Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

CekFakta #176 Mengawal Janji UU Perlindungan Data Pribadi

image-gnews
Ketua DPR RI Puan Maharani didampingi Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyampaikan keterangan usai melakukan pertemuan terkait RUU Perlindungan Data Pribadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 4 Februari 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
Ketua DPR RI Puan Maharani didampingi Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyampaikan keterangan usai melakukan pertemuan terkait RUU Perlindungan Data Pribadi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 4 Februari 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
Iklan

Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Sudah sepekan ini, UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) secara resmi disepakati bersama oleh pemerintah dan DPR dalam Rapat Paripurna Kelima Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023, Selasa, 20 September 2022. Undang-undang ini menjadi tumpuan harapan masyarakat Indonesia di tengah berbagai ancaman kebocoran data seperti tak ada habisnya.  

Berdasarkan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU sah menjadi UU dalam waktu 30 hari setelah kesepakatan bersama tersebut. Namun, ada sejumlah catatan yang penting disimak agar UU PDP ini benar-benar menjawab persoalan publik.

Dalam nawala ini, Tempo telah memeriksa pula sejumlah klaim dan menayangkan hasil pemeriksaan terhadap berbagai klaim tadi di kanal Cek Fakta Tempo. Pekan ini, aneka klaim yang beredar memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Bagian ini ditulis oleh Artika Rachmi Farmita dari Tim Cek Fakta Tempo

Mengawal Janji UU Perlindungan Data Pribadi

Pengesahan UU PDP ini menjadi oase di tengah kegaduhan yang timbul di jagad maya. Selama hampir dua pekan awal September, warganet dihebohkan oleh kemunculan sosok Bjorka yang beraksi dengan menyebarkan data pribadi (doxing) sejumlah pejabat.

Kasus kebocoran data di Indonesia marak terjadi sejak Agustus 2022. Mulai dari kasus kebocoran data kartu SIM milik warga Indonesia hingga kebocoran data pribadi pelanggan PLN. 

Kita juga jangan melupakan 6 kasus kebocoran data besar sejak tahun 2020 yang melibatkan Kementerian Kesehatan dalam kasus e-HAC, BPJS Kesehatan, Tokopedia, Lazada, BRI Life, dan Komisi Pemilihan Umum.

Undang-undang itu memang menjanjikan mekanisme pemberian hukuman pada semua pihak yang melakukan pelanggaran terhadap hak kepemilikan data pribadi, di samping jaminan perlindungan hak-hak masyarakat atas kepemilikan data pribadi.

Belum lengkap, tantangan independensi dan implementasi

Namun, ada sejumlah keraguan yang patut dilayangkan atas UU PDP ini dalam menjawab berbagai permasalahan perlindungan data pribadi di Indonesia. Undang-undang ini pun perlu terus dikawal.

Dari sisi kelengkapan perangkat hukum, Tempo mencatat terdapat 9 pasal dalam UU PDP yang membutuhkan peraturan pemerintah dan satu pasal yang memerlukan peraturan presiden.

Pasal 10 ayat 1 yang mengatur hak subyek data untuk mengajukan keberatan atas tindakan pengambilan keputusan yang hanya didasarkan pada pemrosesan secara otomatis yang menimbulkan akibat hukum atau berdampak signifikan pada subyek data. Pengajuan keberatan itu akan diatur lewat peraturan pemerintah.

Pasal 12 ayat 1 yang menyebutkan subyek data pribadi berhak menggugat dan menerima ganti rugi atas pelanggaran pemrosesan data pribadi tentang dirinya. Tata cara pengenaan ganti kerugian ini akan diatur lewat peraturan pemerintah.

Pasal 58 yang mengatur soal pembentukan lembaga penyelenggara pelindung data pribadi oleh presiden. Tapi pasal ini tidak menyebutkan bentuk ataupun pengisian anggota lembaga, kecuali hanya disebut ‘bertanggung jawab kepada presiden’.

Memang, pasal 59 dan 60 memuat tugas dan kewenangan lembaga pelindung data. Namun pelaksanaan kewenangan tersebut juga bakal diatur lewat peraturan pemerintah.

Sedangkan dari sisi penegakan, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi Djafar menilai UU PDP masih memiliki celah. Meskipun terdapat garansi perlindungan bagi subyek data, implementasi undang-undang ini berpotensi bermasalah.

Wahyudi menegaskan bahwa kunci efektivitas implementasi UU PDP justru berada pada otoritas perlindungan data sebagai lembaga pengawas. Belajar dari praktik di banyak negara, otoritas inilah yang akan memastikan kepatuhan pengendali dan pemroses data, serta menjamin pemenuhan hak-hak subjek data. 

Ketegasan, keadilan, dan independensi mutlak dibutuhkan karena UU PDP bakal berlaku mengikat tidak hanya bagi sektor privat, tetapi juga badan publik (kementerian/lembaga).

Sayangnya, UU PDP justru mendelegasi penerapannya kepada Presiden untuk membentuk Lembaga Pemerintah Nonkementerian (LPNK), yang bertanggung jawab kepada Presiden. Artinya otoritas ini pada akhirnya tak ubahnya dengan lembaga pemerintah (eksekutif) lainnya. Seperti macan kertas yang lemah dalam penegakan undang-undang.

Padahal salah satu mandat utama UU PDP adalah memastikan kepatuhan kementerian/lembaga yang lain terhadap undang-undang tadi, sekaligus memberikan sanksi jika institusi pemerintah tersebut melakukan pelanggaran.

Selain itu, Wahyudi juga melihat adanya risiko over-criminalisation yang muncul dalam pemberlakuan undang-undang ini, khususnya akibat kelenturan rumusan Pasal 65 ayat (2) jo dan Pasal 67 ayat (2). Pasal-pasal itu pada intinya mengancam pidana terhadap seseorang (individu atau korporasi) yang mengungkapkan data pribadi bukan miliknya secara melawan hukum.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam hukum PDP, pemrosesan data pribadi, termasuk pengungkapan, sepanjang tidak memenuhi dasar hukum pemrosesan (persetujuan/konsen, kewajiban hukum, kewajiban kontrak, kepentingan publik, kepentingan vital, dan kepentingan yang sah), maka dapat dikatakan telah melawan hukum.

Ketidakjelasan batasan frasa ‘melawan hukum’ dalam pasal tersebut akan menimbulkan ketidakpastian dan multi-tafsir dalam penerapannya. Seperti UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU PDP nantinya berisiko disalahgunakan untuk tujuan mengkriminalkan orang lain.

Untuk itu, UU PDP sebagai payung hukum pertama dalam perlindungan data pribadi di Indonesia patut dikawal ketat. Bjorka atau hacker lain bisa jadi tiarap sementara waktu untuk membocorkan data-data pejabat, namun sesungguhnya, UU PDP pun diharapkan benar-benar mampu menyelesaikan semua persoalan perlindungan data pribadi. Sebab, kehadiran undang-undang tadi justru memperlihatkan betapa kompleksnya masalah perlindungan data pribadi di Indonesia, yang harus segera ditangani dan diperbaiki.

Tantangan ini tentu juga membutuhkan itikad baik dari seluruh pemangku kepentingan agar tidak bertabrakan dengan ‘kepentingan’ segelintir pihak.

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab

Waktunya Trivia!

Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini yang mungkin luput dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.

Meta melaporkan keberadaan kelompok yang membuat lebih dari 60 situs web yang meniru organisasi berita Eropa. Peniruan itu diperkuat oleh jaringan akun media sosial yang juga palsu. Operasi canggih disebut Meta berasal dari Rusia, dan akun media sosial yang dimaksud tersebar di Facebook, Instagram, Twitter, YouTube, Telegram, dan bahkan LiveJournal. 

Ilustrasi logo Meta. (REUTERS/DADO RUVIC)

TV pemerintah Rusia mengklaim orang Ukraina menjual senjata sumbangan AS di dark web. BBC menyelidiki salah satu pasar tersebut, berbicara secara rahasia kepada mereka yang tampaknya menjual senjata, dan mengumpulkan bukti yang menunjukkan bahwa iklan senjata itu palsu.

Aksi demo menjadi ladang penyebaran misinformasi. Berita palsu dan klaim tidak berdasar mendadak ramai usai dua aksi demo terjadi di West Midlands, Inggris. Aksi massa pertama melibatkan 150 orang bertemu di Smethwick. Esoknya, sekitar 50 orang berkumpul di dekat sebuah kuil Hindu di Coventry pada hari Kamis. Klaim-klaim yang muncul setelahnya, menurut polisi bisa memprovokasi aksi massa yang lebih besar, padahal klaim-klaim tersebut sama sekali tidak terkait dengan aksi massa sebelumnya.

Kelompok Penipuan Kartu Kredit Terorganisir Membuat Situs Palsu Untuk Menjalankan Tagihan pada Kartu Kredit yang Dicuri. Sebuah laporan baru dari firma intelijen ancaman ReasonLabs menemukan bahwa sejak 2019, kelompok penipu menggunakan situs kencan palsu dan situs dukungan pelanggan untuk mengelabui pemroses pembayaran yang sah agar memberi mereka akses ke layanan mereka. Setelah scammers memiliki kemampuan untuk menagih kartu kredit, mereka membeli kartu curian dari dark web dan menagih mereka.

Periksa Fakta Sepekan Ini

Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial memiliki isu yang sangat beragam, mulai dari isu politik, sosial dan kesehatan. Buka tautannya ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

 

 

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.

Ikuti kami di media sosial:

Facebook

Twitter

Instagram

Telegram

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

8 jam lalu

Logo twitter, facebook dan whatsapp. Istimewa
CekFakta #256 Langkah Mengecek Transparansi Halaman Media Sosial

Menelisik Motivasi di Balik Akun Medsos Penyebar Hoaks Melalui Transparansi Halaman


Pihak-Pihak yang Berkontribusi terhadap Perlindungan Hak Privasi Data Pribadi

1 hari lalu

Ilustrasi memotret dengan ponsel diam-diam. Foto : Youtube
Pihak-Pihak yang Berkontribusi terhadap Perlindungan Hak Privasi Data Pribadi

Di era digital penting untuk melindungi data pribadi sebagai hak privasi. Siapa saja pihak-pihak yang berperan besar melindungi data diri?


Pahami Soal Hak Privasi, Pelakunya Bisa Kena Sanksi Penjara 5 Tahun dan Denda Maksimal Rp 5 Miliar

1 hari lalu

Batasan usia dalam penggunaan medis sosial merupakan adopsi dari General Data Protection Regulation (GDPR), Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Uni Eropa. Freepik.com
Pahami Soal Hak Privasi, Pelakunya Bisa Kena Sanksi Penjara 5 Tahun dan Denda Maksimal Rp 5 Miliar

Seorang prajurit TNI dituduh langgar privasi ketika memotret penumpang kereta api tanpa izin. Apa arti hak privasi dan bagaimana sanksi pelakunya?


CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

7 hari lalu

Ilustrasi internet. (abc.net.au)
CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima


CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

14 hari lalu

Logo Google. REUTERS
CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google


CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

21 hari lalu

Ilustrasi hoaks atau fake news. Shutterstock
CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup


Peretasan dan Pembobolan Data Semakin Rawan Terjadi, Ada Biang Kerok yang Terabaikan

22 hari lalu

Ilustrasi hacker. (e-propethic.com)
Peretasan dan Pembobolan Data Semakin Rawan Terjadi, Ada Biang Kerok yang Terabaikan

Ancaman serangan siber meningkat. Maraknya peretasan dan pembobolan data dinilai tak hanya gara-gara para hacker semakin mahir.


CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

27 hari lalu

Logo TikTok terlihat di smartphone di depan logo ByteDance yang ditampilkan dalam ilustrasi yang diambil pada 27 November 2019. [REUTERS / Dado Ruvic / Illustration / File Photo]
CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

TikTok disorot sebagai sarang penyebaran misinformasi maupun disinformasi.


CekFakta #251 Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi

35 hari lalu

Ilustrasi wanita sedang browsing internet. Pixabay.com
CekFakta #251 Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi

Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi


Cekfakta #250 Ujaran Kebencian Menyangkut SARA Meningkat Selama Pemilu 2024

41 hari lalu

Ilustrasi Ujaran Kebencian. shutterstock.com
Cekfakta #250 Ujaran Kebencian Menyangkut SARA Meningkat Selama Pemilu 2024

Ujaran kebencian ini meningkat ketika hari pemungutan suara. Bahkan hoaks berbau etnis kembali mewarnai, mendaur ulang pola kebohongan.