Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Di Balik Berita Palsu yang Bertebaran

image-gnews
Ilustrasi fake news. shutterstock.com
Ilustrasi fake news. shutterstock.com
Iklan

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Fake news atau berita palsu adalah satu dari ragam gangguan informasi, yang penyebutannya sering disederhanakan menjadi hoaks. Berita palsu dipolitisasi, seiring masifnya cara-cara manipulasi politik demi tujuan propaganda. Sementara teknologi berubah dengan cepat, sehingga dituding sebagai ancaman baru bagi masyarakat demokratis.

Apakah berita palsu berakar dari memburuknya demokrasi? Atau, justru gejala dari masalah utama yang lebih besar?

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo

Prebunking Series (26)
Kabar Palsu Bertebaran, Akarnya Masalah Demokrasi?

Dalam disertasi S3 terbarunya, Johan Farkas dari Universitas Malmö, Swedia, meneliti bagaimana jurnalis dan aktor politik berpendapat soal fake news atau berita palsu. Selain menganalisis perbedaan cara pandangnya, Farkas juga meneliti bagaimana masing-masing pihak mencoba mengatasinya.

Dalam penelitiannya, Farkas menggambarkan bagaimana berita palsu telah menjadi 'penanda mengambang' (floating signifier) dalam perjuangan politik. Ia menjadi sebuah konsep dengan makna yang saling bertentangan dan dimobilisasi oleh kubu yang berlawanan dalam berita maupun debat publik di Pemilu Amerika Serikat maupun Denmark.

Misalnya, beberapa suara berpendapat bahwa berita palsu adalah musuh eksternal, yang membutuhkan jurnalisme "baik" untuk melindungi masyarakat. Namun, pihak lain meyakini bahwa disinformasi adalah produk dari penurunan standar dalam profesi jurnalistik. 

Alhasil, berita palsu disebut sebagai jalinan pertentangan pandangan, terutama di antara aktor politik yang mendefinisikan berita palsu dengan cara yang berlawanan. Contohnya Donald Trump, yang mendefinisikan fake news dengan sangat berbeda dari sekitarnya. Inilah yang memunculkan kontroversi, sebab berita palsu digunakan untuk melegitimasi beberapa proyek politik dan mendelegitimasi yang lain. 

Farkas menilai, hal ini menunjukkan masalah yang lebih mendalam mengenai jurnalisme dan demokrasi saat ini. Jurnalisme, sebagai ‘penjaga gerbang pengetahuan tradisional’ dan ‘pengungkap kebenaran’ menjadi semakin tidak stabil.

Begitu pula dengan munculnya bentuk-bentuk baru misinformasi dan perdebatan tentang arti berita 'palsu' dan 'nyata' adalah tanda-tanda sesuatu yang lebih besar. Hal ini terkait erat dengan masalah lama di banyak negara demokrasi, yakni meningkatnya ketidaksetaraan, meningkatnya sikap apatis politik, dan berkurangnya partisipasi dalam pemilu. 

Makanya, Farkas mengkritik pihak-pihak yang menyebut bahwa kabar palsu adalah masalah utama demokrasi. Serta kritik yang lebih tajam bagi pihak yang menyodorkan solusi agar kembali ke gaya lama, disertai penyensoran atau pengawasan. “Bagaimana kita dapat memperkuat demokrasi tanpa menutup pintu bagi pendapat yang tidak ingin kita dengar?” kata Farkas.

Ditambah lagi dalam konteks media digital, penyedia konten menghasilkan pendapatan iklan berdasarkan jumlah pembaca, pendengar, atau penonton yang mereka miliki. Cuan alias insentif ekonomi untuk produksi konten digital ini jadi pendorong utama berkembangnya berita palsu. 

Profesor Komunikasi, Zizi Papacharissi menyodorkan teori: "kontroversi menghasilkan peringkat, dan sayangnya kontroversi dihasilkan seputar fakta vs. pertempuran propaganda." Berdasarkan teori ini, informasi palsu pasti menyuburkan kontroversi dan kontroversi menyuburkan pemilik modal.

Berita palsu adalah tanda bahwa perpecahan dalam masyarakat semakin meningkat, dan banyak orang merasa jauh dari keputusan politik. Untuk memperbaikinya, tentu diperlukan lebih dari sekadar jargon menyatakan perang melawan kepalsuan.

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab

Cek Fakta Pilihan

Benarkah Indonesia Sudah Dikuasai Komunis?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebuah video yang bersumber dari Tiktok beredar ke WhatsApp dan Facebook dengan klaim bahwa Indonesia telah dikuasai komunis dan rezim komunis itu mempersulit umat Islam. Sejumlah polisi di sebuah gerbang dengan tembok bercat putih ditampilkan dalam video tersebut.

| Hasil Pemeriksaan fakta

Isi video yang beredar tersebut adalah pengamanan saat aksi tabligh akbar Presidium Alumni atau PA 212 di Solo, 13 Januari 2019. Polisi menurunkan personilnya untuk memperketat keamanan. 

Baca selengkapnya

Waktunya Trivia!

Benarkah Perdana Menteri Israel Ariel Sharon Masih Hidup dalam Kondisi Koma?

Sebuah video dengan klaim Perdana Menteri Israel Ariel Sharon dalam kondisi koma, beredar di aplikasi perpesanan WhatsApp. Video berdurasi 1 menit tersebut memperlihatkan seseorang terbaring dengan sebagian kepala diperban. 

Video juga menunjukkan kondisi mata kirinya yang dipenuhi belatung setelah perban yang menutupinya dibuka. Orang yang membuka perban lalu membersihkan wajahnya dari belatung-belatung tersebut. Keterangan yang disertakan mengatakan video itu menunjukkan saat ini kondisi Ariel Sharon yang koma selama delapan tahun, mengalami kebusukan di sebagian tubuhnya hingga dihinggapi belatung.

| Bagaimana hasil pemeriksaan faktanya?

Mari kita cek faktanya!

Ada Apa Pekan Ini?

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan. Buka tautannya ke kanal Cek Fakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.

Ikuti kami di media sosial:

Facebook

Twitter

Instagram

Telegram

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


CekFakta #276 Saling Jaga agar Tak Jadi Korban Perdagangan Orang

2 hari lalu

Ilustrasi judi online. Pixlr Ai
CekFakta #276 Saling Jaga agar Tak Jadi Korban Perdagangan Orang

Sampai sekarang, masih ada 44 WNI yang terjebak di wilayah konflik perbatasan Myanmar dan Thailand.


CekFakta #275 Hindari Panik, Bekali Diri untuk Tangkal Hoaks Seputar Cacar Monyet

9 hari lalu

Ilustrasi MPOX. Shutterstock
CekFakta #275 Hindari Panik, Bekali Diri untuk Tangkal Hoaks Seputar Cacar Monyet

Agustus lalu Kementerian Kesehatan mengumumkan sebanyak 88 kasus cacar monyet (Mpox) di Indonesia.


CekFakta #274 Operasi Gelap Menenggelamkan Narasi #KawalPutusanMK di Twitter

16 hari lalu

Logo baru media sosial X, dahulu Twitter. REUTERS/Dado Ruvic
CekFakta #274 Operasi Gelap Menenggelamkan Narasi #KawalPutusanMK di Twitter

Operasi Gelap Menenggelamkan Narasi #KawalPutusanMK di Twitter


CekFakta #273 Hati-hati Penipuan Berkedok "Menyelesaikan Misi"

23 hari lalu

Ilustrasi hoax atau hoaks. shutterstock.com
CekFakta #273 Hati-hati Penipuan Berkedok "Menyelesaikan Misi"

beragam siasat dilakukan para pelaku online scam alias penipuan daring dalam mencari mangsa. Ada yang bernama "investasi", "kemitraan", "undian".


CekFakta #272 Bagaimana Disinformasi Memecah Belah Masyarakat

30 hari lalu

Ilustrasi hoaks atau fake news. Shutterstock
CekFakta #272 Bagaimana Disinformasi Memecah Belah Masyarakat

Disinformasi punya kemampuan yang berbahaya: menebar kebencian dan memecah belah masyarakat.


CekFakta #271 Membaca Penyebab Kecenderungan Percaya Hoaks dan Deepfake saat Pemilu

37 hari lalu

Gambar tangkapan layar video yang memperlihatkan perbedaan antara rekaman asli dengan deepfake. Credit: Kanal YouTube WatchMojo
CekFakta #271 Membaca Penyebab Kecenderungan Percaya Hoaks dan Deepfake saat Pemilu

Membaca Penyebab Kecenderungan Percaya Hoaks dan Deepfake saat Pemilu


CekFakta #270: Membekali Diri Menghadapi FraudGPT dan Berbagai AI Jahat

44 hari lalu

Rekomendasi AI Selain ChatGPT. Foto: Canva
CekFakta #270: Membekali Diri Menghadapi FraudGPT dan Berbagai AI Jahat

CekFakta #270: Membekali Diri Menghadapi FraudGPT dan Berbagai AI Jahat


CekFakta #270 Membekali Diri Menghadapi FraudGPT dan Berbagai AI Jahat

44 hari lalu

Rekomendasi AI Selain ChatGPT. Foto: Canva
CekFakta #270 Membekali Diri Menghadapi FraudGPT dan Berbagai AI Jahat

CekFakta #270 Membekali Diri Menghadapi FraudGPT dan Berbagai AI Jahat


CekFakta #269 Di Balik Sikap Tidak Percaya Orang Indonesia Terhadap Perubahan Iklim

51 hari lalu

CekFakta #269 Di Balik Sikap Tidak Percaya Orang Indonesia Terhadap Perubahan Iklim

masih banyak orang yang belum sadar urgensi perubahan iklim


Fakta-fakta Kasus Manipulasi Rapor di Depok, Nilai Dinaikkan hingga 20 Persen

52 hari lalu

Plh Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat Mochamad Ade Afriandi bicara terkait cuci rapor di Depok, Selasa, 16 Juli 2024. Foto : Dokumentasi Pribadi
Fakta-fakta Kasus Manipulasi Rapor di Depok, Nilai Dinaikkan hingga 20 Persen

Sejumlah fakta dalam kasus manipulasi rapor di Depok, nilai dinaikkan 20 persen dan guru diberi sanksi.