EKONOMI
11 Januari 2022
SETELAH rapat maraton, pada 10 Januari 2022 malam, Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan mengumumkan pemerintah mencabut larangan ekspor batu bara sejak 1 Januari 2022. Keputusan ini akan efektif mulai 12 Januari 2022.
Keputusan cepat itu sudah bisa diduga. Agak mengherankan bahwa Presiden Joko Widodo begitu berani dan tegas melarang ekspor batu bara demi kemaslahatan orang banyak, yakni terancamnya pasokan listrik karena cadangan batu bara pembangkit PLN menipis akibat pengusaha lebih senang menjualnya ke luar negeri. Pengusaha tentu lebih senang mengekspor batu bara karena harganya tahun lalu tembus US$ 215 per ton. Sementara jika menjual ke PLN, meski wajib, hanya dihargai US$ 70.
Ribut-ribut larangan ekspor mengingatkan kami pada peristiwa sama Agustus tahun lalu. Kala itu, sebagian pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara terancam padam karena kekurangan stok batu bara. Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara melarang 34 perusahaan pertambangan mengekspor produknya jika tak memenuhi ketentuan kewajiban pasokan untuk kepentingan dalam negeri alias domestic market obligation (DMO).
Beda kebijakan Agustus 2021 dan Januari 2022 adalah kali ini larangannya menyeluruh untuk semua pelaku usaha batu bara. Pemberlakuannya juga mendadak. Ditetapkan 31 Desember 2021, larangan ekspor selama sebulan berlaku esoknya. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) pun berteriak memprotes kebijakan itu.
Mengapa sanksi untuk industri batu bara kali ini lebih keras? Mengapa mendadak? Apakah hanya pengusaha batu bara yang jadi sumber masalahnya?
PLTU batu bara milik PLN dan pengembang swasta (IPP) kembali menghadapi krisis pasokan batu bara. PLN bahkan telah menjadwalkan pemadaman bergilir pembangkit-pembangkit di Jawa, Sumatera, dan Sulawesi ini 5-10 Januari 2022 jika tak mendapatkan tambahan stok batu bara.
Dokumen-dokumen laporan PLN memang menunjukkan kegentingan di sistem kelistrikan di awal 2022. Notula sejumlah rapat juga menggambarkan panasnya pembahasan antara pemerintah dan pelaku usaha. Dari situ, terlihat pula ratusan perusahaan pertambangan yang sepanjang tahun lalu tak memenuhi ketentuan DMO.
Rupanya, masalah tak hanya dipicu rendahnya kepatuhan pengusaha. Krisis stok batu bara di pembangkit pemerintah maupun swasta terendus jauh-jauh hari. Banyak lubang di sistem pengadaan energi primer PLN yang meningkatkan risiko krisis pasokan batu bara. Indikasi masalah di internal perusahaan setrum milik negara ini semakin kuat setelah Menteri BUMN mencopot Direktur Energi Primer PLN.
Kisruh ini happy ending. Pemerintah kembali mendengar suara pengusaha dan mencabut larangan ekspor itu. Liputan utama Tempo ini mengulas akar masalah krisis batu bara kembali berulang dan cerita di balik keputusan mengejutkan pemerintah melarang ekspor batu bara.
Selamat membaca!
Agoeng Wijaya
Redaktur Pelaksana
Bubar Pesta Tahun Baru
Apa yang memicu larangan ekspor batu bara? Manajemen batu bara berjalan seperti tanpa perencanaan.
Penyebab Krisis Batu Bara
Apa yang sesungguhnya jadi penyebab krisis pasokan batu bara di pembangkit PLN? Ada dua. Apa saja?
Alternatif Pengganti DMO
Domestic market obligation atau kewajiban memasok batu bara untuk kebutuhan dalam negeri dengan harga yang dipatok US$ 70 per ton jelas punya moral hazard. Apa alternatifnya?
Mengapa Larangan Ekspor Batu Bara Berbahaya
Bagaimana pun ekspor batu bara telah menyelamatkan ekonomi Indonesia. Jika dilarang, bisa menimbulkan gejolak ekonomi. Seharusnya membuat kita insaf segera beralih ke energi terbarukan.
ARSIP
Harga Batu Bara Lebih Menggoda
Di tengah krisis iklim, mengapa batu bara malah kembali jadi primadona? Krisis gas membuat batu bara mendatangkan cuan selangit.
Larangan Ekspor 2021
Waktu itu larangan ekspor batu bara lebih rasional karena tidak pukul rata. Senjakala PLTU batu bara.