Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Pemerintah berencana memberikan sanksi kepada perusahaan yang tak kunjung menghapus konten yang dianggap melawan hukum dalam jangka waktu tertentu. Sanksi ini merupakan merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Nantinya, denda dapat dikenakan apabila terjadi pelanggaran pada UU ITE dan Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).
Dalam nawala ini, Tempo telah memeriksa pula sejumlah klaim dan menayangkan hasil pemeriksaan terhadap sejumlah klaim di kanal Cek Fakta Tempo. Di antara berbagai isu, klaim yang mendominasi pekan ini masih klaim terkait konflik Rusia dan Ukraina.
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo MediaLab
Pemerintah Atur Denda Pelanggaran UU ITE untuk Perusahaan Digital
Pemerintah berencana menerapkan denda bagi perusahaan digital global yang melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Aturan tersebut berupa Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat yang terbit November 2020 lalu. Beberapa isinya menyebutkan bahwa pemerintah berhak meminta platform user generated content atau sosial media, misalnya, untuk menghapus konten yang dinilai bermasalah.
Dengan aturan ini, pemerintah dapat memberikan sanksi bagi perusahaan yang tak kunjung menghapus konten yang dianggap melawan hukum dalam jangka waktu tertentu. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Semuel Abrijani Pangerapan menyatakan, draf aturan ini sebelumnya telah dibahas dengan para perwakilan platform, termasuk pemain global seperti Meta (Facebook) dan Twitter. Ia mengklaim, perusahaan-perusahaan itu menyepakati ketentuan-ketentuan tersebut.
Meski regulasi ini terbit lebih dari setahun lalu, pemerintah baru akan merumuskan aturan denda bagi pemilik platform yang gagal mematuhi permintaan pemerintah. Nilai denda tergantung pada besar atau kecilnya platform dan jumlah teguran yang telah dikirim pemerintah. Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo, Semuel Abrijani Pangerapan, mengatakan denda itu berkisar antara Rp 15 juta hingga Rp 500 juta per konten.
Semuel menjelaskan, aturan ini dibuat agar perusahaan membersihkan platform mereka sendiri. Ia pun mencontohkan konten berbahaya yang dimaksud, antara lain konten siaran langsung seorang warga Jakarta bunuh diri beberapa tahun lalu. “Konten berbahaya seperti inilah yang kami rasa mendesak sehingga harus direspons dan di-take down dalam empat jam,” kata Semuel. “Empat jam itu waktu yang cukup karena digital itu berubah cepat sekali.”
Juru bicara Kementerian Kominfo, Dedy Permadi, mengatakan aturan mengenai rumusan denda bagi perusahaan digital, merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Nantinya, denda dapat dikenakan apabila terjadi pelanggaran pada UU ITE dan Peraturan Pemerintah nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE).
“Penyusunan RPP PNBP merupakan amanat dari UU ITE dan PP PSTE yang telah mengatur pengenaan sanksi administratif berupa pengenaan denda apabila suatu Penyelenggara Sistem Elektronik termasuk platform internet tidak memenuhi kewajiban yang berlaku,” kata Dedy menjelaskan.
Menurut Dedy, RPP PNBP tidak mengatur pengenaan ketentuan pidana, melainkan hanya administratif. Pengaturan ketentuan pidana, kata dia, akan tetap merujuk pada UU ITE.
UU ITE sendiri saat ini masih menjalani proses revisi. Namun kini progres revisi masih mandek di DPR. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Willy Aditya, mengatakan bahwa kendala dalam pembahasan revisi UU ITE diakibatkan oleh permasalahan pada prosedur pembahasan. Sebuah komisi di DPR, kata Willy, hanya dapat membahas satu RUU yang diusulkan oleh Pemerintah atau satu RUU yang diusulkan oleh dirinya sendiri.
Riset Penulisan Cek Fakta
Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) dan jaringan Cek Fakta yang terdiri atas Aliansi Jurnalis Independen (AJI) serta Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) sedang melaksanakan riset penulisan Cek Fakta bekerjasama dengan tim akademisi dari Universitas Media Nusantara. Riset ini dilakukan dengan, salah satunya, mengadakan survei.
Tujuan dari survei ini adalah untuk mendapatkan gambaran yang akurat serta input dari publik terkait dengan produk Cek Fakta, dari aspek format dan model distribusi. Hasil survei ini akan digunakan sebagai masukan perbaikan produk Cek Fakta agar publik membaca produk-produk cek fakta yang dihasilkan media jaringan Cek Fakta sebagai referensi melawan dis/misinformasi yang beredar di masyarakat.
Anda bisa berpartisipasi dengan mengisi survei di tautan berikut: Survei CekFakta
Waktunya Trivia!
Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini yang mungkin luput dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.
Peretas Menggunakan Google reCAPTCHA Untuk Menyembunyikan URL Phishing dan Mengalahkan Pemindai Keamanan Email Untuk Mencuri Data Kredensial Pengguna. Menurut laporan tersebut, pelaku mengirim email dengan lampiran HTML yang mengarahkan target ke CAPTCHA Google. Sementara banyak organisasi menerapkan gateway email aman (SEG) untuk melindungi pengguna dari email phishing. Karena pemindai keamanan otomatis tidak dapat menyelesaikan tantangan CAPTCHA dan menentukan URL tujuan, pelaku ancaman menggunakan CAPTCHA untuk menyembunyikan konten berbahaya.
Mengapa Telegram menjadi aplikasi “go-to” pilihan Ukraina, meskipun penuh dengan disinformasi Rusia. Ada banyak konten palsu yang beredar termasuk video deepfake di tengah konflik Rusia dan Ukraina. Bahkan, Kremlin telah mempropagandakan media pemerintah Rusia, dan juga mencoba untuk mengontrol narasi secara online. Telegram adalah salah satu aplikasi sosial paling populer di Ukraina dan Rusia, dan telah ada sejak sebelum invasi dimulai. Dan sekarang Telegram memberikan kejelasan di tengah banyaknya disinformasi yang berasal dari Rusia hingga menjadi kontak utama bagi Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy.
Studi di Italia: Gejala Long Covid Bisa Berbeda Menurut Varian Virusnya. Dugaan ini disodorkan tim peneliti University of Florence, Italia, yang mengkaji data 428 pasien coronavirus diesase 2019 (Covid-19) dari Careggi University Hospital—di kota yang sama—antara awal 2020 dan Juni 2021. Pada pekan keempat hingga 12 pascapulang dari rumah sakit, sebanyak 76 persen eks pasien tersebut melaporkan setidaknya satu gejala yang belum hilang alias Long Covid. Secara keseluruhan, dua macam gejala paling banyak dilaporkan adalah dyspnoea atau sesak nepas (37 persen) dan letih lesu kronis (36 persen). Long Covid insomnia adalah yang terdekat dengan keduanya, dilaporkan 16 persen eks pasien.
Petugas medis betugas di ruang unit gawat darurat yang dipenuhi pasien virus corona atau Covid-19 di Rumah sakit Circolo di Varese, Italia, 9 April 2020. REUTERS/Flavio Lo Scalzo
Data pribadi dan aktivitas internet tak aman jika wifi dijebol orang. Menjaga agar password router WiFi tetap aman sama pentingnya dengan menjaga kata sandi akun Anda. Bukan hanya sekadar jaringan internet Anda yang dicuri, pembobol bahkan dapat melakukan lebih. Peretas router dapat melakukan serangkaian tindakan merugikan, dari yang tidak berbahaya hingga kasus serius.
Periksa Fakta Sepekan Ini
Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial lebih beragam dari pekan sebelumnya, namun masih didominasi oleh klaim terkait konflik Rusia dan Ukraina. Buka tautannya ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Sebagian Benar, Klaim Tips Mengetahui Minyak Goreng Tak Layak Konsumsi
- Menyesatkan, Foto dengan Klaim Terawan akan Bertugas di Jerman
- Keliru, Video yang Diklaim Ukraina Ikut Memerangi Bangsa Chechnya Tahun 1999 dan Membunuh Kaum Muslimin
- Keliru, Foto Seekor Ular Raksasa Melilit Sebuah Mobil Van
- Keliru, Sniper Kanada Bernama Wali Tewas Hanya 20 Menit di Tangan Pasukan Khusus Rusia
- Keliru, Equinox Menyebabkan Cuaca Panas Ekstrim dan Sun Stroke
- Keliru, Rudal Rusia Merobohkan Gedung Kementerian Pertahanan Ukraina
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini.
Ikuti kami di media sosial: