CekFakta #267 AS Terbukti Menggunakan Hoaks Propaganda Anti-vaksin Selama Pandemi Covid-19

Jumat, 5 Juli 2024 20:18 WIB

Ilustrasi - Vaksin COVID-19 buatan CanSinoBIO . (ANTARA/Shutterstock)

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Masihkah Anda ingat bagaimana peliknya menangani virus Covid-19 selama pandemi dua tahun lalu? Pun di tengah upaya tenaga kesehatan, ilmuwan, dan pakar memecahkan misteri virus baru, kita sebagai masyarakat dibuat bingung memisahkan antara informasi valid dan informasi palsu yang menyesatkan.

Kini, usai pandemi berlalu, laporan investigasi Reuters menguak jahatnya operasi militer Amerika Serikat yang sengaja menebar hoaks agar orang-orang tak mau divaksin. Seperti apa modusnya?

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo

Advertising
Advertising

Amerika Serikat Terbukti Menggunakan Hoaks Propaganda Anti-vaksin Selama Pandemi Covid-19

Bulan Juni lalu, laporan investigasi Reuters menguak operasi jahat militer Amerika Serikat pada puncak pandemi Covid-19. Mereka meluncurkan program rahasia berupa propaganda yang bertujuan untuk bertujuan mendiskreditkan vaksin Sinovac dari Cina. Caranya ialah dengan menebar keraguan tentang keamanan dan kemanjurannya.

Tim jurnalis Reuters menemukan setidaknya 300 akun di platform X yang terlibat dalam propaganda licik ini. Ratusan akun palsu itu dikoordinasikan dengan menyamar sebagai warga Filipina, menyebarkan propaganda anti-vaksin dan mengecam produk-produk medis Cina, termasuk masker dan alat tes. Hampir semuanya disebarkan pada musim panas 2020 dan menggunakan slogan #Chinaangvirus (dalam bahasa Tagalog artinya “Cina adalah virus”).

Tak cukup menyasar warga Filipina, kampanye propaganda ini diperluas ke warganet di Asia Tengah dan Timur Tengah. Narasinya berbeda, yakni berputar pada isu kehalalan vaksin Cina bagi umat Muslim. Alhasil, propaganda itu membuat publik khawatir bahwa vaksin Cina mengandung gelatin babi, meskipun sudah dibantah secara resmi oleh Sinovac. Hoaks dengan narasi ini terus didengungkan hingga pertengahan 2021, termasuk di Indonesia.

Pemerintah AS sendiri tidak mengeluarkan pernyataan resmi mengenai temuan investigasi Reuters ini. Namun seorang pejabat Departemen Pertahanan mengakui keterlibatan militer dalam propaganda rahasia tersebut. Seorang juru bicara Pentagon hanya mengatakan bahwa militer AS "menggunakan berbagai platform, termasuk media sosial, untuk melawan serangan pengaruh buruk yang ditujukan kepada AS, sekutu, dan mitra." Dia bahkan menuding balik dengan menyebut, “Cina terlebih dahulu menggunakan kampanye disinformasi untuk secara keliru menyalahkan Amerika Serikat atas penyebaran COVID-19."

Propaganda anti-vaksin yang dilakukan AS ini menunjukkan bahwa negara adidaya itu kelewat batas. Demi persaingan pengaruh informasi dengan Cina, AS tega membahayakan nyawa orang yang tidak bersalah demi perang informasi.

“Dengan mengipasi ketakutan dan skeptisisme tentang vaksin Sinovac Cina pada puncak pandemi, Pentagon dengan ceroboh membahayakan kesehatan masyarakat di seluruh wilayah demi mencetak poin geopolitik terhadap saingannya,” ujar Nuurianti Jalli, Asisten Profesor di School of Media and Strategic Communications, Oklahoma State University, dikutip dari Fulcrum.

Nuurianti menegaskan, propaganda Pentagon itu akan memperdalam kekhawatiran banyak pihak bahwa negara-negara Asia Tenggara nantinya menjadi pion dalam Perang Dingin baru. Padahal, kawasan Asia Tenggara sudah cemas seiring meningkatnya ketegangan antara Cina-AS selama ini.

Pemerintah AS harus bertanggung jawab atas dampak dari propaganda anti-vaksin ini. “Melanjutkan perang melawan disinformasi dengan disinformasi hanya akan menimbulkan lebih banyak kekacauan dan kebingungan, yang pada akhirnya akan melemahkan kepentingan AS di kawasan Asia Tenggara ini,” tegasnya.

Penggunaan disinformasi untuk menolak vaksin bukanlah hal baru. Belajar dari wabah dan penyakit lain di era sebelum Covid-19, berbagai kelompok telah menyebarkan informasi palsu tentang vaksin untuk menakut-nakuti masyarakat dan mendorong masyarakat untuk menolak vaksinasi.

Di Indonesia, teori konspirasi kerap menebarkan narasi yang menyesatkan sehingga menyebabkan penurunan tingkat imunisasi. Contohnya, hoaks soal vaksinasi yang berakibat pada kembalinya penyakit polio. Padahal, penyakit ini sebenarnya dapat dicegah dengan vaksinasi. Begitu pula hoaks seputar kesehatan lainnya seperti teori konspirasi nyamuk ber-Wolbachia untuk mencegah Demam Berdarah. Hoaks semacam ini membahayakan kesehatan masyarakat secara luas dan memperlambat upaya bersama untuk mengendalikan penyebaran penyakit menular.

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab

Cek Fakta Pilihan

Benarkah Foto-foto Kendaraan yang Dibakar OPM saat Baku Tembak dengan TNI-Polri pada 28 Mei 2024?

Poster yang menampilkan kolase foto dua unit kendaraan berupa truk dan eskavator terbakar, beredar di X [arsip] dengan klaim bahwa pelaku pembakaran dua kendaraan tersebut adalah Organisasi Papua Merdeka atau OPM. Poster itu dibagikan pada 27 Juni 2024. Dalam poster juga terdapat narasi, "Kendaraan alat berat berwarna kuning model traktor milik PT Gunung Selatan dibakar saat sedang membuat jalan di Kampung Galungama, Distrik Sugapa, Kabupaten Intan Jaya, Papua, 28 Mei 2024. Pembakaran itu dilakukan saat terjadi baku tembak antara pasukan TPNPB dari Komando Daerah Pertahanan tau Kodap VIII Intan Jaya dennen TNI-Polri.

| Hasil Pemeriksaan fakta

Untuk memverifikasi klaim di atas, Tim Cek Fakta Tempo menelusuri jejak digital foto dengan menggunakan reverse image Google. Tempo juga menelusuri pemberitaan terkait melalui sejumlah media kredibel. Hasilnya, terbakarnya dua kendaraan berat itu tidak dilakukan oleh OPM saat baku tembak dengan TNI-Polri pada 28 Mei 2024.

Baca selengkapnya

Waktunya Trivia!

Benarkah Video yang Diklaim Makam Nabi Adam Dengan Panjang 60 Hasta?

Sebuah akun X mengunggah video dengan narasi tentang makam Nabi Adam dengan panjang 60 hasta atau 27,43 meter dengan lebar tubuh seperti manusia biasa. Akun tersebut menyertakan narasi: “Bisa dibayangkan gak waktu ia masih hidup? Dengan tinggi hampir 30 meter tapi perawakan tubuh lebar spt manusia biasa maka ia akan kelihatan spt pohon bambu yg menjulang ke langit”.

Mari kita cek faktanya!

Ada Apa Pekan Ini?

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki beragam isu. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.

Ikuti kami di media sosial:

WhatsApp Channel

Facebook

Twitter

Instagram

Telegram

Berita terkait

CekFakta #280 Kacamata Pintar, Inovasi Teknologi yang Rawan Langgar Privasi

1 hari lalu

CekFakta #280 Kacamata Pintar, Inovasi Teknologi yang Rawan Langgar Privasi

Kacamata Pintar, Inovasi Teknologi yang Rawan Langgar Privasi

Baca Selengkapnya

KPK Tetapkan 3 Tersangka Korupsi APD di Kemenkes, 2 Tersangka Ditahan Hari Ini

3 hari lalu

KPK Tetapkan 3 Tersangka Korupsi APD di Kemenkes, 2 Tersangka Ditahan Hari Ini

KPK menahan dua dari tiga tersangka korupsi APD di masa pandemi Covid-19. Audit BPKP menyebut ada kerugian negara sebesar Rp 319 miliar.

Baca Selengkapnya

Cerita Edy Rahmayadi Baru Jadi Gubernur Sumut Ditagih Bayar Utang Rp 1,7 Triliun

4 hari lalu

Cerita Edy Rahmayadi Baru Jadi Gubernur Sumut Ditagih Bayar Utang Rp 1,7 Triliun

Edy Rahmayadi berkisah soal utang Rp 2,7 triliun yang harus dibayar Pemprov Sumut saat ia baru menjabat pada 2018 silam.

Baca Selengkapnya

KPK Jadwal Ulang Pemeriksaan Ahmad Taufik dalam Dugaan Korupsi Alat Pelindung Diri Covid-19

6 hari lalu

KPK Jadwal Ulang Pemeriksaan Ahmad Taufik dalam Dugaan Korupsi Alat Pelindung Diri Covid-19

Ahmad Taufik menjadi salah satu tersangka dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri Covid-19 di Kementerian Kesehatan.

Baca Selengkapnya

CekFakta #279 Mengenal "Halusinasi" AI Generatif

9 hari lalu

CekFakta #279 Mengenal "Halusinasi" AI Generatif

Mengenal "Halusinasi" AI Generatif, Ketika Kecerdasan Buatan 'Gagal Paham'

Baca Selengkapnya

Artis Mahalini Laporkan Sebuah Akun TikTok ke Polisi karena Sebarkan Hoaks Perselingkuhan

13 hari lalu

Artis Mahalini Laporkan Sebuah Akun TikTok ke Polisi karena Sebarkan Hoaks Perselingkuhan

Mahalini melaporkan sebuah akun media sosial TikTok ke Polda Metro Jaya karena menyebarkan hoaks soal perselingkuhannya.

Baca Selengkapnya

3 Hal yang Disinyalir Penyebab Tupperware Bangkrut

14 hari lalu

3 Hal yang Disinyalir Penyebab Tupperware Bangkrut

Tupperware dan beberapa anak usahanya mengajukan permohonan pailit

Baca Selengkapnya

CekFakta #278 Belajar dari Kencangnya Ujaran Kebencian terhadap Perempuan dan Minoritas di Pilpres 2024

15 hari lalu

CekFakta #278 Belajar dari Kencangnya Ujaran Kebencian terhadap Perempuan dan Minoritas di Pilpres 2024

Belajar dari Kencangnya Ujaran Kebencian terhadap Perempuan dan Minoritas di Pilpres 2024

Baca Selengkapnya

Perkuat Kemampuan SDM Awasi Pilkada 2024, Bawaslu Lakukan Ini

21 hari lalu

Perkuat Kemampuan SDM Awasi Pilkada 2024, Bawaslu Lakukan Ini

Bawaslu telah mengantisipasi maraknya kampanye hitam, hoaks, dan ujaran kebencian selama Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Bisa Diidentifikasi, Ini 5 Eror pada Gambar atau Foto Palsu Bangkitan AI

22 hari lalu

Bisa Diidentifikasi, Ini 5 Eror pada Gambar atau Foto Palsu Bangkitan AI

Sebuah studi oleh Google menemukan lonjakan pesat proporsi gambar-gambar bangkitan AI dalam klaim-klaim cek-fakta hoax sejak awal 2023 lalu.

Baca Selengkapnya