Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Sebuah Laporan Praktik Hak Asasi Manusia (HAM) di Berbagai Negara diterbitkan oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Laporan itu memuat sejumlah dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia, salah satunya dalam penggunaan aplikasi PeduliLindungi.
Dalam nawala ini, Tempo telah memeriksa pula sejumlah klaim dan menayangkan hasil pemeriksaan terhadap sejumlah klaim di kanal Cek Fakta Tempo. Pekan ini klaim yang masuk lebih sedikit daripada pekan sebelumnya. Isu dalam klaim-klaim yang beredar pun lebih beragam.
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo MediaLab
Aplikasi PeduliLindungi Dituduh Melanggar HAM
Pemerintah Amerika Serikat menyebut aplikasi PeduliLindungi melanggar HAM. Tudingan itu termuat dalam Laporan Praktik HAM di berbagai negara, termasuk Indonesia yang dirilis Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Laporan tersebut menganalisa pelanggaran HAM sepanjang 2021 di 200 negara.
Dalam laporan terkait praktik HAM di Indonesia, sejumlah organisasi nonpemerintah (NGO/LSM) merasa khawatir terhadap informasi yang dihimpun oleh aplikasi PeduliLindungi dan bagaimana data itu disimpan dan digunakan pemerintah. Laporan itu juga membahas adanya intervensi pemerintah terhadap privasi, keluarga, dan urusan rumah tangga yang dilakukan secara acak dan ilegal.
“Aplikasi ini menyimpan informasi tentang status vaksinasi individu. LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi apa yang dikumpulkan dan bagaimana data disimpan dan digunakan pemerintah,” tulis laporan itu. Meski demikian, laporan itu tidak merinci potensi pelanggaran HAM yang dimaksud, dan tidak menyebut secara lengkap sumber keluhan yang mereka rangkum tersebut.
Menanggapi laporan tersebut, pemerintah memastikan bahwa aplikasi PeduliLindungi menerapkan prinsip pelindungan data pribadi untuk penggunanya. Aplikasi yang sudah diunduh lebih dari 90 juta kali ini disebutkan telah memuat prinsip tata kelola aplikasi yang jelas, termasuk tunduk dengan ketentuan pelindungan data pribadi yang berlaku.
Dalam pengembangannya pun aplikasi ini telah mengacu pada kesepakatan global dalam Joint Statement WHO on Data Protection and Privacy in the COVID-19 Response tahun 2020, yakni yang menjadi referensi berbagai negara atas praktik pemanfaatan data dan teknologi protokol kesehatan Covid-19.
Seluruh fitur PeduliLindungi beroperasi dalam suatu kerangka kerja perlindungan dan keamanan data yang disebut Data Ownership and Stewardship dan juga menerapkan persetujuan (consent) dari pengguna telah menjadi layer dalam setiap transaksi pertukaran data. Sistem keamanan berlapis pun diterapkan, yakni pengamanan pada aplikasi, pengamanan pada infrastruktur (termasuk pusat data) dan pengamanan data terenkripsi.
“Aplikasi PeduliLindungi juga telah melalui rangkaian penilaian aspek teknis dan legalitas sesuai peraturan dan ketentuan yang berlaku,” seperti dikutip pada situs resmi Covid19.go.id.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menjadi salah satu pengguna data PeduliLindungi juga ikut membantah tuduhan soal pelanggaran HAM. Menurut Juru bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, tudingan itu tidak berdasar. “Tuduhan aplikasi ini tidak berguna dan juga melanggar hak asasi manusia (HAM) adalah sesuatu yang tidak mendasar," kata Nadia.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menyatakan, tidak ada negara yang sempurna dalam isu hak asasi manusia (HAM), termasuk Amerika Serikat (AS). “Tidak ada negara yang sempurna atas isu HAM, tidak juga AS,” katanya.
Riset Penulisan Cek Fakta
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan jaringan Cek Fakta yang terdiri atas Aliansi Jurnalis Independen (AJI) serta Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) sedang melaksanakan riset penulisan Cek Fakta bekerjasama dengan tim akademisi dari Universitas Media Nusantara. Riset ini dilakukan dengan, salah satunya, mengadakan survei.
Tujuan dari survei ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang akurat serta input dari publik terkait dengan produk Cek Fakta, dari aspek format dan model distribusi. Hasil survei ini akan digunakan sebagai masukan perbaikan produk Cek Fakta agar publik membaca produk-produk cek fakta yang dihasilkan media jaringan Cek Fakta sebagai referensi melawan dis/misinformasi yang beredar di masyarakat.
Anda bisa berpartisipasi dengan mengisi survei di tautan berikut: Survei CekFakta
Waktunya Trivia!
Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini yang mungkin luput dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.
Dua subvarian baru Omicron, BA.2.12 dan BA.2.12.1, ditemukan telah menyebar di New York, Amerika Serikat. Keduanya tercatat sudah dominan dalam jumlah 80,6 persen dari kasus Covid-19 di seluruh negara bagian AS per 13 April 2022. Lewat keterangan tertulis yang dibagikannya, Selasa 19 April 2022, Mantan Direktur Penyakit Menular Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Asia Tenggara Tjandra Yoga menyebut dua subvarian baru itu yang diperkirakan menjadi penyebab utama kenaikan kasus baru Covid-19 di New York saat ini. Angka prevalensi infeksi BA.2.12 dan BA.2.12.1 naik dari 70 persen pada Maret menjadi lebih dari 90 persen pada bulan ini.
Ilustrasi Omicron
Awas Malware, Jangan Gunakan Alat Akses Play Store untuk Windows 11. Dalam upaya untuk mengatasi hal ini, beberapa pengembang perangkat lunak oportunistik merilis alat pihak ketiga di GitHub yang memungkinkan pengguna untuk mengakses Google Play Store secara langsung.
Tinjauan baru tentang dampak pembaruan privasi Apple satu tahun setelah peluncuran, yang dilakukan oleh perusahaan layanan data Lotame, menemukan bahwa biaya keuangan untuk perusahaan yang paling terpukul (raksasa media sosial) lebih besar daripada beberapa proyeksi yang cukup besar dari tahun lalu. Gambarannya agak dikaburkan oleh sebagian besar perusahaan ini yang terus mengalami pertumbuhan keseluruhan yang sangat kuat terlepas dari dampak iklan di ekosistem Apple, tetapi total biaya pada tahun 2022 kemungkinan akan mencapai $16 miliar.
Danske Bank Didenda karena Pelanggaran General Data Protection Regulation (GDPR), Data Pelanggan Ditahan Lebih Lama Dari yang Diizinkan Secara Hukum. Ini terjadi tepat ketika bank mulai pulih dari skandal pencucian uang €200 miliar yang mengguncang cabang Estonia dan menurunkan separuh harga sahamnya. Bank tersebut didenda setara dengan sekitar $1,5 juta oleh Badan Perlindungan Data Denmark (Datatilsynet), karena menyimpan data pribadi pelanggan dalam waktu yang terlalu lama dan gagal menghapusnya seperti yang dipersyaratkan oleh ketentuan GDPR. Denda itu juga disertai dengan rekomendasi kepada polisi Denmark untuk menjatuhkan hukuman tambahan pada bank tersebut.
Periksa Fakta Sepekan Ini
Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial pekan ini lebih sedikit daripada pekan sebelumnya. Isu dalam klaim-klaim yang beredar pun lebih beragam.
Buka tautannya ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Keliru, Nasi yang Dipanaskan di Rice Cooker Lebih dari 12 Jam Menjadi Pemicu Diabetes
- Keliru, Dua Foto Perempuan Dikaitkan dengan Berita Gadis yang Dipenjara karena Membunuh Pemerkosanya
- Keliru, Video Longmarch Mahasiswa BEM Seluruh Indonesia pada Demo 11 April 2022
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini. Ingin mengecek fakta dari informasi atau klaim yang anda terima? Hubungi ChatBot kami.
Ikuti kami di media sosial: