Kontroversi Sastra Masuk Kurikulum
Reporter
Nur Haryanto
Editor
Nur Haryanto
Minggu, 16 Juni 2024 19:45 WIB
SASTRA
Kontroversi Sastra Masuk Kurikulum
Program Sastra Masuk Kurikulum besutan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memicu perbincangan panas. Kritik mengalir, antara lain, pada proses pemilihan buku rekomendasi hingga panduannya yang isinya bermasalah. Tempo mengundang sastrawan, akademikus sastra, pejabat Kemendikbudristek, serta guru bahasa dan sastra Indonesia untuk menulis tentang program itu. Bagaimana pandangan mereka?
Sastra Masuk Kurikulum tanpa Kanon
Sastra masuk kurikulum. Ini tentu kabar gembira bagi sastrawan--baik penyair, cerpenis, maupun novelis--yang merindukan karyanya dinikmati dan diapresiasi oleh siswa. Tetapi itu juga sekaligus "jebakan" bagi sastrawan yang karyanya tidak segmented untuk siswa. Kegembiraan itu bisa berubah menjadi kegaduhan yang kurang produktif.
CERPEN DAN PUISI
Kota Kantata hingga Cinta kepada Ibu
Cerpen Tempo pekan ini karya Puspa Seruni, perempuan kelahiran Jawa Timur, yang mengajar di Politeknik Kelautan dan Perikanan Jembrana, Bali. Ceritanya berjudul Kota Kantata. Adapun puisi karya Isbedy Stiawan ZS berjudul Cinta Kita Kepada Ibu dan Sebelum Benarbenar Melayang. Bagaimana ketegangan cerpen Kota Kantata dan kekhasan puisi Isbedy?
Baca selengkapnya di Koran Tempo:
- Kontroversi Sastra Masuk Kurikulum
- Sastra Masuk Kurikulum tanpa Kanon
- Kota Kantata hingga Cinta kepada Ibu