Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Cek Fakta #180 Pohon Keputusan: Cara Cepat Mendeteksi Kredibilitas Informasi

image-gnews
Ilustrasi hoax atau hoaks. shutterstock.com
Ilustrasi hoax atau hoaks. shutterstock.com
Iklan

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Agar kebal dari hoaks, pekan lalu kita sudah membekali diri dengan teknik membaca secara lateral (lateral reading). Teknik ini merupakan dasar dari alur berpikir sederhana untuk mendeteksi apakah suatu informasi layak dipercaya.

Kali ini, Tempo akan mengajak Anda menanam Pohon Keputusan. Jika membaca lateral diibaratkan sebagai akar, menggunakan ‘pohon’ ini akan menghemat energi Anda dalam menghadapi banyaknya mis/disinformasi di jagat maya.

Dalam nawala ini pula, Tempo telah memeriksa pula sejumlah klaim dan menayangkan hasil pemeriksaan terhadap berbagai klaim tadi di kanal Cek Fakta Tempo. Pekan ini, aneka klaim yang beredar memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan.

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo

Prebunking Series (2)
Pohon Keputusan: Cara Cepat Mendeteksi Kredibilitas Informasi

Setiap hari kita dijejali informasi; mulai dari yang penting dan mendesak, hingga yang benar-benar tidak penting dan sama sekali tidak mendesak. Keterbatasan waktu memaksa kita untuk tega mengeliminasinya, terlebih lagi jika itu hoaks belaka.

Pohon Keputusan adalah teknik memangkas keputusan dengan cepat dan cermat dalam menghadapi setiap potongan informasi di dunia maya. The fast-and-frugal decision tree (FFT) ini mengedepankan 3 pertanyaan kunci:

(a) Siapa sosok di baliknya? “Who is behind this information?” 

(b) Apa buktinya? “What is the evidence?” 

(c) Apa kata sumber lainnya? “What do other sources say?"

Pohon keputusan Sumber: Citizens Versus the Internet: Confronting Digital Challenges With Cognitive Tools (Kozyreva, A., Lewandowsky, S., & Hertwig, R. (2020)

Siapa sosok di balik informasi ini? Periksa keandalan sumber. Perhatikan nama sumber, ejaannya, dan isyarat untuk materi yang dipromosikan. Jika situs atau penulisnya tidak dikenal, selalu gunakan mesin pencari dan Wikipedia untuk memeriksa asalnya

Apa buktinya? Periksa bukti faktual atau argumen yang masuk akal, yang mendukung klaim tersebut. Perhatikan kualitas referensi, sumber yang dikutip, dan apakah ada bahasa emosional dan berlebihan.

Apa kata sumber lainnya? Lakukan pencarian di internet dari sumber-sumber independen tentang kebenaran klaim. Gunakan mesin pencari dan situs pemeriksa fakta.

Tiga pertanyaan ini efektif jadi petunjuk yang membantu kita menerapkan Pohon Keputusan, berasal dari penelitian oleh Stanford History Education Group. Kelompok para pengecek fakta terbukti paling cepat dan akurat dibandingkan 2 kelompok lulusan S3 dan S1, karena membaca secara lateral. 

Pohon Keputusan ini juga telah lama digunakan sebagai alat bantu keputusan yang efektif pada penelitian dasar dalam ilmu komputer (Banerjee et al., 2017). Penggunaannya termasuk di banyak ranah umum yang berbeda, seperti dalam dunia kedokteran. ____________________________________________________________________________

Bagian ini ditulis oleh Safira Amni Rahma dari Tim Magang Merdeka Cek Fakta Tempo

Situasi Sosial dan Perubahan Misinformasi Kesehatan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hoaks kesehatan termasuk jenis hoaks yang paling banyak beredar di sosial media selain isu politik dan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan). Selama pandemi coronavirus disease 2019 (Covid-19), apalagi sejak vaksin mulai dibahas, berbagai misinformasi terkait vaksin semakin banyak. Berawal dari klaim vaksin Covid-19 mengandung mikrocip, haram, hingga klaim-klaim yang menyebutkan bahwa vaksin memberi banyak efek samping yang mematikan.

Gelombang hoaks vaksin Covid-19 kemudian terus berkembang mengikuti situasi sosial. Berbagai penyakit yang beberapa waktu belakangan meningkat kasusnya terus dikaitkan sebagai efek samping vaksin Covid-19. Bermula dari Cacar Monyet atau monkeypox, hepatitis akut, dan yang terakhir, gagal ginjal akut pada anak.

Sebuah penelitian yang dilakukan dengan memanfaatkan artikel-artikel di media sosial yang diterbitkan dalam bahasa Inggris sebelum Maret 2019. Kumpulan artikel tersebut dipublikasikan di PubMed, MEDLINE, Scopus, dan Web of Science. Misinformasi kesehatan yang paling lazim muncul berhubungan dengan produk rokok dan obat-obatan terlarang seperti opioids dan marijuana dengan misinformasi mencapai 87 persen. Sementara itu, misinformasi tentang vaksin, terutama vaksin virus papilloma juga tergolong umum yaitu sebanyak 43 persen. Tren hoaks ini jelas berbeda dengan masa-masa pandemi dan era new normal.

Penelitian lain, dari Journal of Medical Internet Research yang dipublikasikan pada 2021 lalu menyebutkan, di antara misinformasi kesehatan, misinformasi soal vaksin menduduki peringkat pertama terbanyak, yakni 32 persen. Diikuti hoaks soal obat-obatan dan rokok (22 persen), noncommunicable diseases (19 persen), pandemi (10 persen), eating disorder (9 persen) dan terakhir medical treatment (7 persen).

Berdasarkan rilis Kominfo pada 28 Oktober 2022 yang berjudul “Isu Hoaks Covid-19”, dituliskan total hoaks mengenai wabah virus corona di Indonesia dimulai dari Mei 2019. Laporan itu menyebut jumlah hoaks yang tercatat sebanyak 2245. Belakangan ini, isu yang ramai berkaitan dengan vaksin dimulai dari penyakit-penyakit yang merupakan efek sampingnya, berita internasional bahwa Jerman menghentikan vaksinasi, hingga konspirasi vaksin yang dikaitkan dengan angka 666 yang identik dengan satanisme dan bisa mengubah untaian DNA manusia.

Dikutip dari VaccineWork, gavi.org, misinformasi hingga disinformasi selama pandemi memang lazim terjadi. Maka, kondisi yang perlu diperhatikan bukanlah jika hoaks mucul, tetapi kapan dan di mana itu penyebaran mis/disinformasi itu akan terjadi. Antisipasti tersebut sama pentingnya dengan menemukan cara untuk mendeteksi virus yang muncul, yaitu mengembangkan strategi untuk mengatasi misinfodemik yang akan mengikutinya. Wabah cacar monyet dan hepatitis adalah contoh tempat tersebarnya kesalahan informasi tadi. 

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab

Waktunya Trivia!

Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini yang mungkin luput dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.

Masyarakat Antifitnah Indonesia (Mafindo), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggelar Focus Group Discussion (FGD) bersama kalangan masyarakat pendidik, orang tua, jurnalis, pemeriksa fakta, guru, asosiasi guru, hingga wakil dari Dinas Pendidikan dari berbagai daerah. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa sekolah dan kampus perlu memasukkan materi cek fakta dan literasi media. Hal ini merupakan upaya untuk memerangi hoaks yang beredar di tengah masyarakat.

Mafindo, AMSI, dan AJI gelar FGD untuk sosialisasi materi cek fakta dan literasi media ke sekolah dan kampus.

Twitter kehilangan pengguna aktif. Penelitian internal Twitter menunjukkan perusahaan media sosial itu sedang berjuang untuk mempertahankan penggunanya yang paling aktif, yang sangat penting bagi bisnis. Kelompok akun “tweeter berat” ini hanya kurang dari 10 persen dari keseluruhan pengguna bulanan, tetapi menghasilkan 90 persen dari semua tweet dan setengah dari pendapatan global.

Periksa Fakta Sepekan Ini

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan. Buka tautannya ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.

Ikuti kami di media sosial:

Facebook

Twitter

Instagram

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

4 hari lalu

Logo twitter, facebook dan whatsapp. Istimewa
CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

Menelisik Motivasi di Balik Akun Medsos Penyebar Hoaks Melalui Transparansi Halaman


CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

11 hari lalu

Ilustrasi internet. (abc.net.au)
CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima


CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

18 hari lalu

Logo Google. REUTERS
CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google


CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

25 hari lalu

Ilustrasi hoaks atau fake news. Shutterstock
CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup


CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

32 hari lalu

Logo TikTok terlihat di smartphone di depan logo ByteDance yang ditampilkan dalam ilustrasi yang diambil pada 27 November 2019. [REUTERS / Dado Ruvic / Illustration / File Photo]
CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

TikTok disorot sebagai sarang penyebaran misinformasi maupun disinformasi.


Dituduh Bikin Sepatu Bergambar Bendera Israel, Ini Kata Nike

38 hari lalu

Foto tangkapan layar video hoaks tentang sepatu Nike buat sepatu bergambar bendera Israel, 15 Maret 2024. (Reuters)
Dituduh Bikin Sepatu Bergambar Bendera Israel, Ini Kata Nike

Sebuah video memperlihatkan sepasang sepatu Nike bergambar bendera Israel menjadi viral disertai seruan untuk memboikot produsen alat olahraga itu.


CekFakta #251 Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi

39 hari lalu

Ilustrasi wanita sedang browsing internet. Pixabay.com
CekFakta #251 Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi

Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi


Cekfakta #250 Ujaran Kebencian Menyangkut SARA Meningkat Selama Pemilu 2024

45 hari lalu

Ilustrasi Ujaran Kebencian. shutterstock.com
Cekfakta #250 Ujaran Kebencian Menyangkut SARA Meningkat Selama Pemilu 2024

Ujaran kebencian ini meningkat ketika hari pemungutan suara. Bahkan hoaks berbau etnis kembali mewarnai, mendaur ulang pola kebohongan.


CekFakta #249 Situs-situs Abal-abal Buatan AI Menyebar Hoaks dalam Berbagai Bahasa

52 hari lalu

Ilustrasi wanita sedang browsing internet. Pixabay.com
CekFakta #249 Situs-situs Abal-abal Buatan AI Menyebar Hoaks dalam Berbagai Bahasa

Situs-situs Abal-abal Buatan AI Menyebar Hoaks dalam Berbagai Bahasa


Politeknik Tempo Gelar Pelatihan Cek Fakta Lanjutan Kolaborasi dengan ANNIE Lab

53 hari lalu

Komunitas Pers Politeknik Tempo (KORSTE) mengikuti pelatihan cek fakta dari Inge Klara Safitri, Koordinator Tim Cek Fakta Tempo.co bertajuk
Politeknik Tempo Gelar Pelatihan Cek Fakta Lanjutan Kolaborasi dengan ANNIE Lab

Pelatihan dalam rangkaian proyek kolaborasi Politeknik Tempo bersama dengan ANNIE Lab ini diberikan oleh Koordinator Tim Cek Fakta Tempo.