Ekspansi Politik Keluarga Jokowi

Reporter

Nur Haryanto

Editor

Nur Haryanto

Minggu, 2 Juli 2023 15:00 WIB

Halo,

Di akhir pekan ini saya ingin mengajak Anda membaca kembali sebuah buku penting yang ditulis dua ilmuwan politik Universitas Harvard, Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt. Judulnya, How Democracies Die. Buku ini lebih banyak bercerita tentang Amerika Serikat, terbit dua tahun setelah Donald Trump menjadi presiden, pada 2018.

Isinya tentang bagaimana demokrasi mati secara demokratis, di banyak negara. Buku ini mengingatkan kita bahwa demokrasi bisa mati oleh aktor-aktornya sendiri, yang naik ke puncak kekuasaan secara demokratis. Caranya dengan melanggar pakem-pakem demokrasi, yang tak tertulis dalam konstitusi, di luar hukum-hukum formal. Padahal, demokrasi berjalan dengan sehat, menurut dua penulis buku ini, ketika para penguasa “menahan diri memakai kekuasaan”.

Sebab ketika mereka memakai kekuasaan yang melebihi batas, mereka segera tergelincir menjadi autokrat. Donald Trump melanggar norma yang bertahan selama 157 tahun dalam demokrasi Amerika ketika menunjuk anak dan menantunya menjadi penasihatnya. Secara hukum dan konstitusi, apa yang dilakukan Trump tidak keliru, tapi tidak etis karena berpeluang terjadi nepotisme.

Cerita di buku ini mengingatkan kita pada Indonesia hari-hari ini. Presiden Joko Widodo membiarkan anak dan menantunya naik ke pucuk kekuasaan. Gibran Rakabuming Raka, anak sulungnya, menjadi Wali Kota Solo. Bobby Nasution, menantunya, menjadi Wali Kota Medan. Kini Kaesang Pangarep, anak bungsu Jokowi, berniat maju dalam pencalonan Wali Kota Depok.

Advertising
Advertising

Apa yang dilakukan anak-menantu Jokowi tidak keliru. Mereka sedang menjalankan hak konstitusional warga negara. Tapi secara etika, Jokowi mencederai apa yang dulu menjadi harapan orang banyak kepadanya. Sepuluh tahun lalu, kita bergembira ada politikus seperti Jokowi yang menjadi calon presiden. Ia mencatatkan sejarah sebagai politikus yang merangkak dari bawah, berasal dari keluarga orang Indonesia kebanyakan, terlepas dari kekuatan politik lama, sehingga memancarkan harapan tentang Indonesia baru dengan demokrasi yang lebih sehat.

Kurang dari sepuluh tahun kemudian, Jokowi melukai harapan itu. Jika Suharto mengangkat anaknya sendiri, Siti Herdianti Rukmana, sebagai Menteri Sosial, Jokowi membiarkan anak menantunya naik ke tampuk kekuasaan. Kedudukannya sebagai presiden tentu berpengaruh terhadap suara pemilih yang abai terhadap bahaya dinasti politik seperti ini. Pertanyaannya, untuk apa?

Edisi pekan ini coba mengulas ekspansi keluarga Jokowi dalam politik Indonesia. Ia sudah menegaskan akan “cawe-cawe” dalam pemilihan presiden penggantinya pada 2024—sesuatu yang juga tak etis. Meski tak memiliki partai, Jokowi punya relawan—sekelompok orang yang bisa ia giring mendukung salah satu calon dalam Pemilu. Dengan modal relawan itu, Jokowi hendak mengatur siapa penggantinya, seperti kecenderungan ia mendukung Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, rivalnya dalam dua kali pemilihan presiden.

Kini ia juga memupuk kekuasaan lewat anak dan menantunya. Setelah perpanjangan masa jabatan presiden dan menunda Pemilu gagal, kini ia mendorong keluarganya sendiri menjadi penguasa. Cara ini bisa dibaca sebagai strategi Jokowi tetap relevan dan punya peran dalam politik Indonesia. Dengan organisasi-organisasi relawan yang loyal membuat ia tetap diperhitungkan dalam peta politik. Dalihnya bisa macam-macam. Salah satunya, menjaga keberlanjutan program-programnya selama dua periode menjadi presiden. Atau, ya, Jokowi sudah kecanduan kekuasaan belaka.

Apa pun niat di balik manuver politik Jokowi, ia telah melakukan hal yang tak patut dalam demokrasi. Buku How Democracies Die telah mengingatkan, sistem demokrasi longsor dan melapuk di banyak negara karena para penguasa luput bertanya apa yang keliru dari apa yang mereka yakini benar.

Selamat berakhir pekan.

Bagja Hidayat
Redaktur Eksekutif

Dinasti Bapak dan Mertua
Jokowi sedang membangun dinasti politik. Untuk apa?

Ekonomi Hijau yang Menjanjikan
Ekonomi hijau menjanjikan di era krisis iklim. Sejauh mana kesiapan Indonesia?

Diplomasi Menyelamatkan Tenggiling
Dibanding menegakkan hukum yang mahal, diploasi menyetop perdagangan satwa liar jauh lebih efektif. Bisakah?

Pemberontakan Tentara Bayaran Putin
Rusia membayar tentara swasta menyerbu Ukraina. Mereka kini berbalik melawan. Mengapa?

Berita terkait

TPNPB OPM Minta Presiden Jokowi Bertanggung Jawab atas Serangan Militer di Pogapa

50 menit lalu

TPNPB OPM Minta Presiden Jokowi Bertanggung Jawab atas Serangan Militer di Pogapa

Operasi penyerangan TPNPB kepada militer di Intan Jaya berlangsung sejak 30 Maret-5 Mei 2024.

Baca Selengkapnya

Pansel KPK Diumumkan Bulan Ini, Akademisi Bilang Harus Diisi Orang-orang Kredibel

4 jam lalu

Pansel KPK Diumumkan Bulan Ini, Akademisi Bilang Harus Diisi Orang-orang Kredibel

Akademisi menyarankan proses seleksi calon pimpinan KPK diperketat menyusul kasus yang menjerat mantan Ketua KPK Firli Bahuri.

Baca Selengkapnya

Pakar Sebut Jokowi Bisa Cawe-cawe di Pilkada jika Berkongsi dengan Prabowo

7 jam lalu

Pakar Sebut Jokowi Bisa Cawe-cawe di Pilkada jika Berkongsi dengan Prabowo

Analisis pengamat apakah Jokowi masih akan cawe-cawe di pilkada 2024.

Baca Selengkapnya

Pakar Minta Makan Siang Gratis Disediakan Rutin, Senin sampai Jumat

7 jam lalu

Pakar Minta Makan Siang Gratis Disediakan Rutin, Senin sampai Jumat

Pakar mendorong pemerintah menyalurkan makan siang gratis sebanyak lima kali per minggu kepada anak-anak secara rutin

Baca Selengkapnya

Kisah Sendi Fardiansyah Sespri Iriana Galang Dukungan untuk Maju Pilwalkot Bogor

11 jam lalu

Kisah Sendi Fardiansyah Sespri Iriana Galang Dukungan untuk Maju Pilwalkot Bogor

Sespri Iriana Sendi Fardiansyah melakukan sejumlah upaya dalam mempersiapkan diri maju dalam pemilihan wali kota Bogor. Begini kisahnya

Baca Selengkapnya

Pansel KPK Bentukan Jokowi Diragukan karena Pernah Loloskan Firli Bahuri dan Lili Pintauli

11 jam lalu

Pansel KPK Bentukan Jokowi Diragukan karena Pernah Loloskan Firli Bahuri dan Lili Pintauli

Mantan Komisioner KPK Busyro Muqoddas mendesak Pansel KPK tahun ini tidak sepenuhnya ditunjuk Jokowi

Baca Selengkapnya

Guru Besar Hukum UI: Presiden Indonesia Paling Besar Kekuasaannya di Bidang Legislatif

12 jam lalu

Guru Besar Hukum UI: Presiden Indonesia Paling Besar Kekuasaannya di Bidang Legislatif

Presiden Indonesia ikut dalam semua aktivitas legislasi mulai dari perencanaan, pengusulan, pembahasan, persetujuan hingga pengundangan.

Baca Selengkapnya

Pakar Hukum Sebut Tak Bisa Sembarangan Terbitkan Perppu untuk Tambah Kementerian

12 jam lalu

Pakar Hukum Sebut Tak Bisa Sembarangan Terbitkan Perppu untuk Tambah Kementerian

Tidak ada kegentingan yang memaksa untuk menerbitkan Perppu demi mengakomodir penambahan kementerian.

Baca Selengkapnya

Terkini: Jokowi Perintahkan Sri Mulyani Berkomunikasi dengan Prabowo, Ombudsman Buka Suara Kasus Penipuan Deposito BTN

13 jam lalu

Terkini: Jokowi Perintahkan Sri Mulyani Berkomunikasi dengan Prabowo, Ombudsman Buka Suara Kasus Penipuan Deposito BTN

Staf Khusus Menteri Keuangan mengatakan Jokowi sudah memerintahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berkomunikasi dengan Prabowo.

Baca Selengkapnya

Masalah Program Pendidikan Dokter Spesialis Gratis PPDS: Kuota Hanya 38, Depresi sampai Dibuli Senior

13 jam lalu

Masalah Program Pendidikan Dokter Spesialis Gratis PPDS: Kuota Hanya 38, Depresi sampai Dibuli Senior

Untuk tahun pertama Kementerian Kesehatan menyediakan 38 kursi PPDS, namun Jokowi minta kuotanya ditambah.

Baca Selengkapnya