CekFakta #5 Hoaks dan Efeknya terhadap Jokowi-Prabowo

Kamis, 7 November 2019 19:01 WIB

Presiden Joko Widodo mengundang Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat 11 Oktober 2019. Sehari sebelumnya, Kamis (10/10/2019), Jokowi bertemu Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara. TEMPO/Subekti.
  • Kubu Joko Widodo dan Prabowo Subianto turun gunung, dari pintu ke pintu, menangkal sebaran kabar bohong yang menyerang mereka. Sekadar saran, bagaimana kalau masing-masing kandidat mendisiplinkan relawan di kandang sendiri agar tak sebar hoaks?
  • Untuk setiap fakta, ada konter-faktanya. Di era “post-truth” ini, siapa yang berhak menentukan apa yang dianggap benar?

Dua topik di atas menjadi pembahasan kami di nawala CekFakta Tempo edisi kelima pada 12 Maret 2019. Anda menerima nawala karena pernah mendaftarkan surel ke Tempo Digital. Sistem memilih alamat surel Anda secara acak, jika ingin memastikan nawala ini Anda terima saban Rabu, kirimkan surel ke sini.

Edisi ini ditulis oleh Astudestra Ajengrastri dalam kerangka program TruthBuzz untuk tempo.co. Ketahui lebih lanjut tentang program ini dan misi saya di bagian bawah surel.

SEMUA HAL SOAL KISRUH e-KTP/WNA/DPT YANG ANDA HARUS TAHU

Mengapa pembahasan e-KTP warga negara asing (WNA) dan daftar pemilih tetap (DPT) tak kunjung selesai? Dipicu dari kabar hoaks, belakangan benar ditemukan sejumlah WNA dengan nomor e-KTP yang terdaftar di DPT.

  • Akhir Februari, seorang warga Cianjur bernama Bahar, 47 tahun, menjadi perbincangan karena nomor induk kependudukan di e-KTP-nya identik dengan warga negara Cina yang sudah memiliki e-KTP Cianjur, Guohui Chen.
  • Bahar pun kebingungan karena namanya tercantum di DPT Pemilu 2019 dengan Nomor Induk Kependudukan WNA berkebangsaan Cina. sedangkan NIK dia sendiri tak terdaftar di DPT setempat.
  • Kasus ini, menurut KPU Kabupaten Cianjur, terjadi karena kesalahan input data dari Kementerian Dalam Negeri.
  • Kesalahan administrasi ini membuat hoaks tenaga kerja asing asal Cina yang didatangkan untuk mengikuti pemilu bergolak lagi, seperti api disiram minyak. Pejabat pemerintah, termasuk Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, harus berulang kali menerangkan bahwa menurut undang-undang, WNA bisa mendapatkan e-KTP dengan berbagai syarat.
  • Setelah isu ini mencuat, berbagai daerah melakukan penyisiran manual untuk mengecek bilamana ada WNA lain yang masuk DPT. Di Kota Bekasi, WNA Amerika dan Filipina ditemukan terdaftar. Dua WNA juga ketahuan terdaftar di Kota Cirebon.
  • Awal pekan ini, KPU mengakui belasan WNA masuk DPT—dengan jumlah kasus terbanyak di Bali, Jawa Timur, dan Jawa Barat—dan sedang melakukan verifikasi dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (via CNNIndonesia).
  • Berbagai pihak mendesak KPU dan Kemendagri segera membenahi kekacauan ini. Di sisi lain, Tjahjo berjanji memastikan WNA tak punya hak pilih di pemilu nanti.

ANDA HARUS MEMBACA KORAN TEMPO TIGA EDISI INI: KAMI MENGUPAS TUNTAS PERIHAL HOAKS DAN EFEKNYA PADA DUA CAPRES

Advertising
Advertising

Sebagai imbuhan yang menyenangkan, seperti biasa, Koran Tempo menghiasi halaman muka mereka dengan ilustrasi yang ciamik.

Dalam edisi Senin, 4 Maret 2019, tajuk utama yang diambil adalah “Jokowi Paling Sering Diserang Hoaks”. Penelusuran situs Turnbackhoax.id yang dikelola Mafindo sepanjang Januari-Maret memperlihatkan sedikitnya ada 47 berita bohong yang menyerang Jokowi, sementara Prabowo jadi korban hoaks setidaknya 17 kali.

Edisi Selasa, 5 Maret 2019, dengan tajuk “Hoaks Disebar Secara Sistematis”, memuat kecurigaan Badan Pengawas Pemilu akan adanya produksi hoaks yang sistematis dan terorganisasi.

  • Alur pembuatan berita bohong kira-kira seperti ini: Pembuat merancang konten berita bohong terkait pasangan capres—Konten hoaks disebarkan ke jaringan relawan di Facebook dan Twitter—Kemudian diviralkan melalui pesan instan—Setelah viral, pembuat menghapus akun sosial medianya.
  • Kedua kubu pun kini sibuk menangkal hoaks yang menyerang calon presiden dan wakil mereka. Beberapa di antaranya: Kubu 01 mengirim tim ke Aceh untuk menepis hoaks, sementara Kubu 02 galang kampanye dari rumah ke rumah.
  • Senada dengan editorial Koran Tempo di edisi ini, kami juga menuntut Jokowi dan Prabowo bertanggung jawab mengerem penyebaran hoaks dari semua pendukungnya. Mereka harus berani menjatuhkan sanksi keras jika ada barisan mereka sendiri yang tertangkap tangan bermain-main dengan hoaks.

Buka edisi Rabu, 6 Maret 2019, dengan judul muka “Hoaks Merongrong Kandidat Berlalu”, di halaman 5. Kepolisian RI berjanji akan mempercepat pemberkasan kasus hoaks dan kampanye hitam.

  • Hingga akhir Februari, Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Umum 2019 menerima 279 laporan kasus yang berkaitan dengan pemilu. Sebanyak 214 dinyatakan bukan tindak pidana pemilu (76,7 persen); hanya 65 kasus (23,3 persen) yang diteruskan ke kepolisian.
  • Sejauh ini, belum ada keterkaitan antara mereka yang sudah ditetapkan tersangka dengan tim pemenangan calon presiden. “Fakta hukum belum sampai ke sana,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kepolisian RI, Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo.

PERANG TENTANG KEBENARAN DI ERA PASCAKEBENARAN

Saat tajuk berita tentang Jokowi melakukan salat Jumat sebanyak empat rekaat merebak, salah satu anggota Masyarakat Anti Fitnah Indonesia menelisik situs Asiasatu Online, laman penyebar artikel bohong itu (via Okezone).

  • Adi Syafitrah menemukan informasi “who is” dalam situs ini disembunyikan, layaknya situs abal-abal pada umumnya. Adi juga berhasil melacak dua akun Blogger.com yang terhubung dengan Asiasatu. Keduanya tertaut ke beberapa situs lain, yang juga memproduksi kabar kibul.
  • Apakah ini berbahaya? Kerusakan yang mampu ditimbulkan oleh pabrik hoaks yang berpura-pura menjadi situs berita ini lebih besar dari yang mungkin Anda sadari.
  • Di Amerika, investigasi Politico menemukan tautan yang erat antara beberapa situs berita pura-pura dengan politikus. Dengan penampilan yang seakan-akan imparsial, situs-situs ini memperkeruh garis tegas yang tadinya ada di antara aktivis politik dengan jurnalistik.
  • Akhirnya, publik dibiarkan kebingungan dalam menetapkan apa itu kebenaran. Seperti yang dikatakan oleh Kevin Kelly, pendiri majalah Wired, di laporan misinformasi online oleh Pew. “Saat ini, apa yang benar tidak lagi diputuskan oleh figur otoritas namun oleh sesama pengguna internet. Untuk setiap fakta, selalu ada konter-fakta, dan keduanya tampak sama-sama benar. Ini membingungkan.”

KITA BUTUH LEBIH BANYAK PEMERIKSA FAKTA, KATA MARK ZUCKERBERG

Kepala Eksekutif Facebook, Mark Zuckerberg, mempertimbangkan sistem urun daya untuk program pemeriksa fakta pihak ketiga mereka karena, menurut dia, “kita tidak punya cukup banyak pemeriksa fakta”.

  • Pernyataan ini mengundang kritik dari pemeriksa fakta. Brooke Binkowski, mantan redaktur pelaksana situs pemeriksa fakta Snopes, berkata, “Model open-source (orang yang tidak punya keahlian) tidak bisa diaplikasikan kepada pengecekan fakta dan jurnalisme.”
  • Kenyataannya, Facebook sendiri tampak kewalahan menghadapi perang dengan kabar bohong di platformnya. Bila kampanye melawan misinformasi ditangani cepat di Amerika dan Eropa, tak begitu halnya dengan di negara-negara lain.
  • Tiga developer teknologi di Moldova mengatakan kepada Buzzfeed News, bahwa mereka telah melaporkan masalah disinformasi di platform ini selama tiga tahun tanpa solusi berarti dari Facebook.
  • Ketiga developer ini mengembangkan add-on peramban bernama Trollers untuk menarik data akun-akun palsu penyebar hoaks di Facebook. Ratusan akun terjaring oleh alat daring ini sejak 2016, namun perwakilan Facebook baru bisa meluangkan waktu untuk melakukan rapat dengan mereka di 2019.

PERIKSA FAKTA SEPEKAN INI

Seminggu ini, Tim CekFakta Tempo menelusuri kebenaran beberapa hoaks yang terunggah di dunia maya. Buka tautan ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa faktanya:

TENTANG TRUTHBUZZ

TruthBuzz adalah program fellowship dari International Center for Journalists (ICFJ) yang bertujuan untuk memperluas literasi dan mengatasi permasalahan disinformasi di lima negara yakni Indonesia, India, Nigeria, Brazil, dan Amerika Serikat. Saya adalah penerima fellowship ini di Indonesia. Salah satu misi saya bersama Tempo.co adalah untuk menyebarkan hasil kerja tim pemeriksa fakta yang menangkis berbagai hoaks.

Kenal seseorang yang Anda rasa tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini.

Ikuti kami di media sosial:

Facebook

Twitter

Instagram

Berita terkait

Respons Politikus PDIP soal Keinginan Prabowo Bentuk Presidential Club

7 jam lalu

Respons Politikus PDIP soal Keinginan Prabowo Bentuk Presidential Club

Politikus Senior PDIP, Andreas Hugo Pareira, merespons soal keinginan Prabowo Subianto yang membentuk presidential club atau klub kepresidenan.

Baca Selengkapnya

Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

8 jam lalu

Sekjen Gerindra Tepis Anggapan Jokowi Jadi Penghalang Pertemuan Prabowo dan Megawati

Justru, kata Muzani, Presiden Jokowi lah yang mendorong terselenggaranya pertemuan antara Prabowo dan Megawati.

Baca Selengkapnya

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

8 jam lalu

Pengamat Sebut Ide Prabowo Bentuk Presidential Club Bagus, tapi Ada Problem

Pengamat Politik Adi Prayitno menilai pembentukan presidential club memiliki dua tujuan.

Baca Selengkapnya

Gagasan Presidential Club Prabowo Disebut Bisa Cegah Tumbuhnya Brutus di Sekeliling Presiden

9 jam lalu

Gagasan Presidential Club Prabowo Disebut Bisa Cegah Tumbuhnya Brutus di Sekeliling Presiden

Partai Demokrat menyoroti mimpi SBY setahun lalu yang serupa dengan keinginan Prabowo membuat presidential club.

Baca Selengkapnya

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

10 jam lalu

Jokowi Teken UU Desa, Pengamat Soroti Anggaran hingga Potensi Politik Dinasti

Salah satu poin penting dalam UU Desa tersebut adalah soal masa jabatan kepala desa selama 8 tahun dan dapat dipilih lagi untuk periode kedua,

Baca Selengkapnya

NasDem dan PKB Dukung Prabowo, Zulhas: Biasa Saja, Masyarakat Jangan Baper

12 jam lalu

NasDem dan PKB Dukung Prabowo, Zulhas: Biasa Saja, Masyarakat Jangan Baper

Zulhas menganggap dukungan dari NasDem dan PKB ke Prabowo sebagai sesuatu yang biasa saja. Ia mengimbau masyarakat tak baper.

Baca Selengkapnya

Prabowo Ingin Bentuk Presidential Club, Demokrat: Gagasan Politik Tingkat Tinggi

13 jam lalu

Prabowo Ingin Bentuk Presidential Club, Demokrat: Gagasan Politik Tingkat Tinggi

Politikus Demokrat anggap gagasan Prabowo Subianto yang ingin membentuk Presidential Club sebagai politik tingkat tinggi.

Baca Selengkapnya

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

13 jam lalu

Ulas Putusan MK Soal Sengketa Pilpres, Pakar Khawatir Hukum Ketinggalan dari Perkembangan Masyarakat

Ni'matul Huda, menilai pernyataan hakim MK Arsul Sani soal dalil politisasi bansos tak dapat dibuktikan tak bisa diterima.

Baca Selengkapnya

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

14 jam lalu

Membedah 5 Poin Krusial dalam UU Desa yang Baru

Beleid itu menyatakan uang pensiun sebagai salah satu hak kepala desa. Namun, besaran tunjangan tersebut tidak ditentukan dalam UU Desa.

Baca Selengkapnya

Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

15 jam lalu

Relawan Jokowi Imbau PDIP Tak Cari Kambing Hitam Setelah Ganjar-Mahfud Kalah Pilpres

Panel Barus, mengatakan setelah Ganjar-Mahfud meraih suara paling rendah, PDIP cenderung menyalahkan Jokowi atas hal tersebut.

Baca Selengkapnya