Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

CekFakta #117 Tantangan Herd Immunity di tengah Merebaknya Varian Delta

image-gnews
Vaksinator menyuntikkan vaksin Covid-19 kepada tenaga kesehatan di Istora Senayan, Jakarta, Kamis, 4 Februari 2021. Vaksinasi massal ini berlangsung dari pukul 08.30 WIB dan direncanakan akan selesai pada pukul 15.30 WIB. TEMPO/Muhammad Hidayat
Vaksinator menyuntikkan vaksin Covid-19 kepada tenaga kesehatan di Istora Senayan, Jakarta, Kamis, 4 Februari 2021. Vaksinasi massal ini berlangsung dari pukul 08.30 WIB dan direncanakan akan selesai pada pukul 15.30 WIB. TEMPO/Muhammad Hidayat
Iklan

Halo pembaca nawala Cek Fakta Tempo!

Tempo kembali membagikan cerita tentang perkembangan terakhir tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data. Dua di antara berbagai update tersebut adalah dua aplikasi yang populer digunakan masyarakat Indonesia, yaitu Zoom dan Twitter.

Kekebalan kelompok, kerap disebut juga dengan herd immunity, masih dinilai sejumlah ahli sebagai situasi yang sulit tercapai. Jumlah penduduk Indonesia yang hampir mencapai dua ratus juta jiwa dan efikasi vaksin menjadi faktor utama penyebab kekebalan kelompok makin sukar tercapai. Namun sejumlah ahli tadi juga menawarkan berbagai jalan keluar demi menghadapi rintangan yang mereka khawatirkan itu. 

Apakah Anda menerima nawala ini dari teman dan bukan dari e-mail Tempo? Daftarkan surel di sini untuk berlangganan.

Tantangan Herd Immunity di tengah Merebaknya Varian Delta

Bagian ini ditulis oleh Siti Aisah, peserta Health Fellowship Tempo yang didukung oleh Facebook.

Konsep herd immunity atau kekebalan kelompok sudah sering diberitakan sejak awal pandemi Covid-19. Herd immunity merupakan salah satu wacana penanggulangan pandemi yang dapat dicapai melalui dua cara, yaitu melalui infeksi sebelumnya dan vaksinasi. Keduanya lantas menimbulkan kekebalan tubuh. 

Upaya mencapai herd immunity dengan cara membiarkan populasi terinfeksi penyakit secara alami akan menimbulkan konsekuensi seperti kasus dan korban yang tidak seharusnya terjadi. Bandingkan dengan pemberian vaksin telah melalui studi untuk mengukur keamanan dan efektivitasnya. Namun, vaksinasi juga harus mencapai target tertentu untuk mencapai herd immunity, sebanyak 80 hingga 90 persen populasi harus divaksinasi untuk bisa mencapai kekebalan kelompok. Para ahli terus menggalakkan vaksinasi kepada masyarakat, karena hingga kini, jumlah populasi yang telah divaksin belum mencapai target tersebut. 

Tenaga Kesehatan menyuntikkan Vaksin Covid-19 pada Pekerja di Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta, Kamis, 22 Juli 2021. Sebanyak 400 pekerja proyek pembangun gedung baru di lingkungan Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita disuntikkan Vaksin Covid-19 jenis Sinovac. TEMPO/M Taufan Rengganis

Sementara itu, munculnya varian Delta yang lebih menular daripada varian terdahulu menimbulkan pertanyaan: apakah herd immunity melalui vaksinasi dapat tercapai sebagai solusi pengendalian pandemi Covid-19? 

  • Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) mempercepat pelaksanaan vaksinasi demi memenuhi target 1 juta dosis per hari pada bulan Juli. Siti Nadia Tarmizi, Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, mengatakan, “Vaksin adalah upaya preventif untuk membentuk imun tubuh, sehingga vaksinasi harus dilakukan sekarang juga karena semua vaksin sudah tersertifikasi oleh WHO baik Sinovac, Sinopharm, maupun AstraZeneca yang juga digunakan di Indonesia.” Selain itu menurut Nadia, Indonesia masih memerlukan waktu untuk mencapai cakupan vaksinasi yang cukup untuk menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity). Sehingga dengan vaksinasi dan protokol kesehatan diharapkan menjadi perlindungan ganda untuk masyarakat di tengah pandemi yang masih melanda. 
  • Epidemiolog Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, mengatakan herd immunity atau kekebalan kelompok di Indonesia masih sulit tercapai. “Secara teoritis, sangat sulit mencapai herd immunity. Sebab, efikasi vaksin yang dipakai tidak terlalu tinggi dan varian virus yang bermutasi semakin cepat dan ganas,” kata Windhu. Dia kemudian menjelaskan bahwa herd immunity bisa tercapai, sekalipun efikasi vaksin yang dipakai tidak terlalu tinggi, dengan catatan tidak ada mutasi virus yang lebih berbahaya. Windhu juga menambahkan bahwa cakupan vaksinasi tidak bisa cuma 70 persen, tetapi harus mencapai 100 persen.
  • Epidemiolog Universitas Gadjah Mada, Riris Andono Ahmad juga mengatakan bahwa melihat kondisi Indonesia saat ini cukup sulit untuk mencapai herd immunity. “Dengan efikasi Sinovac yang sebesar 65% dan target jumlah penduduk yang mendapatkan vaksin adalah 188 juta jiwa, maka jumlah imunitas yang sebenarnya didapatkan adalah sebesar 122,2 juta jiwa. “Angka tersebut belum cukup untuk mencapai kondisi herd immunity,” tuturnya. Riris juga menambahkan bahwa strategi 3M, 3T, mereduksi mobilitas, dan vaksinasi harus terus berlangsung agar angka kasus Covid-19 dapat terkendali.
  • Sir Andrew Pollard, salah satu peneliti utama dalam pembuatan vaksin AstraZeneca, mengatakan vaksin Covid-19 tidak dapat menghentikan penyebaran virus sepenuhnya, orang yang divaksinasi masih dapat terinfeksi dan menularkan virus. Andrew Freedman dari Cardiff Medical School, setuju dengan penilaian Pollard. “Varian Delta sangat menular, artinya proporsi orang yang perlu divaksinasi lengkap untuk mencapai kekebalan kelompok mungkin tidak dapat dicapai,” katanya. Freedman juga menyampaikan, vaksin memberikan perlindungan yang sangat efektif terhadap penyakit parah/rawat inap/kematian tetapi kurang efektif dalam mencegah infeksi, penyakit ringan dan penularan, terutama untuk varian Delta. "Meskipun demikian, bahkan tanpa kekebalan kelompok yang menyeluruh, semakin tinggi proporsi populasi yang diimunisasi lengkap, semakin rendah insiden infeksi di masyarakat," ujar Freedman. 
  • Persentase yang tepat untuk mencapai kekebalan kelompok merupakan poin penting dalam perdebatan ilmiah. Secara umum, semakin menular suatu penyakit, semakin tinggi persentase yang harus divaksinasi. Beberapa ilmuwan menempatkan persentase populasi yang perlu divaksinasi terhadap varian Delta sebesar 88 persen atau lebih untuk mencapai kekebalan kelompok. Tujuan vaksin Covid-19 bukan membuat mereka yang divaksinasi menjadi “kebal” terhadap virus, tetapi untuk melindungi penerima vaksin agar tidak sakit parah jika tertular virus corona. Mungkin, seperti virus flu, bukan kekebalan kelompok yang menjadi tujuan utama, melainkan perlindungan populasi yang maksimal melalui vaksin Covid-19. 
  • Studi di Australia menunjukkan bahwa prioritas vaksinasi pada kelompok lanjut usia yang rentan adalah strategi optimal untuk mengurangi kematian akibat Covid-19, bahkan kematian yang disebabkan oleh varian Delta yang sangat menular. Penggunaan vaksin AstraZeneca untuk populasi lebih tua dan Pfizer untuk populasi yang lebih muda memungkinkan terbentuknya kekebalan komunitas, meskipun sebagian besar populasi perlu divaksinasi jika angka reproduksi (R) varian Delta mencapai 5. Bahkan tanpa kekebalan komunitas, perlindungan komunitas melalui vaksinasi mencegah sejumlah besar kematian dan rawat inap akibat Covid-19.

Bagian ini ditulis oleh Inge Klara Safitri dari Tempo Media Lab.

Waktunya Trivia!

Berikut beberapa kabar tentang misinformasi dan disinformasi, keamanan siber, serta privasi data pekan ini, yang mungkin terselip dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.

Ilustrasi Hacker Facebook atau Twitter. REUTERS/Dado Ruvic/File Photo

ESET Hadirkan EDR untuk Tangkal Zero-Day Attack. Zero-day adalah bencana digital. Kehadirannya yang tidak terduga membuat banyak perusahaan maupun sektor pemerintahan menjadi korban. Dibutuhkan solusi dengan teknologi Endpoint Detection and Response (EDR) untuk perlindungan berlapis. Teknologi ini ada di ESET Dynamic Thread Defense (EDTD) dan ESET Enterprise Inspector (EEI).

Sky News Australia telah menghapus lusinan video dari situs webnya, setelah YouTube menangguhkan saluran tersebut karena menyebarkan misinformasi Covid. Jaringan TV yang dimiliki oleh Rupert Murdoch ini dikritik karena mempromosikan konspirasi dan mempertanyakan perintah kesehatan masyarakat dalam siarannya. Dalam beberapa hari terakhir ini telah menghapus sekitar 30 video tanpa penjelasan atau koreksi. Namun, hingga berita ini ditulis, Sky News Australia menolak berkomentar.


Sebuah penelitian menguatkan tudingan bahwa algoritme foto otomatis Twitter memang mendukung wajah yang muda, feminin, dan berkulit terang. Sebelumnya, Twitter menawarkan hadiah uang tunai kepada pengguna yang dapat membantunya menghilangkan bias dalam algoritma fotonya itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di masa-masa awal pandemi, para pemimpin organisasi dan profesional teknologi informasi bekerja cepat untuk memastikan karyawan memiliki teknologi untuk bekerja dari jarak jauh. Akibatnya, banyak yang lebih mengandalkan email berbasis cloud dan platform berbagi file, seperti yang mungkin Anda gunakan saat ini. Meskipun telah terbukti menjadi cara yang cepat dan nyaman bagi tim untuk terhubung dan berbagi dokumen, sistem ini menawarkan perlindungan keamanan siber yang minimal, dan tentu saja tidak cukup untuk bertahan dari ancaman kaliber saat ini.

Zoom Video Communications diperkirakan membayar denda dengan jumlah yang tak sedikit untuk menyelesaikan gugatan privasi 2020. Gugatan terkait dengan tuduhan perusahaan berbagi data dengan pihak ketiga seperti Facebook, Google, dan LinkedIn. Gugatan itu juga membahas praktik “zoombombing”, tren pihak yang tidak berwenang melakukan panggilan konferensi untuk mengganggu mereka (seringkali dengan pelecehan rasis dan pornografi).

 

Periksa Fakta Sepekan Ini

Klaim seputar runtuhnya pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin masih mendominasi peredaran misinformasi dan informasi dibandingkan dengan klaim-klaim terkait pandemi. 

Klaim-klaim ini beredar di tengah Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat yang dibuat pemerintah untuk menangani wabah Covid-19. Kebijakan tersebut dinilai tak efektif dan cenderung menyengsarakan rakyat. Namun, setelah dicek faktanya, Tim Cek Fakta menemukan bahwa klaim-klaim tersebut seluruhnya keliru.

Buka tautannya ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa fakta berikut:

Politik

Kesehatan

Lain-lain


Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini.

Kenal seseorang yang tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini.

Ikuti kami di media sosial:

Facebook

Twitter

Instagram

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

6 hari lalu

Ilustrasi internet. (abc.net.au)
CekFakta #255 5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima

5 Langkah Memahami Setiap Kabar yang Kita Terima


CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

13 hari lalu

Logo Google. REUTERS
CekFakta #254 Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google

Empat Cara Mengecek Fakta Menggunakan Tools Baru Google


CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

20 hari lalu

Ilustrasi hoaks atau fake news. Shutterstock
CekFakta #253 CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup

CrowdTangle, Alat Pantau Disinformasi di Media Sosial Tutup


CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

27 hari lalu

Logo TikTok terlihat di smartphone di depan logo ByteDance yang ditampilkan dalam ilustrasi yang diambil pada 27 November 2019. [REUTERS / Dado Ruvic / Illustration / File Photo]
CekFakta #252 Menyelami Kontroversi Hasil Pencarian TikTok dalam Menyebarkan Hoaks

TikTok disorot sebagai sarang penyebaran misinformasi maupun disinformasi.


CekFakta #251 Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi

34 hari lalu

Ilustrasi wanita sedang browsing internet. Pixabay.com
CekFakta #251 Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi

Yang Harus Diteliti Pada Website Saat Mencari Kebenaran Informasi


Cekfakta #250 Ujaran Kebencian Menyangkut SARA Meningkat Selama Pemilu 2024

40 hari lalu

Ilustrasi Ujaran Kebencian. shutterstock.com
Cekfakta #250 Ujaran Kebencian Menyangkut SARA Meningkat Selama Pemilu 2024

Ujaran kebencian ini meningkat ketika hari pemungutan suara. Bahkan hoaks berbau etnis kembali mewarnai, mendaur ulang pola kebohongan.


CekFakta #249 Situs-situs Abal-abal Buatan AI Menyebar Hoaks dalam Berbagai Bahasa

48 hari lalu

Ilustrasi wanita sedang browsing internet. Pixabay.com
CekFakta #249 Situs-situs Abal-abal Buatan AI Menyebar Hoaks dalam Berbagai Bahasa

Situs-situs Abal-abal Buatan AI Menyebar Hoaks dalam Berbagai Bahasa


CekFakta #248 Memantau Ujaran Kebencian yang Meningkat Seputar Pemilu 2024

55 hari lalu

Ilustrasi Ujaran Kebencian. shutterstock.com
CekFakta #248 Memantau Ujaran Kebencian yang Meningkat Seputar Pemilu 2024

Memantau Ujaran Kebencian yang Meningkat Seputar Pemilu 2024


CekFakta #247 Bekerja Membendung Kabar Palsu Pemilu 2024

16 Februari 2024

Ilustrasi pemilu. REUTERS
CekFakta #247 Bekerja Membendung Kabar Palsu Pemilu 2024

Seperti apa gambaran mis/disinformasi yang turut mencemari informasi selama hari pemilu di negara kita?


DPR dan Tempo Beri Tips agar Pemilih Muda Bijak Memilih

13 Februari 2024

DPR dan Tempo Beri Tips agar Pemilih Muda Bijak Memilih

Pendidikan atau literasi politik dicanangkan agar para pemilih muda bisa lebih bijak memilih.