Halo, pembaca nawala Cek Fakta Tempo!
Beberapa hari ini kabar coronavirus disease (Covid-19) diramaikan dengan hadirnya varian baru, Deltacron. Varian ini disinyalir merupakan mutasi persilangan antara Delta dan Omicron. Temuan itu berdasarkan pengurutan genomik oleh para ahli virologi di L'Institut Pasteur di Paris.
Dalam nawala ini, Tempo telah memeriksa pula sejumlah klaim dan menayangkan hasil pemeriksaan terhadap klaim tadi di kanal Cek Fakta Tempo. Klaim yang mendominasi pekan ini adalah klaim terkait konflik Rusia dan Ukraina.
Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.
Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo MediaLab
Penjelasan Soal Temuan Varian Deltacron
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memberi konfirmasi adanya varian baru Covid-19. Varian yang ditemukan di Eropa dan Amerika Serikat itu merupakan gabungan dari dua varian yang merajalela akhir-akhir ini. Pimpinan teknis Covid-19 WHO Maria Van Kerkhove menjelaskan, varian ini berasal dari hibrida atau rekombinan varian Delta dan Omicron.
Live Science, mengutip makalah yang diunggah di medRxiv, melaporkan bahwa varian hibrida baru, yang secara tidak resmi dijuluki “Deltacron”, dikonfirmasi melalui pengurutan genom yang dilakukan oleh para ilmuwan di IHU Méditerranée Infection di Marseille, Prancis, dan telah terdeteksi di beberapa wilayah Prancis.
Seorang pria yang mengenakan masker berjalan melewati ilustrasi virus di luar pusat sains regional di tengah wabah penyakit virus corona (COVID-19), di Oldham, Inggris, 3 Agustus 2020. [REUTERS/Phil Noble]
Kasus juga ditemukan di Denmark dan Belanda, menurut database internasional dari Global Initiative on Sharing Avian Influenza Data (GISAID). Secara terpisah, dua kasus telah diidentifikasi di AS oleh perusahaan riset genetika yang berbasis di California, Helix. Kasus serupa juga diidentifikasi di Inggris sekitar 30 kasus.
Namun, WHO belum memasukkan virus ini dalam kategori Varian of Concern. Sementara European Centre for Disease Prevention and Control (ECDC), juga masih mengategorikan varian ini sebagai Varian under Monitoring.
Sementara itu, di Indonesia, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan, dr. Siti Nadia Tarmizi mengaku belum bisa melihat apakah ada dampak epidemiloginya. Artinya, belum diketahui apakah varian Deltacron (Varian BA.1) ini lebih cepat menular seperti Omicron dan atau apakah meningkatkan tingkat keparahan seperti Delta.
Di sisi lain, belum diketahui pula apakah varian ini bisa mengelabui vaksin atau imunitas, ada dampaknya pada pengobatan atau diagnostik. Semua belum cukup informasi. Itulah mengapa varian Deltacron ini masih dikategorikan varian under monitoring, terutama di Eropa.
Ia mengatakan situasi di Indonesia saat ini masih didominasi varian Omicron beserta sejumlah subvariannya. Hingga 15 Maret 2022, tercatat ada 668 kasus akibat penularan subvarian Omicron BA.2 di Indonesia. Meski demikian, Subvarian Omicron BA.1 masih mendominasi di Tanah Air.
“Di data nasional kita secara umum itu BA.2 sudah 668, BA.1 itu paling banyak yang menyebabkan terjadinya peningkatan kasus. Ini secara kumulatif dari Januari sampai dengan Maret itu ada 5.625 kasus,” katanya.
Terpisah, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebut Deltacron belum mengkhawatirkan. Ketua Satuan Tugas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Zubairi Djoerban menjelaskan, Deltacron muncul karena ada varian Delta dan varian Omicron. Dua-duanya kemudian masuk dalam tubuh seorang pasien, kemudian pada waktu mutasi, muncul rekombinan pada sel virus.
“Deltacron menyebar ke banyak orang lain. Namun jumlah orang dengan Deltacron tidak terlalu banyak. Belum masuk perhatian dan kekhawatiran kita,” kata Zubairi Djoerban. “Untungnya, tidak demikian yang terjadi. Tidak terlalu menyebar dan tidak amat mematikan.”
Waktunya Trivia!
Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini yang mungkin luput dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.
Rusia menutup aplikasi media sosial berbasis foto, Instagram mulai Senin 14 Maret 2022, waktu setempat. Menurut GlobalCheck yang bekerja memantau internet, Instagram tak dapat diakses oleh sebagian besar pengguna di negara itu. Sebelumnya, Russia mengancaman menutup akses Instagram di negaranya Jumat pekan lalu. Moskow merespons perubahan kebijakan perusahaan induk Instagram, Meta, yang mengizinkan pengguna Facebook dan Instagram di beberapa negara untuk menyerukan kekerasan terhadap para tentara Rusia pascainvasi ke Ukraina. Perubahan kebijakan tentang ujaran kebencian di seluruh platform milik Meta pertama diungkap sejumlah media.
Ilustrasi Instagram (Pixabay)
Layanan Internet Satelit Ukraina Dihantam Serangan Cyber. Serangan siber yang mengganggu internet satelit internasional dan penyedia TV Viasat ini sedang diselidiki oleh dinas intelijen Prancis, Amerika Serikat, dan Ukraina. Diduga serangan ini dilakukan oleh hacker dari Rusia.
Gangguan layanan dimulai pada pagi hari tanggal 24 Februari ketika pasukan Rusia memulai serangan langsung ke beberapa kota Ukraina. Belum diketahui dampak penuh dari gangguan tersebut, namun setidaknya layanan internet satelit terputus untuk puluhan ribu pelanggan di seluruh Eropa.
Informasi yang salah menyebutkan Omicron adalah ‘varian COVID-19 terakhir’ memicu peningkatan kasus di seluruh dunia. Dalam seminggu terakhir, terjadi peningkatan 8 persen dalam deteksi kasus Covid-19, dengan lebih dari 11 juta hasil tes positif. Padahal sejumlah negara mulai mengurangi jumlah tes. WHO Director-General Tedros Adhanom Ghebreyesus menduga hal ini terjadi akibat banyaknya narasi yang salah menyebutkan bahwa Omicron merupakan varian terakhir Covid-19. Padahal belum ada keterangan resmi terkait hal itu. Bahkan, varian baru masih ditemukan di beberapa wilayah.
Regulator Irlandia mendenda Facebook karena pelanggaran hukum privasi. Pengawas privasi Irlandia telah mendenda perusahaan induk Facebook, Meta, 17 juta euro, atau sekitar $19 juta, karena melanggar undang-undang privasi Eropa. Komisi Perlindungan Data, sebagai regulator, telah menyelidiki bagaimana Meta Platforms Inc. mematuhi persyaratan hukum, yang dikenal sebagai Peraturan Perlindungan Data Umum, dalam cara menangani data pribadi dalam dua belas pemberitahuan pelanggaran data antara Juni dan Desember 2018. Badan tersebut mengatakan pada hari Selasa bahwa mereka menemukan bahwa Meta tidak memiliki tindakan yang tepat untuk menunjukkan bahwa itu dapat melindungi data pengguna Uni Eropa.
Periksa Fakta Sepekan Ini
Dalam sepekan terakhir, klaim yang beredar di media sosial kembali didominasi oleh klaim terkait konflik Rusia dan Ukraina. Buka tautannya ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:
- Menyesatkan, Rusia Membantu Indonesia saat akan Diserang Australia pada 2015
- Keliru, Video Presiden Putin Mendadak Memeluk Agama Islam
- Keliru, Anak-anak Diekspor ke Thailand untuk Diambil Organnya
- Tidak Terbukti, Laboratorium Senjata Biologi di Ukraina yang Didanai Amerika Serikat
- Keliru, Video Rusia Memulai Pertempuran dengan Ukraina
Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini.
Ikuti kami di media sosial: