TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan target baru penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia di tahun 2030 dalam dokumen kontribusi yang ditetapkan secara nasional. Dokumen Enhanced NDC itu telah dikirimkan ke sekretariat Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) pada 23 September lalu.
Reduksi emisi karbon meningkat, yakni dengan kemampuan sendiri sebesar 31,89 persen dari 29 persen dan dengan dukungan internasional 43,20 persen dari 41 persen. Di situs Direktorat Jenderal PPI disebutkan enhanced NDC itu bertujuan memenuhi Keputusan 1/CMA.3 yang disepakati dalam COP Ke-26 di Glasgow, Skotlandia, tahun lalu.
Menaikkan target ini bagus. Target lama memang kurang ambisius. Tapi kenaikan target itu bertolak belakang dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Misalnya, menaikkan biodiesel 40 persen (B40). Ini akan menaikkan kebutuhan akan sawit yang membutuhkan lahan besar. Padahal, deforestasi akan diturunkan.
Apalagi, andalan lain adalah co-firing biomassa di PLTU batu bara. Ada kebutuhan pelet dalam jumlah besar yang meningkatkan kebutuhan hutan tanaman energi.
Deforestasi terencana juga naik dan hampir 10 juta hutan primer dan sekunder yang masih bagus tutupan hutannya tak masuk dalam peta moratorium dan peta cadangan perhutanan sosial. Sehingga rawan beralih fungsi yang menambah deforestasi.
Jadi, ambisi menurunkan emisi itu sejalankah dengan cara mencapainya? Selamat membaca.
Dody Hidayat
Redaktur Utama
LINGKUNGAN
Ambisi Menurunkan Emisi
Indonesia menaikkan target penurunan emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 dalam NDC baru. Realistiskah?
Rujuk Perdagangan Karbon
Kedua pemerintah kembali ke meja perundingan menurunkan emisi melalui pencegahan deforestasi. Apa perjanjian yang berubah?
OPINI
Gaya-gayaan Menurunkan Emisi
Indonesia bolak-balik menaikkan target penurunan emisi gas rumah kaca. Hanya berguna bila diikuti aksi nyata dan transparansi data.