Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

CekFakta #9 Masih Bisakah Kita Percaya pada Survei Pemilu?

image-gnews
Warga menunjukkan jarinya usai melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Sawah Besar, Jakarta Pusat, Sabtu, 27 April 2019. Pemilu dilakukan kembali karena pada pemungutan suara 17 April lalu terdapat pemilih luar daerah hanya menggunakan EKTP tidak disertakan formulir A5 saat melakukan pencoblosan. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Warga menunjukkan jarinya usai melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Sawah Besar, Jakarta Pusat, Sabtu, 27 April 2019. Pemilu dilakukan kembali karena pada pemungutan suara 17 April lalu terdapat pemilih luar daerah hanya menggunakan EKTP tidak disertakan formulir A5 saat melakukan pencoblosan. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Iklan
  • Semakin mendekati hari pencoblosan, semakin masyarakat Indonesia meragukan banyak hal. Sigi dari sejumlah lembaga survei memberikan angka-angka yang berbeda, menimbulkan tuduhan “survei bayaran” dari pihak yang menerima “nilai” rendah. Sementara itu, beban berat ada di pundak penyelenggara pemilu, Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu, untuk menjaga pemilu serentak ini luber (langsung, umum, bebas, rahasia) dan jurdil (jujur dan adil)—dua akronim yang, ironisnya, dipakai sejak Orde Baru
  • Sebaran hoaks yang kian masif juga memaksa para pemeriksa fakta Indonesia bekerja lembur. Senang rasanya ketika 2 April lalu kami bisa turut merayakan International Factchecking Day bersama para pemeriksa fakta dari seluruh dunia.

Selamat hari Jumat! Kami mohon maaf karena nawala edisi kesembilan ini baru terbit pada 5 April 2019, lebih lama dari biasanya. Hari-hari jelang pemilu ini sedikit mengubah rutinitas dapur redaksi. Namun jangan khawatir, ke depannya, nawala CekFakta Tempo masih akan muncul sepekan sekali. Mari berkorespondensi! Kami menerima kritik, ide, dan saran di sini.

Edisi ini ditulis oleh Astudestra Ajengrastri dalam kerangka program TruthBuzz untuk tempo.co. Ketahui lebih lanjut tentang program ini dan misi saya di bagian bawah surel.

YA, KITA MASIH BISA PERCAYA HASIL SURVEI... DENGAN CATATAN PENTING. 

Bagaimana sebuah sigi merefleksikan kenyataan? Apakah hasilnya bisa begitu saja dipercaya? Pertanyaan-pertanyaan ini muncul seiring semakin banyaknya lembaga survei yang mengeluarkan hasil polling soal elektabilitas Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dalam Pilpres 2019.

- Pew Research Center menjabarkan dalam video ini, tingkat akurasi survei elektoral menunjukkan tren yang terus membaik seiring waktu, bila dibandingkan sepuluh tahun yang lalu.

- Namun perlu diingat, survei elektoral, atau yang berkaitan dengan pemilihan umum, adalah salah satu survei paling rumit. Selain harus mengukur opini publik, sigi juga harus bisa memprediksi sampel yang diwawancarai akan memilih dan mau menjawab pertanyaan bagaimana mereka akan memilih. 

- Anggota Dewan Etik Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Hamdi Muluk kepada Tempo dalam artikel ini  berbagi cara memahami hasil survei yang kredibel dan dapat dipercaya.

- Salah satu faktornya adalah metodologi survei. Hamdi mengimbau masyarakat tidak terkecoh dengan jumlah sampel besar. Para ilmuwan menetapkan 1.200 merupakan sampel yang mumpuni dalam jajak pendapat. Lebih dari itu, kata Hamdi, hanya akan berefek pada penurunan jumlah margin of error, itu pun tidak signifikan.

Mengapa isu ini penting? Kami yakin, usai pengambilan suara nanti, lembaga survei juga akan berlomba-lomba menyajikan sigi hitung cepat. Ingat apa yang pernah terjadi di masa lalu?

- Pada Pilpres 2014, banyak lembaga survei melakukan hitung cepat. Dari semuanya, hanya dua lembaga menyatakan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa unggul, yakni Puskaptis dan Jaringan Suara Indonesia. Persepi lantas melakukan audit, meminta seluruh anggotanya mempertanggungjawabkan hasil hitung cepat di depan dewan etik. Baik Puskaptis maupun JSI menolak diaudit, membuat keduanya didepak dari keanggotaan Persepsi. (via Kompas)

- Amerika Serikat pada 2016 juga dikejutkan oleh kemenangan Donald Trump, padahal sebelumnya berbagai survei menyebut Hillary Clinton bakal unggul. Setelah ditelaah, ternyata banyak juga survei yang sebelumnya menyebut Trump unggul. Permasalahannya, publik secara luas kadung percaya Clinton akan menang. Seperti halnya konsumsi informasi pada umumnya, kita cenderung percaya pada hal-hal yang ingin kita percayai saja. (via The Conversation)

- Sekarang ini, informasi soal survei terpolusi oleh hasil jajak pendapat dengan kualitas rendah, yang jauh lebih murah ketimbang melakukan survei berkualitas tinggi. Untungnya, informasi kini sudah semakin mudah diakses. Pastikan Anda meneliti rekam jejak sebuah lembaga survei sebelum percaya hasil yang mereka keluarkan.

MERAYAKAN #FACTCHECKINGDAY, MARI MULAI BERPIKIR SEPERTI PEMERIKSA FAKTA

Tahukah Anda, Selasa, 2 April lalu adalah Hari Pemeriksa Fakta Internasional? Anda mungkin berpikir bahwa para pemeriksa fakta pastilah seseorang yang sangat savvy dalam berteknologi, mengingat begitu banyak perangkat daring yang harus dikuasai. Pemikiran ini benar, namun kualitas terpenting seorang pemeriksa fakta adalah mindset mereka.

Anda pun bisa mulai membentuk mindset seperti para hoaxbuster!

- Sam Wineburg, seorang profesor di Stanford University yang telah meneliti permasalahan misinformasi dan literasi media selama bertahun-tahun, mengatakan salah satu cara menghindari tertipu informasi bohong adalah dengan berpikir seperti para pemeriksa fakta. (via The Huffington Post)

- Bagaimana caranya? Para pemeriksa fakta jarang mempercayai satu situs berita saja. Mereka akan meneliti bagaimana reputasi situs tersebut di ekosistem informasi yang lebih besar; siapa yang mengoperasikan atau memiliki domainnya, apakah situs ini punya sejarah menyebarkan disinformasi sebelumnya, siapa yang menyediakan pendanaan untuk organisasinya, dll.

- Meski situs tersebut mengklaim tidak berpihak, memiliki logo menarik, berakhiran .org, dan terlihat kredibel di laman ‘Tentang Kami’, jangan langsung percaya. Lakukan pencarian nama organisasi tersebut bersama keyword ‘kredibel’ atau ‘milik siapa’ untuk mengecek, saran Wineburg.

- Metode ini juga kerap disebut dengan lateral reading, atau membaca lateral. Alih-alih menelusuri satu situs dan membaca semua kontennya (membaca vertikal), para pemeriksa fakta akan membuka banyak tab di peramban, melakukan skimming pada sejumlah sumber berita berbeda, sembari mengumpulkan informasi.

- Richard Hornik, pegiat literasi informasi dari Stony Brook University, mengatakan kecakapan ini bisa dilatih sejak dini dengan menekankan beberapa hal. Di antaranya adalah “menyelidiki informasi, alih-alih sekadar mengkonsumsinya”, “tidak mengandalkan popularitas sumber sebagai proksi keakurasian”, dan “mengakui bahwa setiap orang memiliki praduga, meskipun implisit”.

Poynter Institute melalui International Fact Checking Network merayakan Hari Pemeriksa Fakta Internasional dengan membuat sebuah situs khusus yang memberikan sumber berlimpah untuk Anda yang tertarik dengan isu pemeriksaan fakta dan misinformasi. Selain modul pengajaran yang bisa diunduh, berbagai tips dan games juga bisa Anda lihat di situs ini.

Tim Strapline dari The University of Hong Kong juga telah melakukan kerja bagus soal isu-isu misinformasi. Intip laman web mereka untuk tahu lebih jauh.

MEMASTIKAN PEMILU ‘JURDIL’ BUKAN HANYA UTOPIA 

Krisis kepercayaan melanda sebagian masyarakat Indonesia jelang hari pencoblosan. Banyak yang meragukan Pilpres 2019 berjalan adil karena salah satu kandidat adalah petahana.

- Dalam podcast Talking Indonesia ini, Dr Dave McRae dari University of Melbourne berbincang dengan Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Selama 15 menit pertama, Titi mengungkap berbagai informasi yang cukup membuka wawasan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

- Salah satunya, Titi mencatat berbagai masalah yang kini terjadi adalah pengulangan masalah masa lalu. Pada Pilpres 2014, tidak ada isu legitimasi penyelenggaraan pemilu akibat dukungan pasukan keamanan dan ASN karena kedua kontestan adalah sosok baru. Isu serupa muncul santer di Pilpres 2009, saat SBY adalah petahana.

- Dulu, lanjut Titi, sengketa pemilu dibawa ke jalur semestinya, Mahkamah Konstitusional. Sekarang, ancaman-ancaman lain mengemuka bila pemilu dianggap curang, mulai dari people power hingga lapor ke Mahkamah Internasional.

Tentu saja, Bawaslu dan KPU sebagai penyelenggara pemilu wajib mengemban kepercayaan rakyat akan pemilu yang demokratis.

- Hingga 1 April 2019, Bawaslu mengaku telah menangani 6.649 temuan dan laporan pelanggaran Pemilu. Sebanyak 548 di antaranya adalah pelanggaran pidana Pemilu. Meski bagitu, pekerjaan rumah penting masih menanti. Salah satu yang paling vital adalah memastikan netralitas aparat keamanan. Perludem juga meminta Bawaslu “jemput bola” dan bukan hanya menunggu adanya laporan masyarakat bila ada indikasi polisi tidak netral, seperti isu yang sempat menyeruak di Kabupaten Garut.

- Tak hanya kenetralan aparat, Bawaslu juga harus ekstra teliti dan ekstra ketat dalam memberi sanksi pada pelanggaran aturan kampanye oleh pejabat negara.

- Poin terakhir ini butuh kesadaran tinggi dari para pejabat, yang juga anggota partai politik, untuk tak ikut-ikut berkampanye: demi kredibilitas dan kualitas demokrasi di negeri ini.

WAKTUNYA TRIVIA!

Informasi-informasi sekilas ini mungkin terselip dari perhatian. Kami mengumpulkannya untuk Anda.

- WhatsApp bekerjasama dengan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) meluncurkan akun khusus untuk pelaporan hoaks. Menggunakan basis data material hoaks dari Mafindo, pengguna WhatsApp bisa melaporkan informasi yang mereka terima dan mendapatkan verifikasi instan—bila hoaks itu sudah tersimpan di basis data mereka. Kalau belum ada, pemeriksa fakta Mafindoakan segera melakukan penelusuran fakta.

- Praktik ini sedikit berbeda dari kerjasama WhatsApp dengan Proto, sebuah startup teknologi di India, yang baru-baru ini meluncurkan akun serupa. Checkpoint, nama proyek ini, bukan kanal aduan melainkan sebuah proyek penelitian.

- Pemilihan Umum Serentak 2019 di Indonesia adalah pemilu terbesar dan terkompleks di dunia. Lihat panduan interaktif dari Lowy Institute ini, Anda akan menemukan beberapa fakta menarik. Misalnya, 20.000 kursi elektoral diperebutkan oleh 245.000 kandidat. Jumlah ini lebih besar dari populasi Jenewa, kota terpadat kedua di Swiss!

- Australia baru saja mengesahkan peraturan soal sosial media, yang dapat memidana pemilik perusahaan media sosial raksasa bila mereka gagal menurunkan konten-konten provokasi dengan cepat. Peraturan seperti ini adalah yang pertama di seluruh dunia. (via The Guardian)

PERIKSA FAKTA SEPEKAN INI 

Seminggu ini, Tim CekFakta Tempo menelusuri kebenaran beberapa hoaks yang terunggah di dunia maya. Buka tautan ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa faktanya.

Pekan ini, misinformasi masih didominasi dengan unggahan soal pemilu. Di antaranya:

Namun kabar bohong di luar pemilu juga kami dapati.

TENTANG TRUTHBUZZ 

TruthBuzz adalah program fellowship dari International Center for Journalists (ICFJ) yang bertujuan untuk memperluas literasi dan mengatasi permasalahan disinformasi di lima negara yakni Indonesia, India, Nigeria, Brazil, dan Amerika Serikat. Saya adalah penerima fellowship ini di Indonesia. Salah satu misi saya bersama Tempo.co adalah untuk menyebarkan hasil kerja tim pemeriksa fakta yang menangkis berbagai hoaks.

Kenal seseorang yang Anda rasa tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini.

Ikuti kami di media sosial:

Facebook

Twitter

Instagram

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Alasan Komisi II DPR Sebut Undang-Undang Pemilu Perlu Direvisi

2 hari lalu

Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia (tengah) bersama Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang (kiri) dan Saan Mustopa (kanan) saat memimpin rapat dengar pendapat soal perubahan PKPU no. 8 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Minggu, 25 Agustus 2024. Komisi II DPR RI bersama dengan Kemenkumham, Kemendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP menyetujui perubahan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pencalonan Kepala Daerah bersama yang telah disesuaikan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pilkada. TEMPO/M Taufan Rengganis
Alasan Komisi II DPR Sebut Undang-Undang Pemilu Perlu Direvisi

Sejumlah hal perihal pelaksanaan Pemilu 2024 disorot anggota Komisi II DPR.


Abdulmadjid Tebboune Terpilih Lagi Jadi Presiden Aljazair

4 hari lalu

Presiden Algeria Abdulmadjid Tebboune. REUTERS
Abdulmadjid Tebboune Terpilih Lagi Jadi Presiden Aljazair

Abdulmadjid Tebboune terpilih menjadi presiden Aljazair dengan 95 persen suara.


7 Tips Menjaga Kesehatan Mental di Tengah Arus Deras Kampanye Negatif di Media Sosial

6 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
7 Tips Menjaga Kesehatan Mental di Tengah Arus Deras Kampanye Negatif di Media Sosial

Kampanye negatif di media sosial semakin rawan saat pilkada.


CekFakta #276 Saling Jaga agar Tak Jadi Korban Perdagangan Orang

6 hari lalu

Ilustrasi judi online. Pixlr Ai
CekFakta #276 Saling Jaga agar Tak Jadi Korban Perdagangan Orang

Sampai sekarang, masih ada 44 WNI yang terjebak di wilayah konflik perbatasan Myanmar dan Thailand.


Ketua KPU Bangladesh Mundur Menyusul Penjungkalan Sheikh Hasina

7 hari lalu

Ketua KPU Bangladesh Mundur Menyusul Penjungkalan Sheikh Hasina

Ketu KPU Bangladesh mundur setelah menyangkal campur tangan politik dalam pemilu Januari yang memilih kembali pemimpin otokratis Sheikh Hasina.


Saat KPU Kampanyekan Pilkada Cerdas Lewat Film Tepatilah Janji

10 hari lalu

Tangkapan kamera salah satu penonton, memotret penulis skenario film Tepatilah Janji Alim Sudio saat berinteraksi dengan penonton di bioskop Samarinda, Senin 2 September 2024. ANTARA/Ahmad Rifandi
Saat KPU Kampanyekan Pilkada Cerdas Lewat Film Tepatilah Janji

KPU berharap film Tepatilah Janji dapat memberikan edukasi dan inspirasi tentang pentingnya partisipasi dalam pilkada.


Jokowi dan Prabowo Saling Adu Pujian Saat Apel Kader Gerindra

10 hari lalu

Presiden Terpilih sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto memberi hormat saat Presiden Joko Widodo memberi sambutan dalam apel kader dan penutupan Rapimnas Partai Gerindra di Indonesia Arena, Senayan, Jakarta, Sabtu, 31 Agustus 2024. Presiden Joko Widodo memuji Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang juga Presiden terpilih di hadapan peserta Rapimnas Partai Gerindra. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Jokowi dan Prabowo Saling Adu Pujian Saat Apel Kader Gerindra

Jokowi menghadiri apel kader dan rapimnas Gerindra. Dalam apel tersebut ia dan Prabowo saling melontarkan pujian, apa saja?


Junta Myanmar Umumkan Sensus Nasional sebagai Jalan Menuju Pemilu

11 hari lalu

Seorang personel militer berjaga, ketika 200 personel militer Myanmar mundur ke jembatan ke Thailand pada hari Kamis setelah serangan selama berhari-hari oleh perlawanan anti-junta, yang menyatakan mereka telah memenangkan kendali atas kota perbatasan Myawaddy yang penting, yang terbaru dalam sebuah serangkaian kemenangan pemberontak, dekat perbatasan Thailand-Myanmar di Mae Sot, provinsi Tak, Thailand, 11 April 2024. REUTERS/Soe Zeya Tun
Junta Myanmar Umumkan Sensus Nasional sebagai Jalan Menuju Pemilu

Sensus nasional ini bagian dari pemilu yang dijanjikan junta Myanmar dilakukan pada tahun depan.


Bawaslu Minta Pelaksanaan Pemilu Bisa Terapkan Konsep Ramah Lingkungan

11 hari lalu

Ilustrasi Bawaslu. dok.TEMPO
Bawaslu Minta Pelaksanaan Pemilu Bisa Terapkan Konsep Ramah Lingkungan

Bawaslu menilai isu lingkungan masih belum menjadi prioritas penyelenggara pemilu.


5 Alasan Partai Politik Merekrut Artis

13 hari lalu

Pasangan bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung (kanan) dan Rano Karno (kiri) saat mendaftarkan diri sebagai peserta Pilgub DKI Jakarta 2024 di Kantor KPU DKI Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2024. Pasangan Pramono Anung-Rano Karno mendaftarkan diri sebagai peserta Pilgub DKI Jakarta 2024 dengan dukungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
5 Alasan Partai Politik Merekrut Artis

Sejumlah artis kerap jadi andalan partai politik saat musim pemilu.