TEMPO.CO, Jakarta - Minyak goreng kembali memanas. Kali ini, persoalannya tunggakan dana rafaksi atau dana talangan yang seharusnya dibayarkan pemerintah lebih dari setahun lalu. Dana rafaksi adalah selisih biaya produksi dan penjualan minyak goreng dalam program satu harga bulan Januari 2022, yang saat itu ditalangi pengusaha.
Pengusaha retail kini menagih pembayaran rafaksi senilai Rp 344 miliar. Menurut Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia, pemerintah abai memverifikasi tagihan pengusaha yang sejatinya sudah masuk sejak Februari 2022. Salah satu buktinya adalah keterlambatan penunjukan lembaga verifikator independen yang bertugas untuk mengecek ulang tagihan pengusaha.
Tapi pemerintah punya dalih lain. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan ogah membayar tagihan rafaksi lantaran dasar hukumnya sudah dicabut. Program minyak goreng satu harga yang menjadi sumber tagihan rafaksi sudah lama dihapus dan diganti oleh program lain. Zulkifli terang-terangan menantang pembuktian utang-piutang tersebut, sehingga pengusaha meradang.
Persoalan ini bakal semakin panas, terlebih lagi pengusaha mengancam akan memboikot penjualan minyak goreng murah jika tagihannya tak dibayar dalam beberapa bulan ke depan. Di lain pihak, pemerintah malah kembali mengubah kebijakan dengan mengutak atik skema wajib pasok domestik atau domestic market obligation (DMO) serta hak ekspor minyak sawit mentah, yang diklaim demi menjamin ketersediaan bahan baku minyak goreng.
Selamat membaca
Fery Firmansyah
Redaktur Pelaksana
Mengapa Dana Rafaksi Minyak Goreng Mampet
Pengusaha mengancam akan memboikot penjualan minyak goreng lantaran pemerintah tak membayar utang rafaksi. Apa yang sebenarnya terjadi?
Bolak Balik Aturan DMO Minyak Sawit
Mengapa pemerintah kembali mengubah aturan DMO dan ekspor minyak sawit mentah? Apa dampaknya?
OPINI
Kisruh Utang Minyakita
Mengapa dana rafaksi malah mampet setelah kebijakan menahan inflasi harga minyak goreng?
SINYAL PASAR