Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

CekFakta #8 Hebohnya Tuntutan Pengawas Asing dalam Pemilu 2019

image-gnews
Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu membagikan stiker himbauan untuk mengunakan hak pilih pada pilpres kepada pengguna jalan di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa 8 Juli 2014. TEMPO/Dasril Roszandi
Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu membagikan stiker himbauan untuk mengunakan hak pilih pada pilpres kepada pengguna jalan di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa 8 Juli 2014. TEMPO/Dasril Roszandi
Iklan
  • Warga Twitter berusaha keras meminta Pemilihan Umum 2019 diawasi oleh lembaga dari luar negeri. Penyelenggara pemilu disebut tak independen, sementara pengawas pemilu lokal dianggap tak berani objektif. Kami menemukan perjuangan tagar ke trending topic ini sesungguhnya tak perlu-perlu amat.
  • Plot cerita fiksi ilmiah dalam kehidupan nyata: Ketika demokrasi dan kebebasan untuk menentukan pilihan telah ‘disetir’ oleh algoritma, microtargeting, analisis big data, dan kecerdasan buatan.

Dua isu ini menjadi pembahasan dalam edisi kedelapan nawala CekFakta Tempo yang terbit pada 27 Maret 2019. Terima kasih untuk apresiasi Anda kepada usaha periksa fakta kami, di situs maupun media sosial. Punya usulan untuk menjadikan edisi-edisi mendatang kami lebih baik? Kirimkan surel ke sini.

Edisi ini ditulis oleh Astudestra Ajengrastri dalam kerangka program TruthBuzz untuk tempo.co. Ketahui lebih lanjut tentang program ini dan misi saya di bagian bawah surel.

TUNTUTAN PENGAWAS PEMILU ASING DAN KEHEBOHAN YANG TIDAK PERLU 

Media sosial adalah tempat di mana kerap terjadi kehebohan-kehebohan yang tidak perlu. Ahad, 24 Maret 2019, tanda pagar #INAelectionobserverSOS dan #IndonesiaCallsObserver memuncaki trending topic Twitter. Dua tagar ini dipakai oleh warganet yang meminta lembaga internasional turut memantau jalannya Pemilu 2019 karena khawatir penyelenggara pemilu saat ini tidak independen.

- Sudah bisa ditebak, kedua tagar paling banyak diserukan oleh pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno (via Drone Emprit). Termasuk Wakil Ketua Dewan Syuro PKS cum Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid. "Karena kalau pemantau dalam negeri ya mungkin keberaniannya atau objektivitasnya diragukan," kata Hidayat. (via CNN Indonesia)

- Mengapa kehebohan ini sebenarnya tidak perlu? Pemantau pemilu dari Asia Network For Free Election (ANFREL), Lestari Nurhayati, dalam status Facebook-nya mengatakan pihak yang ribut soal perlunya pemantau asing, tidak tahu bahwa setiap pemilu di Indonesia pemantau asing selalu hadir dan diijinkan memantau pemilu Indonesia. “Tidak perlu berteriak-teriak. Seolah kondisi negara kita darurat,” tulis dia.

- Hadirnya pemantau asing juga sudah diatur dalam Pasal 351 dan Pasal 360 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Aturannya, pemantau asing harus mengikuti proses administrasi dan verifikasi yang dilakukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Meski, KPU juga bisa mengundang pengawas asing tanpa harus melewati proses ini.

- Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Sigit Pamungkas, mengatakan, “Pemantau pemilu, baik asing maupun domestik bukan ancaman terhadap demokrasi. Mereka justru memperkuat legitimasi pemilu.” (via Tirto)

Apa yang sebenarnya sudah terjadi?

- KPU sudah mengundang dua lembaga pemantau pemilu luar negeri, Asia Democracy Network dan Asian Network For Free Elections—yang anggotanya berasal dari 33 negara berbeda. Kedua lembaga ini sudah menerima sertifikasi dari Bawaslu, yang hingga 25 Maret 2019 sudah memberikan sertifikat kepada 51 lembaga pemantau lokal dan internasional. (via Tempo)

- Indonesia juga aktif dalam saling awas-mengawasi jalannya pemilu di negara lain, seperti pada 2013, ketika tim dari Indonesia turut mengawasi pemilu Malaysia dan Pakistan.

APAKAH PEMERIKSAAN FAKTA BERHASIL MEMBUAT POLITISI TAKUT ASAL SEBUT KLAIM?

Jawabannya, iya. Setidaknya di Amerika Serikat.

- Sebuah laporan menyebutkan bahwa inisiatif pengecekan fakta—yang tujuan awalnya adalah memberikan informasi terverifikasi kepada pembaca—ternyata bisa memperbaiki perilaku politik para elit.

- Sejumlah penelitian lain juga menunjukkan bahwa misinformasi dapat dikoreksi dengan sukses oleh pemeriksa fakta. Publik, terutama, cenderung lebih percaya pada jurnalisme yang menjabarkan data faktual, ketimbang format artikel yang menyuguhkan kutipan-kutipan narasumber, kata studi ini.

- Meski begitu, para pemeriksa fakta akan terus menghadapi kesusahan untuk mengubah persepsi orang, terutama bila pembacanya sudah terlebih dulu partisan. (via Washington Post)

Bagaimana dengan di Indonesia?

- Aliansi Cekfakta saat ini sedang bekerja keras untuk mengawal proses Pilpres 2019, salah satunya dengan melakukan pengecekan fakta secara langsung ketika debat. Salah satu efek yang terasa, para kandidat mempersiapkan bahan secara lebih komprehensif setiap kali muncul untuk debat.

- Sebaliknya, kerja aliansi juga menjadi otokritik bagi media. Tantangannya, seluruh media yang bergabung harus bisa melepaskan diri dari kepentingan bisnis pemiliknya dan membantu masyarakat menentukan pilihan melalui pemberitaan yang terverifikasi. (via Pinterpolitik)

MISI MUSTAHIL: MENCARI MEDIA SOSIAL YANG TAK TERKONTAMINASI KABAR PALSU

Kemana kita bisa bermedia sosial dengan nyaman, tanpa diganggu serangan kabar bohong yang bertubi-tubi?

- Facebook dan Twitter sudah lama dijadikan tempat cendawan kabar kibul tumbuh subur, apalagi ditambah dengan kehadiran buzzer yang kini bahkan tak sembunyi-sembunyi lagi. (via Reuters)

- Instagram, menurut laporan The Atlantic, sekarang ikut dimanfaatkan oleh para pembuat disinformasi. Artikel ini membahas mulai munculnya akun-akun pro-teori konspirasi yang ditargetkan kepada pengguna Instagram di Amerika yang mayoritas Gen-Z.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

- Pinterest agaknya menjadi platform sosial media yang dianggap lebih maju dalam memberantas hoaks. Ini ditunjukkan dengan keberanian mereka memblokir hasil pencarian “anti-vaksin” untuk mengontrol percakapan di platform-nya. (via Wall Street Journal)

Sejumlah komentar warganet di akun Instagram kami mengindikasikan pengetahuan bahwa akun-akun tertentu di Facebook secara rutin menebar hoaks. Mereka pun menanyakan, “Mengapa akun-akun ini masih bisa beroperasi di Facebook?”

- Melalui program pemeriksa fakta pihak ketiga, Facebook menjamin akun-akun pembuat berita bohong akan dibatasi daya sebarnya di News Feed—bukan langsung dihapus atau ditutup. Ini diungkap Facebook dalam ruang pemberitaan mereka.

- Bahkan ketika sebuah akun dan halaman tertangkap berulang kali menyebar hoaks, Facebook hanya akan memberikan pembatasan berupa pencabutan iklan (yang berdampak pada monetisasi), serta dicabut statusnya sebagai halaman Media.

- Sejauh ini, penghapusan akun bermasalah di Indonesia hanya dilakukan Facebook pada kasus Saracen, itu pun berbuntut tuduhan bahwa proses penghapusan ini tak transparan. (via The Conversation)

Menarik untuk Anda baca di waktu luang:

Laporan berjudul “Polarisasi dan Penggunaan Teknologi dalam Kampanye Politik dan Komunikasi” dari Parlemen Eropa ini memberikan telaah yang komprehensif tentang hubungan teknologi, demokrasi, dan polarisasi dalam percakapan publik.

- Mengapa topik ini penting: Kehidupan sehari-hari kita telah dikontrol oleh algoritma, iklan dengan siasat mikrotarget, analisis big data, dan kecerdasan buatan. Tanpa disadari, teknologi menyetir preferensi politik kita, masyarakat yang mengaku berdemokrasi dan memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya sendiri.

VERBATIM

- Presiden Joko Widodo mengunggah pernyataan keras ini di Instagram-nya, tiga hari yang lalu.

- Lihat pemetaan serangan kepada Jokowi di platform berbagi cuitan, Twitter, yang dianalisis oleh Drone Emprit.

- Hoaks adalah ancaman demokrasi, itu pasti. Tapi praktik politik uang jangan sampai dilupakan. Burhanuddin Muhtadi, dalam penelitian doktoralnya, menemukan praktik jual beli suara masih dilakukan oleh satu dari tiga pemilih Indonesia pada Pemilu 2014. (via The Conversation)

- Penelitian sama menunjukkan bahwa praktik jual beli suara ini mempengaruhi sekitar 11 persen dari total hasil suara. Mengingat rata-rata margin kemenangan yang membedakan seorang kandidat yang lolos dengan yang tidak hanya 1,65 persen, tidak heran banyak kandidat politik masih menggunakan strategi ini.

PERIKSA FAKTA SEPEKAN INI 

Seminggu ini, Tim CekFakta Tempo menelusuri kebenaran beberapa hoaks yang terunggah di dunia maya. Buka tautan ke kanal CekFakta Tempo.co untuk membaca hasil periksa faktanya:

TENTANG TRUTHBUZZ 

TruthBuzz adalah program fellowship dari International Center for Journalists (ICFJ) yang bertujuan untuk memperluas literasi dan mengatasi permasalahan disinformasi di lima negara yakni Indonesia, India, Nigeria, Brazil, dan Amerika Serikat. Saya adalah penerima fellowship ini di Indonesia. Salah satu misi saya bersama Tempo.co adalah untuk menyebarkan hasil kerja tim pemeriksa fakta yang menangkis berbagai hoaks.

Kenal seseorang yang Anda rasa tertarik dengan isu disinformasi? Teruskan nawala ini ke surel mereka. Punya kritik, saran, atau sekadar ingin bertukar gagasan? Layangkan ke sini.

Ikuti kami di media sosial:

Facebook

Twitter

Instagram

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Gerakan Tusuk 3 Paslon: Anies Sebut Hak Konstitusi, Relawan Prabowo-Gibran Bilang Rusak Demokrasi

10 jam lalu

Mantan Gubernur Jakarta, Anies Baswedan pada acara seremonial dan penyerahan trofi World Habitat Award 2024 kolaborasi multipihak untuk perubahan kebijakan perumahan Jakarta di Kampung Susun Akuarium, Penjaringan, pada Ahad, 25 Agustus 2024. TEMPO/ Mochamad Firly Fajrian
Gerakan Tusuk 3 Paslon: Anies Sebut Hak Konstitusi, Relawan Prabowo-Gibran Bilang Rusak Demokrasi

Koordinator Nasional Prabowo-Gibran Digital Team mengatakan, Gerakan Tusuk 3 Paslon di Pilkada Jakarta berpotensi merusak demokrasi. Apa alasannya?


CekFakta #276 Saling Jaga agar Tak Jadi Korban Perdagangan Orang

5 hari lalu

Ilustrasi judi online. Pixlr Ai
CekFakta #276 Saling Jaga agar Tak Jadi Korban Perdagangan Orang

Sampai sekarang, masih ada 44 WNI yang terjebak di wilayah konflik perbatasan Myanmar dan Thailand.


Legasi Faisal Basri untuk Ekonomi dan Demokrasi

5 hari lalu

Sebelum jatuh sakit, ekonom Faisal Basri yang kritis kepada pemerintah ini masih menyuarakan dukungannya kepada para petani di Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, yang menolak tambang seng.
Legasi Faisal Basri untuk Ekonomi dan Demokrasi

Apa saja legasi Faisal Basri untuk ekonomi dan demokrasi Indonesia?


Dosen Unair Sebut Herman Hendrawan dan Petrus Bima Belum Diberikan Penghormatan yang Layak

10 hari lalu

Dosen FISIP Unair, Airlangga Pribadi Kusman, saat menyampaikan orasi di acara peringatan HAPPI 2024 di FISIP Unair, Sabtu, 31 Agustus 2024. Tempo/Myesha Fatina Rachman
Dosen Unair Sebut Herman Hendrawan dan Petrus Bima Belum Diberikan Penghormatan yang Layak

Penghormatan yang layak belum diberikan Unair kepada dua mahasiswa Unair korban penculikan, Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah.


Profil Arie Sujito Wakil Rektor UGM, Aktivis Kampus yang Dukung Kebebasan Berpendapat Mahasiswa

11 hari lalu

Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) Arie Sujito. UGM.ac.id
Profil Arie Sujito Wakil Rektor UGM, Aktivis Kampus yang Dukung Kebebasan Berpendapat Mahasiswa

Arie Sujito kerap turun mendukung mahasiswa menyuarakan kritik terhadap pemerintah untuk menegakkan demokrasi. Ini profil Wakil Rektor UGM


CekFakta #275 Hindari Panik, Bekali Diri untuk Tangkal Hoaks Seputar Cacar Monyet

12 hari lalu

Ilustrasi MPOX. Shutterstock
CekFakta #275 Hindari Panik, Bekali Diri untuk Tangkal Hoaks Seputar Cacar Monyet

Agustus lalu Kementerian Kesehatan mengumumkan sebanyak 88 kasus cacar monyet (Mpox) di Indonesia.


Gagal Maju di Pilkada Jakarta, Anies Bilang Perjalanan Spiritual yang Harus Dinikmati

12 hari lalu

Mantan Gubernur Jakarta yang juga Mantan Calon Presiden Anies Baswedan saat menghadiri pembukaan Kongres III Partai NasDem di JCC, Jakarta, Minggu, 25 Agustus 2024. Partai NasDem menggelar Kongres ke III yang digelar pada 25-27 Agustus 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis
Gagal Maju di Pilkada Jakarta, Anies Bilang Perjalanan Spiritual yang Harus Dinikmati

Anies Baswedan menerima kegagalannya maju di Pilkada 2024. Dia meminta pendukungnya menjaga agar penyelenggaraan pilkada berjalan kondusif.


Demokrasi Indonesia sedang Tidak Baik, Reza Rahadian Ajak Semua Pihak Bersuara

13 hari lalu

Reza Rahadian. Foto: Instagram.
Demokrasi Indonesia sedang Tidak Baik, Reza Rahadian Ajak Semua Pihak Bersuara

Reza Rahadian mengajak semua masyarakat untuk bergerak dan bersuara merawat demokrasi Indonesia yang menurut dia sedang tidak baik.


Civitas Akademika UGM Nyalakan Lilin Bentuk Keprihatinan Demokrasi

15 hari lalu

Civitas akademika Universitas Gadjah Mada (UGM) menyalakan lilin di bawah pohon bodhi di halaman Balairung UGM, Yogyakarta, Senin malam, 26 Agustus 2024. Dok UGM Melawan
Civitas Akademika UGM Nyalakan Lilin Bentuk Keprihatinan Demokrasi

Aksi yang dilakukan civitas akademika UGM itu dilakukan sebagai bentuk keprihatinan atas kondisi demokrasi akhir-akhir ini.


Sosok Sulistyowati Irianto Guru Besar FH UI Pendukung Putusan MK

16 hari lalu

Prof Sulistyawati Irianto Guru Besar FH UI. Foto: FHUI
Sosok Sulistyowati Irianto Guru Besar FH UI Pendukung Putusan MK

Sulistiyowati Irianto Guru Besar FH UI ikut menyuarakan poin-poin mengenai upaya kawal putusan MK dalam aksi unjuk rasa di Gedung MK.