#CekFakta 156 Hoaks Seputar Hepatitis Akut Misterius Terkait Vaksin Covid-19

Minggu, 15 Mei 2022 22:50 WIB

Ilustrasi hepatitis. Shutterstock

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Kemunculan penyakit hepatitis akut pada anak yang belum diketahui penyebabnya membuat banyak klaim dan hoaks beredar di publik. Salah satu klaim yang paling banyak beredar adalah klaim yang mengaitkan penyakit ini dengan efek samping vaksin coronavirus disease 2019 (Covid-19).

Dalam nawala ini, Tempo telah memeriksa pula sejumlah klaim dan menayangkan hasil pemeriksaan terhadap sejumlah klaim di kanal Cek Fakta Tempo. Pekan ini klaim yang beredar memiliki isu yang lebih beragam. Salah satu di antaranya adalah klaim salah tentang penyakit Hepatitis akut misterius yang dikaitkan dengan efek samping Vaksin Covid-19.

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo MediaLab

Advertising
Advertising

Hoaks Seputar Hepatitis Akut Misterius Dikaitkan dengan Vaksin Covid-19 Banyak Beredar

Munculnya penyakit hepatitis akut di sejumlah negara yang masih belum diketahui penyebab membuat masyarakat dunia khawatir. Apalagi jumlah temuan kasus yang teridentifikasi terus bertambah.

Pada awal laporannya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengidentifikasi lebih dari 288 kasus hepatitis akut misterius di seluruh dunia. Namun, satu bulan berjalan, temuan kasus terus bertambah.

Di Indonesia, 3 kasus bayi meninggal akibat penyakit misterius ini telah dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan sepanjang April 2022. Belakangan, jumlahnya pun ikut terus bertambah.

Pada Kamis, 12 Mei 2022, Juru bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, terdapat 18 kasus diduga hepatitis akut misterius, sembilan di antaranya dalam kategori pending klasifikasi. Kemudian, “Tujuh tidak masuk kriteria karena bukan hepatitis akut dan dua masih dalam pemeriksaan,” ujarnya.

Kemunculan penyakit yang belum diketahui penyebabnya ini membuat banyak klaim dan hoaks beredar di publik. Salah satu klaim yang paling banyak beredar adalah klaim yang mengaitkan penyakit ini dengan efek samping vaksin Covid-19. Seperti diketahui, vaksinasi Covid-19 juga diterima anak-anak usia 6-16 tahun.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Gastro-Hepatologi IDAI Muzal Kadim mengatakan, berdasarkan perkembangan di berbagai negara, termasuk Indonesia, penyakit hepatitis yang belum diketahui penyebabnya ini justru mayoritas menyerang anak-anak yang belum divaksin Covid-19.

Muzal mengakui vaksin Covid-19 memang seringkali dikaitkan memiliki efek samping atau juga Messenger RNA (mRNA). Namun, dia menekankan ini karena memang pemberiannya telah banyak diterima hingga efeknya muncul setelah jutaan orang dapat suntikan vaksin itu.

“Kalau dikaitkan dengan messenger RNA itu setelah sekian juta pemberian vaksin, itu dikaitkan dengan efek samping. Tapi kalau pada kasus yang akut ini tidak dikaitkan dengan vaksin Covid,” ucap dia.

Muzal juga menyatakan bahwa belum ada landasan yang kuat untuk menghubungkan kasus hepatitis akut misterius ini dengan Covid-19. Meskipun ada kasus pasien yang menderita kedua penyakit itu secara bersamaan, belum ada bukti medis bahwa virus Covid-19 memicu hepatitis.

Peneliti Global Health Security Dr. Dicky Budiman juga membantah kemungkinan penyakit ini disebabkan efek samping vaksin Covid-19. Menurut dia, sempat ada dugaan bahwa penyakit ini masuk kategori Long Covid. Namun hal ini masih sekadar dugaan sementara.

Dugaan tersebut muncul dari sebuah studi di Israel yang berisikan tentang 90 persen anak yang terinfeksi hepatitis pernah terinfeksi Covid-19. Tetapi hal tersebut masih belum dapat terkonfirmasi. “Tapi kami semua masih menunggu data lebih valid,” kata Dicky menjelaskan.

Riset Penulisan Cek Fakta

Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan jaringan Cek Fakta yang terdiri atas Aliansi Jurnalis Independen (AJI) serta Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) sedang melaksanakan riset penulisan Cek Fakta bekerjasama dengan tim akademisi dari Universitas Media Nusantara. Riset ini dilakukan dengan, salah satunya, mengadakan survei.

Tujuan dari survei ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang akurat serta input dari publik terkait dengan produk Cek Fakta, dari aspek format dan model distribusi. Hasil survei ini akan digunakan sebagai masukan perbaikan produk Cek Fakta agar publik membaca produk-produk cek fakta yang dihasilkan media jaringan Cek Fakta sebagai referensi melawan dis/misinformasi yang beredar di masyarakat.

Anda bisa berpartisipasi dengan mengisi survei di tautan berikut: Survei CekFakta

Waktunya Trivia!

Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini yang mungkin luput dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.

WhatsApp Mulai Luncurkan Reaksi Pesan pada Pengguna. Cara kerjanya mirip dengan cara kerja reaksi Facebook - Anda menekan lama pada pesan WhatsApp dan memilih emoji yang Anda inginkan, sebagaimana dilaporkan GSM Arena, 6 Mei 2022. Fitur reaksi pesan sudah tersedia untuk beberapa pengguna di WhatsApp versi terbaru, tetapi akan memakan waktu sekitar satu atau dua minggu sebelum dapat menjangkau semua pengguna WhatsApp secara global.

AS Tawarkan Hadiah Rp 145 Miliar untuk Informasi Peretas Ransomware Conti. Selain itu, AS menawarkan US$ 5 juta (Rp 72,6 miliar) lagi untuk informasi intelijen yang dapat membantu menangkap atau menghukum individu yang berkonspirasi atau mencoba untuk berafiliasi dengan kelompok tersebut dalam serangan ransomware. Departemen tersebut menyebut varian Conti sebagai “jenis ransomware paling mahal yang pernah didokumentasikan”.

Pembelian Twitter oleh Miliarder Tesla dan SpaceX mogul Elon Musk memicu perdebatan sengit. Sebagian besar perdebatan berpusat pada perubahan yang diharapkan pada kebijakan moderasi konten. Namun, beberapa pakar keamanan malah berfokus pada rencana Musk untuk menggunakan algoritma Twitter sebagai open source. Hal ini membuat mereka berpikir tentang potensi masalah keamanan dan penyalahgunaan sistem untuk mempromosikan konten berkualitas rendah dan berbahaya.

Ferrari telah mengumumkan rencana untuk membuat token non-fungible (NFT) berdasarkan mobilnya. Tak lama setelah mengumumkannya beberapa peretas langsung berupaya mengambil keuntungan. Subdomain dari pabrikan mobil tersebut telah disusupi dan digunakan untuk menampung penipuan NFT. Beruntungnya, Ferrari segera mengidentifikasinya dan berhasil menghapus. Sehingga kerugian yang didapatkan tak terlalu besar.

Periksa Fakta Sepekan Ini

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial klaim yang beredar memiliki isu yang lebih beragam. Salah satu di antaranya adalah klaim salah tentang penyakit Hepatitis akut misterius yang dikaitkan dengan efek samping Vaksin Covid-19.

Buka tautannya ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.

Ikuti kami di media sosial:

Facebook

Twitter

Instagram

Telegram

Berita terkait

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

1 hari lalu

Gejala Baru pada Pasien DBD yang Dialami Penyintas COVID-19

Kemenkes mendapat beberapa laporan yang menunjukkan perubahan gejala pada penderita DBD pascapandemi COVID-19. Apa saja?

Baca Selengkapnya

CekFakta #258 Energi Positif yang Palsu selama Pilpres 2024

1 hari lalu

CekFakta #258 Energi Positif yang Palsu selama Pilpres 2024

Toxic Positivity; Energi Positif yang Palsu selama Pilpres 2024

Baca Selengkapnya

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

1 hari lalu

Selain AstraZeneca, Ini Daftar Vaksin Covid-19 yang Pernah Dipakai Indonesia

Selain AstraZeneca, ini deretan vaksin Covid-19 yang pernah digunakan di Indonesia

Baca Selengkapnya

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

1 hari lalu

Heboh Efek Samping AstraZeneca, Pernah Difatwa Haram MUI Karena Kandungan Babi

MUI sempat mengharamkan vaksin AstraZeneca. Namun dibolehkan jika situasi darurat.

Baca Selengkapnya

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

2 hari lalu

Komnas PP KIPI Sebut Tidak Ada Efek Samping Vaksin AstraZeneca di Indonesia

Sebanyak 453 juta dosis vaksin telah disuntikkan ke masyarakat Indonesia, dan 70 juta dosis di antaranya adalah vaksin AstraZeneca.

Baca Selengkapnya

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

2 hari lalu

Fakta-fakta Vaksin AstraZeneca: Efek Samping, Kasus Hukum hingga Pengakuan Perusahaan

Astrazeneca pertama kalinya mengakui efek samping vaksin Covid-19 yang diproduksi perusahaan. Apa saja fakta-fakta seputar kasus ini?

Baca Selengkapnya

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

7 hari lalu

Kilas Balik Kasus Korupsi APD Covid-19 Rugikan Negara Rp 625 Miliar

KPK masih terus menyelidiki kasus korupsi pada proyek pengadaan APD saat pandemi Covid-19 lalu yang merugikan negara sampai Rp 625 miliar.

Baca Selengkapnya

CekFakta #257 Hoaks Deepfake Menipu Konsumen dan Mengancam Bisnis

8 hari lalu

CekFakta #257 Hoaks Deepfake Menipu Konsumen dan Mengancam Bisnis

Deepfake, kini semakin mudah dibuat dan semakin sulit dikenali. Dampak yang ditimbulkan oleh penipuan deepfake pun, tidak main-main.

Baca Selengkapnya

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

8 hari lalu

Persetujuan Baru Soal Penularan Wabah Melalui Udara dan Dampaknya Pasca Pandemi COVID-19

Langkah ini untuk menghindari kebingungan penularan wabah yang terjadi di awal pandemi COVID-19, yang menyebabkan korban jiwa yang cukup signifikan.

Baca Selengkapnya

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

9 hari lalu

Peruri Ungkap Permintaan Pembuatan Paspor Naik hingga Tiga Kali Lipat

Perum Peruri mencatat lonjakan permintaan pembuatan paspor dalam negeri hingga tiga kali lipat usai pandemi Covid-19.

Baca Selengkapnya