TEMPO.CO, Jakarta - Alkisah ada seorang pemuda bernama Nur Faizin yang berminat menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur. Calon legislator dari Partai Kebangkitan Bangsa ini yakin bisa terpilih dalam Pemilu 2024. Ia bahkan telah menyiapkan duit miliaran rupiah sebagai modal kampanye.
Belakangan Nur Faizin ketar-ketir. Tidak percaya diri. Ia memilih mengendapkan dana kampanyenya dan tidak jor-joran mencetak spanduk dan baliho. Penyebabnya, masih belum ada kepastian soal sistem pemilu yang akan digunakan, apakah proporsional terbuka seperti tiga pemilu sebelumnya, atau proporsional tertutup yang hanya memilih partai, bukan calon.
Kekhawatiran Nur Faizin dialami oleh banyak calon anggota legislatif (caleg) lain. Mereka menunggu hasil uji materi UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi. Jika MK memutuskan penggunaan sistem proporsional terbuka, para caleg memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih. Sedangkan sistem proporsional tertutup hanya menguntungkan caleg dengan nomor urut kecil.
Kondisi itu membuat sejumlah partai kesulitan menyusun daftar calon legislator. Padahal, Komisi Pemilihan Umum mulai membuka pendaftaran caleg mulai 1 Mei selama dua pekan. Hampir semua partai, kecuali PDI Perjuangan, berharap MK tak mengubah sistem pemilu. Mereka khawatir perolehan suara partai bakal berkurang karena kampanye caleg tak maksimal.
Sistem proporsional terbuka sesungguhnya juga punya kelemahan, yaitu biaya politik yang sangat tinggi. Kami mewawancarai sejumlah caleg yang mengaku menyiapkan miliaran rupiah, bahkan ada yang lebih dari Rp 5 miliar, untuk berkampanye. Mereka pun mengakui praktik politik uang tak akan terhindarkan jika ingin mendapat kursi di parlemen.
Namun demikian, mengubah sistem pemilu di tengah kompetisi tentu sangat tidak tepat. Terutama bagi para caleg yang sudah siap berlaga. Jika memang ada kelemahan, para penyusun undang-undang bisa memperbaikinya tanpa harus merusak pertandingan yang bakal berdampak buruk bagi kualitas demokrasi. Siapa yang diuntungkan dalam otak-atik sistem Pemilu?
Selamat membaca.
Stefanus Pramono
Redaktur Pelaksana
—-------
POLITIK
Abu-abu Gelanggang Pemilu
Sejumlah partai kesulitan memenuhi kuota daftar calon legislator akibat gugatan soal sistem pemilu. Para caleg yang sudah menyiapkan dana kampanye miliaran rupiah ogah jor-joran.
Kuasa Partai di Surat Suara
Indonesia pernah menggunakan sistem proporsional tertutup maupun terbuka. Begini sejarahnya.
Dana Kampanye Gendut Para Caleg
Para caleg bisa mengeluarkan dana kampanye hingga miliaran rupiah. Di Ibu Kota jumlahnya sangat besar.
Mudarat Mengganti Sistem Pemilu
Sistem pemilu tidak boleh diputuskan terburu-buru. Menggantinya di tengah tahapan Pemilu 2024 akan menimbulkan persoalan besar.
OPINI
Jebakan Pemilu Proporsional Tertutup
Sistem proporsional tertutup tetap membuka celah politik uang. Transparansi lebih terlihat dalam sistem proporsional terbuka.
HUKUM
Veteran Abal-abal Operasi Seroja
Legiun Veteran Republik Indonesia melaporkan adanya seribuan veteran palsu untuk operasi Seroja di Timor Leste. Calo ikut terlibat.
Ribuan Veteran Palsu dari Seroja
Negara tak boleh diam menghadapi para veteran palsu. Miliaran rupiah duit negara jatuh ke tangan mafia.