai

Presiden Jokowi kembali menyoroti tantangan berat dalam mengatasi masalah perubahan iklim. Apa katanya?

Baca Selengkapnya

Soal Ketersediaan Padi, Kebijakan Kementan Efektif Merespons Perubahan Iklim

13 hari lalu

Soal Ketersediaan Padi, Kebijakan Kementan Efektif Merespons Perubahan Iklim

Penurunan harga beras sebagian besar disebabkan oleh beberapa wilayah sentra yang tengah memasuki masa panen raya. Sementara itu, kenaikan harga di sejumlah daerah umumnya terjadi di wilayah yang tidak sedang dalam masa panen.

Baca Selengkapnya